Menangkal 'Startup Founder Syndrome'
Bisnis | 2023-09-23 11:56:10EKSISTENSI sebuah perusahaan rintisan (startup) kerap tak pernah dipisahkan dari figur para pendirinya (founder). Para founder biasanya adalah mereka yang menjadi pionir dan sekaligus komandan -- dengan berbagai visinya -- yang berada di balik maju mundurnya sebuah startup.
Di fase-fase awal startup, dominasi kendali perusahaan umumnya berada di tangan para founder. Namun, tak jarang dominasi kendali ini terus dipertahankan. Pada titik inilah kemudian dapat muncul apa yang diistilahkan sebagai founder syndrome phenomena (FSP). Apa itu?
FSP adalah ketika para pendiri startup mempertahankan terlalu banyak kendali sehingga perusahaan pada akhirnya justru malah tidak tumbuh dan berkembang sebagaimana diharapkan.
Ada juga yang berpendapat bahwa FSP adalah kondisi yang mempengaruhi seorang founder hingga ia merasa memiliki keterikatan pribadi yang berlebihan dengan perusahaan yang didirikannya. Buntutnya, ia berupaya menimbun sebagian besar kekuasaan di tangannya.
Lazimnya, mereka yang mengidap FSP menolak untuk mendelegasikan tanggung jawab, dan selalu membuat sebagian besar keputusan (terlepas dari seberapa besar atau kecil mereka), serta takut akan perubahan. Maka, alih-alih berupaya mewujudkan misi perusahaan, perusahaan akhirnya beroperasi sesuai dengan keinginan para founder.
Gejala FSP
Mereka yang terjangkit FSP biasanya jarang menyadarinya. Meski begitu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan indikator telah terjadinya FSP di lingkungan sebuah perusahaan.
Pertama, citra publik terkait perusahaan tidak dapat dibedakan dari pendirinya
Kedua, lingkaran dalam perusahaan sebagian besar terdiri dari teman-teman dekat dan anggota keluarga pendiri.
Ketiga, karyawan baru dipilih berdasarkan loyalitas pribadi mereka kepada pendiri, bukan berdasarkan keahlian dan pengalaman mereka.
Keempat, ketidaksepakatan dengan founder secara aktif selalu tidak dianjurkan.
Kelima, founder terus-menerus menyabot setiap upaya untuk membuat sistem dan kontrol yang dapat menghilangkan kebutuhannya untuk mengelola tugas-tugas mikro.
Keenam, meskipun founder memperkerjakan tenaga ahli, pendapat dan wawasan mereka biasanya kurang atau tak pernah didengar sama sekali.
Ketujuh, founder selalu bertindak seolah-olah dia adalah seorang visioner dengan naluri supranatural terkait bisnis yang dijalankannya (bahkan tatkala dia tidak memiliki pengalaman atau keahlian teknis sekalipun).
Kedelapan, perusahaan tidak memiliki rencana suksesi. Maka, jika founder pergi, maka perusahaan pun ikut hilang.
Kesembilan, perusahaan tidak memiliki metrik keberhasilan jangka panjang. Dan setiap usaha untuk mewujudkannya selalu dihindari atau ditentang oleh founder.
Kesepuluh, ketika founder dipaksa untuk mendelegasikan tanggung jawab, dia secara terbuka tidak menyukainya.
FSP akan membawa implikasi negatif bagi perusahaan dan bisa sangat destruktif jika terus dibiarkan.
Menurut Karolyn Benger (2019), agar FSP tidak sampai menjangkiti sebuah organisasi, ada beberapa hal yang perlu dikedepankan. Apa saja?
1. Tumbuhkan budaya terbuka
Perusahaan yang menumbuhkan lingkungan ekspresi terbuka mendapat manfaat dari inovasi dan semangat ide-ide segar. Menyambut setiap ide dan masukan dari staf adalah salah satu ikhtiar dalam menumbuhkan budaya terbuka. Luangkan waktu khusus di mana staf dapat mengekspresikan ide apa pun tidak peduli seberapa anehnya.
2. Berdayakan semua orang
Dorong semua staf untuk mengambil proyek dan menjalankannya bersama-sama. Saat semua orang mengambil tanggung jawab, mereka memiliki rasa kepemilikan yang lebih kuat atas setiap pekerjaan. Memberdayakan setiap orang akan membantu menerobos kemacetan tanggung jawab, mendorong kemandirian di antara staf, dan meningkatkan gairah dan energi.
3. Mendorong kolaborasi
Perluaslah kolaborasi antara satu bagian dengan bagian-bagian lainnya. Dengan kolaborasi, satu sama lain dapat saling belajar. Selain itu, kolaborasi menumbuhkan lebih banyak keterbukaan, yang mendorong kreativitas dan menghasilkan hasil yang lebih dinamis.
4. Kembangkan kejelasan
Misi dan tujuan harus mendorong semua aktivitas, investasi, dan program perusahaan. Memastikan kejelasan tentang tujuan perusahaan akan mendorong tim untuk memberikan yang terbaik dan tetap fokus pada hal-hal yang paling penting. Di saat yang sama, struktur pengambilan keputusan harus transparan, baik dalam hal siapa yang membuat keputusan dan bagaimana keputusan itu dibuat.***
--
Sumber rujukan:
1) Carter McNamara. 1995. Founder’s Syndrome: How Corporations Suffer — and Can Recover.
2) Karl R Lapan. 2019. 5 Ways to Overcome Founder's Syndrome.
3) Karolyn Benger. 2019. Symptoms & Cures for Founder's Syndrome.
4) Karolyn Benger. 2019. How to Cure Founder’s Syndrome.
5) Misael Lizarraga. 2023. Are You Suffering From Startup Founder's Syndrome?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.