Belajar dari Printer
Agama | 2023-09-21 02:15:52Suatu ketika, aku membutuhkan sebuah printer di tempatku bekerja. Kebetulan printer yang biasanya dipakai di ruangan pindah bersama rekan kerjaku yang pindah ruangan. Sehingga tidak ada printer lagi di ruanganku. Sebenarnya ada printer di sebelah dan bisa print tanpa kabel. Akan tetapi laptopku ketika print ke mesin printer tersebut dokumennya selalu terpotong di bagian headernya.
Ketika aku sedang duduk bertiga bersama atasanku dan dosenku yang kebetulan seorang konsultan di tempatku bekerja.
"Gimana No? Sejauh ini ada kendala ngga?"
"Dokumen sudah selesai dibuat Pak, hanya saja tidak ada printer untuk ngeprint. Kebetulan printernya pindah. Karna dokumennya banyak, jadi butuh banyak waktu untuk ngeprint. Kalau saya ngeprint ke atas, saya takut mengganggu pekerjaan yang lain. Sedang kalo saya ngeprint di sebelah dokumennya selalu terpotong", jawabku.
"Iya Pak itu kayaknya butuh printer sendiri deh, karna ke depannya juga pasti akan banyak ngeprint juga", imbuh dosenku.
"Oh ya sudah, nanti saya mintakan untuk beli printer ke bagian pengadaan barang", jawab atasanku.
Singkat cerita, keesokan harinya printer yang dipesan sudah sampai di kantor. Aku ambil printer itu dan aku bawa ke ruanganku.
"Loh udah ada printer baru aja, kapan belinya No?", tanya rekan kerja seruanganku.
"Iya kemarin aku bilang ke Pak Bos kalau aku butuh printer, Pak. Terus dimintain ke bagian pengadaan barang", jawabku.
"Wih mana bagus lagi printernya warna putih, yang lain warnanya item perasaan. Mana keluaran terbaru lagi", celetuk rekan kerjaku yang lain sambil membantuku setting printer.
"Si Retno emang jalurnya beda, langsung ngomong ke Bos, ngga buat surat pengadaan ngga apa udah tiba-tiba datang aja tuh printer, hahaha", ujar rekan kerjaku.
"Oh biasanya kalau mau mengadakan barang harus membuat surat dulu, Pak?"
"Iya lah, buat surat, nanti kalau diacc baru bisa beli".
Deg !
Dari pernyataan ini aku mencoba menguraikan beberapa pertanyaan yang mendadak terlintas di kepalaku.
Dengan kata lain, berarti ini aku mendapat sebuah kemudahan karna aku ngomong langsung ke atasaku. Padahal seharusnya ada beberapa langkah yang harus aku lewati.
Jika ke manusia saja, dalam hal ini ke atasanku yang punya perusahaan, bisa menjadi semudah ini, bagaimana jika aku mintanya langsung kepada Yang Punya Manusia itu sendiri?
Bukankah Allah juga sudah mengultimatum dalam firman-Nya:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepadaku niscaya akan Aku perkenankan bagimu" (QS. Ghafir: 60).
Tapi lihat sudah sejauh mana kamu selama ini langsung meminta kepada Allah wahai diri?
Bukankah akhir-akhir ini kamu tidak lagi bangun di malam hari?
Apakah kamu sudah tidak butuh lagi untuk meminta langsung kepada-Nya?
Bukankah kamu sudah tahu kalau Allah itu turun langsung ke dunia di sepertiga malam?
Bukankah Allah sudah mengatakan bahwa Dia pasti akan memberi apa yang kamu minta disaat kamu meminta kepada-Nya di sepertiga malam?
Bukankah Dia pasti akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkanmu di sepertiga malam?
Dan bukankah Dia juga pasti akan mengampuni setiap dosa untuk setiap orang yang meminta ampunan di sepertiga malam?
Tapi kemana kamu wahai diri akhir-akhir ini di sepertiga malam?
Apa yang kamu lakukan di waktu sepertiga malam?
Tidur?
Karna malamnya tidur larut setelah nonton drakor?
Atau bahkan jangan-jangan untuk shubuh saja kamu kesiangan?
Apakah kamu sudah tidak lagi butuh meminta kepada-Nya?
Apakah kamu sudah tidak lagi butuh memanjatkan doa kepada-Nya?
Apakah kamu sudah tidak lagi butuh ampunan dari-Nya?
Memang sejauh ini apa yang sudah kau punya wahai diri?
Wallohu a'lam bish shawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.