Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Berpikir Logis dengan Menulis

Didaktika | Wednesday, 20 Sep 2023, 15:28 WIB
Bagi mahasiswa, akhir pendidikan biasanya adalah menyelesaikan tugas berupa penulisan ilmiah skripsi.

Pengetahuan manusia adalah kehormatan yang harus dijaga dan dipelihara. Di dalamnya, ada kesempatan bagi manusia untuk berbuat kebaikan, baik bagi dirinya atau orang lain. Manusia bisa saja mati, tapi kebaikannya tetap hidup dalam ingatan manusia yang lain.

Pendidikan mengantarkan manusia untuk mengetahui apa arti kebaikan. Dengan berbagai jenjang yang ada, manusia memulai pendidikan dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Bagi mahasiswa, akhir pendidikan biasanya adalah menyelesaikan tugas berupa penulisan ilmiah skripsi. Dikatakan ilmiah karena skripsi diwajibkan mengikuti prosedur yang telah ditentukan menurut kaidah ilmu pengetahuan. Menurut Jujun S. Sumantri dalam Filsafat Ilmu, ilmiah harus memiliki prinssip dasar yaitu logis, hipotesis dan verifikatif.

Mengapa mahasiswa harus menulis skripsi? Jawabnya adalah sebagai tradisi ilmu. Mahasiswa harus memiliki tradisi keilmuan yang diakui yakni menulis. Tentunya menulis di sini adalah memiliki nilai kejujuran, obyektif dalam hasil penelitian, tidak plagiat, menggunakan bahasa baku, logis dan memiliki sistematika. Tulisan berdasarkan data dan pendapat yang benar dan dapat diterima logika. Hal itu penting agar dapat dijangkau alam rasionalitas manusia. Pendapat yang tidak dijangkau oleh alam rasionalitas manusia disebut tidak logis, dan ini bukan ranah akademik.

Logika penulisan dalam karya ilmiah (skripsi) dibangun di atas kerangka berpikir yang logis. Berlogika harus disesuaikan dengan isi tulisan dan apa yang ingin disimpulkan. Mahasiswa harus bisa berhipotesa. Jika yang ingin disimpulkan outputnya adalah ranah pendidikan, maka bahan bakunya haruslah ilmu kependidikan. Jika ingin bidang ilmu yang lain, seperti ekonomi, sosial, politik, hukum, maka bahan bakunya pun harus disesuaikan. Linearitas keilmuan menjadi syarat mutlak bagi mahasiswa. Oleh sebab itu, jika lulus maka dia berhak dengan gelar sarjana yang sesuai dengan bidang ilmunya.

Logika menjadi instrumen berpikir dan bernalar bagi mahasiswa. Jika dia sudah bisa berpikir logis, maka kewajiban selanjutnya adalah menuangkannya dalam tulisan. Untuk menguji sejauh mana kemampuan dan kebenaran isi tulisan dan logikanya, maka mahasiswa harus diuji. Jika lulus maka dia dinyatakan telah menyelesaikan jenjang pendidikannya. Jika tidak, maka biasanya ada perbaikan dan saran-saran konstruktif dari para dosen.

Logika dan kepenulisan menjadi dua sisi yang tidak bisa dipisahkan dalam perguruan tinggi. Ini menjadi tradisi yang sulit sekali untuk dipisahkan. Mahasiswa berlogika adalah yang mampu menggerakan alam pikir kepada jalan yang lurus dan kebenaran. Irving M. Copi dalam bukunya Introduction to Logics mengungkapkan logika sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dan salah.

Atas pemikiran di atas, maka kita harus mengkritisi kebijakan Pemerintah yang tidak akan mewajibkan mahasiswa untuk menulis skripsi. Hal itu tentu bertentangan dengan tradisi akademik perguruan tinggi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image