Pentingnya Menangkal Serbuan Konten Digital Negatif
Rembuk | 2023-09-16 21:59:49Oleh: H. Dadang A. Sapardan, M.Pd.,Kp
Beberapa waktu yang lalu, sempat berdiskusi ringan dengan beberapa orang teman tentang perlunya pemahaman literasi digital. Pemahaman ini bukan haya harus dimiliki oleh satu dua orang masyarakat, tetapi harus dimiliki oleh seluruh masyarakat. Berbagai upaya untuk mengkristalisasi pemahaman literasi digital harus dilakukan secara masiv oleh sebanyak mungkin pihak yang memiliki perhatian terhadap dinamika kehidupan masyarakat, terutama keajegan masyarakat dalam satu bangsa dan negara.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa dan negara ini merupakan bangsa dan negara yang sangat heterogen. Keberagaman dapat ditemukan pada masyarakat bangsa ini. Bahkan banyak pendapat yang mengungkapkan bahwa bangsa dan negara ini merupakan bangsa dan negara yang tidak masuk akal.
Dengan berbagai keragaman yang dimilikinya masih bisa tetap ajeng. Dengan keragaman suku, ras, agama, bahasa, budaya, dan keberagaman lainnya, bangsa dan negara ini masih tetap kokoh sebagai satu kesatuan utuh, bangsa dan negara Indonesia. Dengan begitu terbukanya ruang digital untuk diakses masyarakat, bukan sesuatu yang tidak mungkin, menjadi ruang masuk untuk melahirkan disharmoni bangsa dan negara ini.
Sudah tidak bisa dipungkiri bahwa berbagai anasir negatif dilesakkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menciptakan kegaduhan dan disharmoni di kalangan masyarakat. Dengan kepiawaian yang dimilikinya berbagai kanal dimasukki untuk dicekokkan kepada masyarakat. Mereka mengusung berbagai konten dengan nuansa negatif. Harapan dari semua itu adalah guna mengkristalisasi pemahaman tertentu terhadap masyarakat.
Di tengah serbuan berbagai kanal media sosial yang mudah diakses oleh masyarakat, kepemilikan kompetensi literasi digital oleh seluruh warga masyarakat merupakan sesuatu yang mutlak harus mendapat perhatian dan mendapat dorongan serius dari para pemangku kepentingan. Berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap keterlahiran masyarakat untuk mendapat asupan informasi yang sehat harus terus dilakukan, tanpa henti dan tidak mengenal lelah. Hal ini perlu dilakukan dalam upaya menekan lahirnya chaos dan gonjang-ganjing di kalangan masyarakat.
Perhatian dan dorongan yang dapat dilakukan melalui pengemasan berbagai strategi dengan muara untuk memberi pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya kepemilikan kompetensi literasi digital dalam menghadapi fenomena kehidupan ini.
Melalui pengemasan program literasi digital yang baik, setiap masyarakat dimungkinkan memiliki modal dasar untuk melakukan pengembangan diri yang akan bermanfaat dalam menyikapi fenomena kehidupan ini. Dengan kata lain, kepemilikan kompetensi literasi digital menjadi sangatlah penting dalam upaya menyiapkan setiap masyarakat agar dapat survive dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa depannya.
Literasi digital merupakan salah satu dari keenam kompetensi literasi dasar—selain literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaraan. Bahkan, saat ini konsep literasi sudah mengalami perluasan, bukan semata keenam literasi seperti di atas. Berkenaan dengan perluasannya, lahir literasi pertanian, literasi lingkungan, literasi pemasaran, dan berbagai konsep lainnya. Kepemilikan kompetensi literasi digital menjadi tuntutan yang harus dimiliki oleh masyarakat pada era maraknya pemanfaatan perangkat digital dalam kehidupan keseharian mereka.
Karena itu, akselerasi kepemilikan kompetensi literasi digital pada masyarakat harus terus didorong oleh berbagai pihak yang memiliki perhatian besar terhadap penyiapan sumber daya manusia dalam menghadapi dinamika kehidupan ini. Seluruh pemangku kepentingan harus berlari kencang untuk dapat mengimbangi percepatan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu guna membius masyarakat dengan berbagai konten negatif. Tidak dapat terbayangkan, bagaimana kondisi yang akan terjadi, bila masyarakat tidak dengan secepatnya diberi pemahaman komprehensif tentang literasi digital sebagai pedoman dalam beraktivitas pada ruang digital.
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini ruang digital diserbu berbagai konten yang dengan dapat mudahnya diakses masyarakat. Keberadaan konten yang mewarnai ruang digital tersebut sangat heterogen dengan berbagai muatan kepentingan dari setiap penggungahnya. Ketika berselancar pada berbagai ruang digital, tidak hanya konten positif saja yang dapat ditemukan, tetapi tidak sedikit pula pula serbuan berbagai konten negatif. Berbagai konten dengan muatan berita bohong, ujaran kebencian, radikalisme, perjudian, penipuan, pornogafi, hoax, dan lainnya akan sangat mudah diakses masyarakat di ruang digital.
Bahkan, keberadaan konten negatif tersebut tidak jarang merambah wilayah sensitif yang dapat mengakibatkan disharmoni di kalangan masyarakat. Tidak jarang, ditemukan konten-konten yang menyisir keberadaan unsur suku, agama, ras, antargolongan, dan privasi individu sehingga melahirkan kegaduhan.
Dengan fenomena yang terjadi saat ini, sangat dibutuhkan peran berbagai pemangku kepentingan yang memiliki kesadaran dan kepedulian akan berbahayanya ketika masyarakat dibiarkan untuk terus-menerus dicekoki dengan berbagai konten negatif yang diproduksi oleh berbagai pihak tidak bertanggung jawab. Berbagai upaya penangkalan telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan, salah satunya oleh Kemenkominfo.
Dengan kapasitas yang dimilikinya, Kemenkominfo telah mengeluarkan kebijakan tentang peta jalan literasi digital 2021-2024 yang menjadi panduan bagi berbagai pihak dalam berkehidupan di era digital. Peta jalan tersebut secara eksplisit memuat empat pilar literasi digital yang harus dibangun dan dikembangkan pada masyarakat.
Keempat pilar tersebut adalah digital skill, digital culture, digital safety, dan digital ethic. Digital skill merupakan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan peranti lunak TIK serta system operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital Culture adalah kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK.
Digital safety merupakan konsep yang mengarah pada kemampuan user dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang, dan meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital ethic adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata Kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya agar lahir kepemilikan keempat pilar tersebut pada masyarakat harus terus dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Dengan kepemilikan pemahaman komprehensif akan keempat pilar tersebut, masyarakat dimungkinkan dapat tereliminasi dari ekses kurang baik dalam berselancar di ruang digital, terutama ekses yang diakibatkan oleh serbuan konten negatif.
Berpedoman pada keempat pilar di atas, berbagai pemangku kepentingan—pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, kementerian/lembaga, serta pihak lainnya—memiliki kewajiban yang sama untuk dapat berperan dengan aktif dalam membendung serbuan konten negatif pada ruang digital. Keberadaan konten negatif yang mewarnai ruang digital tersebut bisa ditangkal dengan kerja bareng (kolaboratif) berbagai pemangku kepentingan dalam membangun kesadaran akan bahayanya konten tersebut bagi masyarakat. Selain pemberian pemahaman akan pentingnya peneraparan pilar-pilar literasi digital, salah satu langkah yang dimungkinkan untuk melakukan penangkalan adalah upaya memenuhi ruang digital dengan berbagai konten positif. ***
Penulis adalah Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.