One Family, Really Truly Bisa?
Agama | 2023-09-15 05:23:52Siapa sih yang tidak ingin hidup aman, nyaman dan sejahtera? Ya, fitrah manusia selalu menginginkan kesenangan dan ketenangan. Tidak ada manusia yang suka hidup dalam ketegangan, konflik, bahaya, kesempitan dan penderitaan. Apalagi hidup di bawah suasana perang yang mencekam.
Sudah cukup 250 tahun Indonesia merasakan kehidupan sempit dan mencekam dalam penjajahan fisik agresor Belanda, Inggris maupun Jepang. Kini kehidupan aman dan tenang telah dirasakan masyarakat, setelah 78 tahun lalu penjajah hengkang dari bumi pertiwi. Rakyat tak lagi harus bersembunyi di bunker bawah tanah, untuk menghindari desingan peluru dan bom musuh. Benarkah?
Nyatanya kehidupan sempit umat Islam di negara gemah ripah loh jinawi masih jauh panggang dari api. Kemiskinan masih menghantui negara agraris ini. Dengan Garis Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan, penduduk miskin pada Maret 2023 jumlahnya sungguh membuat hati miris, yaitu sebesar 25,90 juta orang. https://www.bps.go.id
Di bidang Pendidikan, Kemendikbud Ristek mendata ada total 40.623 anak yang putus sekolah se-Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023. https://malang.jatimnetwork.com. Bisa dibayangkan jika di usia sekolah mereka tidak mendapatkan kesempatan menimba ilmu, bagaimana masa depannya dalam mengarungi kehidupan kelak? Jadilah kemiskinan akan melahirkan kemiskinan lagi. Kehidupan sempit seolah menjadi hantu yang terus bergentayangan di sekeliling masyarakat
Kondisi kesempitan hidup memang really terjadi pada masyarakat negara berkembang. Entah karena perang ataupun problem lain semisal kemiskinan. Pada ujungnya kemiskinan akan melahirkan minimnya kesempatan mendapatkan hak akses pendidikan dan kesehatan. Kenapa? Karena di negara kapitalistik semua layanan akan didapat sempurna hanya jika dengan dukungan cuan.
Pun di konstelasi politik dunia. Bumi yang disetir oleh kampium sekuler AS berjalan atas azas kapitalistik. Semua hubungan internasional didasarkan pada kekuatan negara, baik kekuatan finansial maupun politik. Negara berkembang akan tersingkir baik secara sukarela maupun terpaksa. Hukum rimba pun bicara. Yang kuat menyerang yang lemah, yang arogan mendominasi yang rendah. Semua perputaran sejarah perang di dunia, mulai dari PD I, PD II, Perang Dingin, Perang Teluk, Perang Ukraina, Krisis Palestina, pada ujungnya adalah dominasi keserakahan negara-negara besar kapitalis.
Lantas bisakah gagasan Presiden Joko Widodo yang disampaikan pada KTT G20 di India 9 September 2023 lalu, tentang “One Family” akan menjadi solusi keamanan dunia? Berharap dunia menjadi satu keluarga besar yang saling membangun dan punya tujuan bersama untuk menciptakan kehidupan yang damai? Menciptakan stabilitas global dengan menghentikan perang. Menjaga solidaritas antarnegara, kerja sama dan ruang dialog antar semua negara termasuk negara-negara berkembang. https://tirto.id/gPUU . Bisakah semua itu mewujud dalam konsep “Rumah Aman” bagi semua karena kita “Satu Keluarga”?
Gamblang di depan mata, bagaimana negara besar kapitalis tak pernah peduli dengan kondisi negara berkembang, kecuali disana ada keuntungan. Bantuan investasi/hutang, globalisasi, kerjasama militer dan apapun nama lainnya, pada faktanya hanyalah trap/jebakan untuk menghisap kekayaan negara tersebut. Di sisi lain negara besar kapitalis akan mudah mengobarkan perang fisik di negara yang lemah (tak punya peradaban) untuk menggasak seluruh kekayaannya tanpa ada perlawanan.
Berharap terwujud rasa aman dengan One Family atau “Satu Keluarga” pada konstelasi internasional di bawah hegemoni ideologi Sekuler Kapitalis adalah khayali. Pasalnya kesengsaraan hidup umat manusia di penjuru dunia saat ini, justru merupakan hasil dari penerapan sistem sekuler kapitalis yang diemban negara-negara besar Barat. Mereka saling bersekutu untuk mendominasi negara dunia ketiga, melalui PBB sebagai alat legaitas dunia.
Jika kita berharap wujud One Family menjadi sesuatu yang real bukan hanya jargon, sejatinya harus digantungkan pada sebuah sistem yang shohih/benar, sistem itu adalah Islam. Dimana Allah Swt telah menurunkan seperangkat aturan untuk mengatur semua manusia menuju kebaikan. Allah Swt telah mengutus Rasul Nya sebagai pembawa syariat yang akan melingkupi seuruh alam dunia dengan sinar rahmat dan kebaikan. Sebagaimana termaktub dalam QS. Al Anbiya ayat 107 “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Islam dengan sempurna menuntun manusia mengarungi hidup dengan benar. Manusia boleh mengambil bagian di bumi tanpa harus merusaknya, karena sejatinya seluruh penciptaan kekayaan alam diberikan untuk menunjang keberlangsungan hidup semua makhluk.
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]:77).
Islam pun telah memandang dunia sebagai sebuah kesatuan dalam ukhuwah Islam. Pancaran dakwah Islam wajib diarahkan ke seluruh penjuru dunia. Semua mukmin di negara manapun ia berada dipandang sebagai satu kesatuan dalam ukhuwah Isamiyah. Tak boleh saling menyakiti, cuek, atau bahkan membiarkan mereka dalam bahaya. Wajib bagi mukmin menolong saudaranya yang dalam kesempitan hidup, kedzaliman penjajahan negara lain atau pun eksploitasi/penjarahan negara besar barat atas negerinya.
Dari An-Nu'man bin Bisyir dia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: 'Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR Muslim No 4685)
Dalam lingkup kecil bermasyarakat saja, Islam melarang umatnya untuk menyakiti atau membuat tidak aman tetangganya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Riwayat Bukhari:“Demi Allah, tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya.” Rasulullah saw. ditanya “Siapa yang tidak sempurna imannya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman atas kejahatannya.”
Yang lebih keren lagi, tak hanya muslim yang akan selamat, karena syariat Islam juga mengharuskan menjaga dan meolong siapapun, bahkan pada non muslim sebagai bentuk muamalah dengan sesama manusia. Satu contoh nyata, pada abad ke-19 di Irlandia yang berada di bawah kekuasaan Inggris terjadi bencana “Great Famine” atau “Potato Famine” yang menewaskan lebih dari satu juta orang. Bencana kelaparan selama tujuh tahun tersebut dipicu oleh penyakit pada tanaman kentang atau penyakit busuk daun. Penyakit itu membuat ladang-padag kentang gagal panen sehingga memicu krisis pangan, hingga memaksa lebih dari satu juta warga bermigrasi ke Amerika Serikat.
Daulah Islam di Istanbul Turki, di bawah kepemimpinan Utsamiyah Sultan Abdulmejid I mendengar kabar tersebut dari dokter giginya yang berasal dari Irlandia. Saat itu juga, sultan menawarkan bantuan sebesar £10.000 atau sekitar USD 1,3 juta saat ini, Bantuan tersebut ditolak Ratu Victoria yang telah mengucurkan bantuan ke Irlandia sebesar £2.000, karena Ratu tidak mau menerima bantuan apa pun yang melebihi bantuan yang dia berikan. Hingga Sultan Abdulmejid I kemudian dengan berat memangkas tawaran bantuan dan mengirim £1.000 ke Irlandia.
Hebatnya, sultan tetap ingin memberikan bantuan yang lebih besar untuk bencana kelaparan ini. Sultan mengirimkan tiga kapal pembawa makanan, obat-obatan dan keperluan lainnya ke Irlandia secara diam-diam. Levent Murat Burhan, duta besar Turki di Dublin menyampaikan, karena angkatan laut Inggris tidak mengizinkan kapal asing berlabuh di pelabuhan mereka baik di Dublin atau Cork, hinga kapal-kapal Ottoman harus melakukan perjalanan lebih jauh ke utara dan mengirimkan bantuan ke pelabuhan Drogheda di pingir Sungai Boyne. Di tempat itulah kedermawanan Daulah IslamUtsmaniyah selalu diingat oleh penduduk setempat, meski peristiwa itu sudah berlalu 173 tahun lamanya. Masyarakat Drogheda pun sampai memasukkan bintang dan bulan sabit (simbol bendera Turki) ke dalam lambang mereka dan tetap dipertahankan hingga hari ini.
Maka fakta hari ini telah menunjukan bahwa One Family tak mungkin terwujud dalam konstelasi dunia di bawah hegemoni ideologi sekuler kapitalistik. Sebaliknya sejarah membuktikan One family mewujud nyata dalam konstelasi dunia yang diimpin oleh Islam. Tentunya dibutuhkan sebuah instistusi global mendunia di bawah payung Islam yang dikomdoi Daulah Islam untuk menyebarkan kesejahteraan di bumi. Daulah akan melakukan berbagai futuhat untuk menyebarkan dan meratakan kesejahteraan rakyat. Bukan untuk mendominasi, mendzalimi bahkan menjajahnya. Maka jika hari ini One Famiy ingin terwujud di dunia secara nyata, tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah adalah sebuah kebutuhan yang tak bisa ditawar.
Wallahu’alambishowwab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.