Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Peran PDRI dalam Menyelamatkan Pemerintahan Republik Indonesia

Sejarah | Thursday, 14 Sep 2023, 08:25 WIB
Foto: Aloysius Jarot Nugroho/ANTARA via Republika.co.id.

Fakta bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] masih berdiri tegak hingga hari ini, tentu saja, patut kita syukuri. Lembaran -lembaran sejarah mengisahkan dan menunjukkan perjalanan menuju Indonesia yang merdeka dan berdaulat sama sekali tidak mudah dan juga tidak mulus. Penuh lika-liku. Dimulai dari masa-masa pra-kemerdekaan hingga pasca-kemerdekaan. Beragam tantangan menghadang.

Pasca-kemerdekaan, Indonesia harus menghadapi setidaknya dua agresi Belanda. Agresi pertama terjadi pada dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Lewat agresi ini, Belanda berhasil masuk ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tujuan utama agresi pertama Belanda ini adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak.

Adapun agresi kedua Belanda berlangsung pada 19 Desember 1948 dan berakhir pada tanggal 7 Mei 1949, menyusul disepakatinya Perjanjian Roem-Royen. Agresi militer kedua Belanda dilancarkan karena pihak Belanda menilai Indonesia telah mengkhianati isi Perjanjian Renville.

Pada agresi kedua, Belanda sempat menguasai ibukota Indonesia, yang waktu itu berada di Yogyakarta. Pada saat yang sama, para pemimpin kita antara lain Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Agus Salim ditangkap dan diasingkan Belanda ke luar Jawa.

Demi menyelamatkan pemerintahan Republik Indonesia serta menjaga tegaknya kemerdekaan dan kedaulatan kita, maka kemudian dibentuklah apa yang kita kenal sebagai Pemerintah Darurat Republik Indonesia [PDRI], dan beribukota di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Bisa dibilang peran PDRI sangat krusial dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Bukan cuma mampu mengisi kekosongan pemerintahan, PDRI juga berhasil menjalin dan mempertahankan hubungan dengan negara-negara lain sehingga negara-negara lain mengetahui mengenai kondisi dan status Indonesia yang sebenarnya pada waktu itu.

PDRI sendiri berakhir ketika Perjanjian Roem-Royen yang disepakati Belanda dan Indonesia diteken pada pada tanggal 1 Juli 1949.

Sejarah mencatat, salah satu figur sentral dari keberadaan PDRI yaitu Syafruddin Prawiranegara. Selain turut berada di balik ide pendirian PDRI, Syafruddin, yang berdarah Minangkabau ini, juga menjadi pemimpin Kabinet Darurat.

Sejumlah sumber menyebut sesaat sebelum ditangkap pasukan Belanda, Soekarno-Hatta sempat menggelar rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran, untuk membentuk pemerintahan sementara.

Maka, begitu ibukota Yogyakarta jatuh ke pangkuan Belanda dan sejumlah pemimpin kita ditangkap, Syafruddin Prawiranegara bersama Kolonel Hidayat, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Sumatera segera mengunjungi Teuku Mohammad Hasan, Gubernur Sumatera, pada saat itu.

Menyusul pertemuan tersebut, mereka langsung menuju Halaban, perkebunan teh yang berjarak 15 kilometer di selatan Kota Payakumbuh. Di sana, mereka mengadakan rapat kilat dengan sejumlah tokoh pada 22 Desember 1948, yang kemudian melahirkan PDRI.

Susunan Kabinet PDRI adalah sebagai berikut.

Ketua dan Menteri Pertahanan serta Menteri Penerangan: Sjafruddin Prawiranegara.

Menteri Kehakiman [diangkat 16 Mei 1949]: Susanto Tirtoprojo.

Menteri Luar Negeri: A.A. Maramis.

Menteri Keuangan: Lukman Hakim.

Menteri Kesehatan: Sukiman [diangkat 16 Mei 1949].

Menteri Kemakmuran: I.J. Kasimo [diangkat 16 Mei 1949].

Menteri Agama: Masjkur [diangkat 16 Mei 1949].

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Teuku Mohammad Hasan.

Menteri Perhubungan: Indratjahja.

Menteri Pekerjaan Umum: Mananti Sitompul.

Menteri Perburuhan dan Sosial: Sutan M. Rasjid.

Menteri Dalam Negeri: Pandji Suroso.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image