Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cut Putri Cory

Potensi Bahaya di Balik Narasi Politik Identitas

Agama | 2023-09-12 13:45:47

Politik dalam sistem sekuler identik dengan politik transaksional, dia menjadikan pemisahan agama dari kehidupan sebagai asasnya. Sehingga sistem kapitalisme yang menjadikan sekularisme sebagai asasnya memutilasi peran agama dalam kehidupan. Hal ini bertentangan dengan konsepsi politik Islam yang menjadikannya bermakna politik (siyasah) adalah pengurusan seluruh urusan umat di dalam dan luar negeri dengan syari’at Islam. ___________

Oleh: Cut Putri Cory (Ibu Pembelajar)

Narasi politik identitas telah menjadi musuh bagi beberapa kalangan yang enggan menyetujui simbol-simbol atau aktivitas keagamaan yang "dimanfaatkan" untuk meraih simpati publik dalam kontenstasi politik demokrasi. Misalnya, pemunculan tokoh tertentu dalam suasana azan pada salah satu stasiun TV swasta, yang tokoh tersebut merupakan calon Presiden. Hal itu sekaligus merupakan sikap politik pemilik media tersebut yang juga merupakan pemilik dari salah satu partai. Hal ini dikategorikan sebagai politik identitas, dianggap negatif karena tiba-tiba muncul sebagai pribadi yang agamis demi suara umat Islam yang strategis yang banyak pada saat pemilu.

Namun sungguh narasi itu pun ditanggapi sebagai sesuatu yang negatif dalam perspektif lain, yaitu menjadikan politik seolah hal yang kotor dan tak layak untuk disandingkan dengan Islam. Islam itu bersih dan mulia, sedangkan politik itu kotor. Disadari atau tidak, narasi ini menjadi penguat pemisahan agama dari kehidupan alias sekularisme yang saat ini mencengkram umat Islam, khususnya di Indonesia. Karena yang sejatinya di dalam Islam juga terdapat konsepsi unik tentang politik, dan ini selamanya takkan pernah dipisahkan dari nilai-nilai Islam. Ini disebut konsepsi politik Islam, jadi bukan politik sekuler.

Politik dalam sistem sekuler identik dengan politik transaksional, dia menjadikan pemisahan agama dari kehidupan sebagai asasnya. Sehingga sistem kapitalisme yang menjadikan sekularisme sebagai asasnya memutilasi peran agama dalam kehidupan. Hal ini bertentangan dengan konsepsi politik Islam yang menjadikannya bermakna politik (siyasah) adalah pengurusan seluruh urusan umat di dalam dan luar negeri dengan syari’at Islam.

Jadi Islam tak memisah agama dengan politik. Justru politik yang tak menjadikan agama sebagai panglimanya akan menjadi politik kelas rendah dan bertentangan dengan hukum syari’at Islam. Itulah kenapa Islam disebut agama yang rahmatan lil ‘aalamin, karena dia memiliki sistem dan konsepsi yang jelas untuk menjelaskan jawaban dari semua problematika keumatan.

Karena itu pula dipahami bahwa politik sekuler itu bertentangan dengan Islam karena memisah agama dari kehidupan. Seolah-olah Islam tak pernah layak untuk disandingkan dengan politik, karena akal pikir manusia menjadi tolak ukur dalam ideologi kapitalisme yang menjadikan sekularisme sebagai pondasi pemikirannya.

Jadi, di situlah potensi bahayanya. Jangan sampai umat Islam secara sengaja ataupun tidak justru memisahkan Islam dari politik Islam yang unik, mulia, dan tinggi. Jika sudah begitu, maka bisa dipastikan penerapan sistem kapitalisme sekuler memang telah berhasil mengubah pemikiran umat Islam untuk tak lagi segaris dengan apa yang ditetapkan. Sehingga umat Islam justru mengambil jalan sekularisme sebagai tapak dari jalan politiknya.

Padahal jelas-jelas politik sekularisme dalam sistem kapitalisme tak pernah membawa kebaikan, kesejahteraan yang selalu dijanjikan ibarat fatamorgana yang menipu. Umat Islam terus terjerembab dalam kemiskinan dan kepayahan sistemik karena seluruh kebijakan yang ditelurkan bernafas pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), sehingga kezaliman tak tertolak dan kesejahteraan ibarat Impian.

Bisa disaksikan hari ini dengan mata yang terang benderang bahwa manusia dalam pengaturan sistem politik kapitalisme sekuler tak pernah menemui kesejahteraan. Sistem ini justru menjadi sebab yang memproduksi kesulitan demi kesulitan yang mencekik rakyat. Itu terjadi di semua lini hidup, termasuk ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, politik, pemerintahan, peradilan, dan seluruhnya. Kesemuanya mengalami masalah serius yang efeknya menimpa banyak orang.

Rumah Aman bagi Umat Islam

Jika ditanyakan kepada setiap orang, apa yang akan dilakukannya jika dia saat ini tinggal di rumah penuh tikus, berlubang di mana-mana, dan hampir rubuh? Dia takkan pernah menemukan jawaban selain ini semua harus diperbaiki. Sehingga dipahami bahwa siapapun yang diminta untuk mengelola rumah itu tentu saja akan mengurusinya dengan pemikiran yang diembannya. Jika dia berpikir culas dan rakus, maka dia akan katakan bahwa tambal sana sini sudah cukup untuk membuat air hujan tak masuk ke dalam rumah. Dia tak memikirkan dampak dari keputusan pragmatisnya itu untuk rakyat yang ada di dalam rumah itu. Tikus-tikus pengganggu, suasana kotor yang memicu penyakit adalah sebab lain dari ketidaknyamanan yang tak dipedulikan oleh si penguasa rakus dan culas.

Jadi dalam memperbaikinya, maka masyarakat tak boleh hanya fokus pada bagaimana membuat rumah ini nyaman dan aman, tapi juga mengganti si culas dan rakus tadi agar jangan sampai memimpin lagi dengan kecongkakannya. Itulah hakikatnya antara sistem dan penguasa yang menjalankan sistem.

Sehingga dipahami bahwa jika sistemnya masih kapitalisme sekuler, maka siapapun pemimpinnya, jika dia mengemban ideologi selain Islam, maka dia takkan pernah bisa menolak untuk menjadi bagian dari kezaliman besar penerapan hukum buatan manusia. Selanjutnya juga harus dipahami adalah bahwa perjuangan umat Islam untuk menjadi sejahtera haruslah dimulai dari memperjuangkan sistem politik Islam global, yang nantinya akan menerapkan ideologi dan sistem Islam dengan penerapan yang sempurna.

Jika sudah begitu, umat Islam dan seluruh manusia akan hidup berdampingan, merasakan keamanan dan keadilan yang hakiki. Inilah memang kebaikan sistem Islam. Jika Islam diterapkan, maka orang-orang kafir pun akan merasakan kebaikan demi kebaikan Islam, namun di sisi lain akidahnya tak dipaksa untuk berubah. Dia akan secara alami merasakan bagaimana pengurusan politik Islam terharap urusan kehidupannya.

Jadi, tak perlu antipati dengan Islam. Tak perlu takut apalagi berpikir negatif. Sebagaimana jangan pula untuk menolak karena penerapan sistem politik Islam adalah kewajiban dari Rabb Semesta alam. Inilah yang menjadikan makna politik Islam itu hidup sebagai pembentuk iklim takwa yang paling efektif. Sebagaimana pernah dicontohkan oleh Nabiyullah Muhammad Saw, para khulafaur rasyidin, termasuk para khalifah yang banyak setelahnya sampai pada momentum menyakitkan saat Khilafah Islam diruntuhkan oleh Inggris melalui kebengisan Mustafa Kemal Attaturk.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image