Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayu Masniati

STUDI RELIGI DALAM TRADISI HAUL WALI MBAH GENDON. DESA BANTUL, KEC. KESESI, KAB. PEKALONGAN

Eduaksi | Friday, 31 Dec 2021, 10:45 WIB
Sumber Foto: https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3306299/bersih-desa-di-bangkingan-gunungan-hasil-bumi-jadi-rebutan

Awal mula tradisi ini yaitu dicetuskan oleh Sunan Prapen, tradisi ini tumbuh dan berkembang sejak masa Sunan Prapen. Kemudian tradisi ini dilestarikan oleh masyarakat Gresik hingga saat ini dapat tersebar hingga penjuru wilayah Indonesia terutama wilayah Jawa. Perayaan ini dilakukan pada peringatan tahun pertama, kedua ,ketiga seterusnya. Oleh karena itu dikatakan peringatan ini dilakukan sebagai tradisi tahunan. Peringatan haul memberikan kesan dan juga nilai-nilai yang terkandung dalam kegiatan tradisi ini kepada masyarakat sekitar.

Menurut makna Bahasa Indonesia haul memiliki 2 pengartian yaitu sebagai berikut:

1. Haul berarti berlakunya waktu dua belas bulan, tahun Hijriyyah terhadap harta yang wajib dizakati di tangan pemilik, makna ini berkaitan dengan masalah zakat;

2. Haul berarti upacara peringatan ulang tahun wafatnya seseorang (terutama tokoh utama), dengan berbagai acara yang puncaknya [menziarahi kubur almarhum/ah.

Peringatan haul dilakukan dengan cara mengadakan selamatan dengan mengundang sanak keluarga dan tetangga sekitar dengan terlebih dahulu membaca tahlil, biasanya dilakukan di makam yang bersangkutan, dengan tujuan mendoakan kepada orang telah meninggal dunia agar dia merasakan damai di alam akhirat. Menurut Ulama di daerah Sukamulia bahwasannya apabila seseorang mengadakan acara tahlilan dalam rangka mendoakan orang yang meninggal, maka orang tersebut akan membantu dalam mengirimkan pahala orang yang berada di alam barzah sehingga dapat mengampuni dari dosa – dosa yang dilakukan semasa hidupnya.[1]

Karena dipercaya sebagai perantara akan masyarakat terhadap Allah. Salah satu rangkaian acara haul ini masyarakat melakukan berbagai ritual penghormatan yang mana dianggap akan membuat arwah Wali tersebut akan senang dan tenang di alam sana. Prosesi haul juga berkaitan dengan kebudayaan yang memiliki nilai secara turun-temurun dan akan selalu dilaksanakan setiap tradisi peringatan ini berlangsung.

Karena tak hanya unsur budaya saja yang terkandung namun, unsur religi juga terkandung didalamnya. Unsur religi yang terkandung dalam tradisi ini memberi pengaruh kepada masyarakat. Tradisi tahunan ini juga menjadi kebiasaan masyarakat untuk ikut serta dalam memanjatkan do’a kepada sang Wali. Pada tingkat pembentukannya religi mempunyai wadah yaitu masyarakat dan kebudayaan. Pelaksanaan haul meliputi serangkaian kegiatan yang dilaksanakan sejak sehari sebelum acara inti.

Sedangkan agama sebagai sistem budaya, agama menurut Geertz adalah sebuah sistem simbol yang berperan, membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, persuasif, dan tahan lama di dalam diri manusia dengan cara merumuskan konsepsi tatanan kehidupan yang umum membungkus konsepsi-konsepsi ini dengan suatu aura faktualitas semacam itu sehingga suasana hati dan motivasi tanpak realistik secara unik.

Maksud dari pernyataan diatas yaitu masyarakat memliki ketertarikan serta motivasi untuk ikut menjalankan kebiasaan tahunan ini dengan berbagai aktivitas warga yang ada seperti adanya aktivitas ekonomi yang tentunya juga membangun dan mengikat tali silahturahmi. Sehingga kegiatan ini merupakan bentuk dari suasana hati serta motivasi masyarakat yang terbentuk secara realistik yang unik. Prosesi haul ini meliputi pengadaan pengajian atau tahlil pada malam hari. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan pengajian akbar yang dihadiri oleh tamu undangan ataupun orang-orang penting.

Prosesi ini mengemas berbagai konsepsi tatanan kehidupan dengan aura faktualitas yang mana masyarakat terbangun akan motivasi dan suasana hati ketika tradisi ini dilaksanakan. Selain itu telah disiapkan beberapa gunungan dari hasil bumi masyarakat yang akan diperebutkan setelah acara pengajian dan do’a selesai. Tidak berhenti sampai disitu prosesi ritual tradisi ini disambung dengan mengambil air yang dipercaya dapat memberikan keberkahan untuk masyarakat maupun peziarah.

Salah satu prosesi haul juga ada kegiatan memperebutkan gunungan hasil bumi yang berisi umbi-umbian dan juga apem sebagai makanan khas Desa Kesesi. Gununganini disiapkan dipagi hari dan diletakkan disamping panggung yang digunakan sebagai lokasi utama tradisi haul Wali Mbah Gendon ini. Susunan acara ketika pengajian selesai dan dipimpin do’a oleh guru agama maka, dilanjutkan sesi sambutan dari Gubernur yang turut diundang dalam tradisi haul Wali Mbah Gendon.

Tradisi haul ini diadakan untuk mengenang para wali yang telah berjasa di masing-masing penyelenggara haul. Adanya tradisi ini dilakukan sering menimbulkan banyak hal yang disukai oleh masyarakat setempat. Menurut wawancara yang dilakukan bahwasannya tradisi ini berdampak pada peningkatan ekonomi saat haul dilaksanakan. Karena masyarakat beramai-ramai menyambut kedatangan para peziarah dari berbagai daerah sehingga terjadi transaksi jual beli.

Selain adanya peningkatan ekonomi, masyarakat setempat juga menjadi saling rukun serta dapat mempererat silahturahmi antar sesama warga setempat maupun dengan peziarah yang datang. Serangkaian prosesi yang telah dijelaskan menunjukkan simbol religi dalam tradisi haul yang mejadi suatu ajakan kepada masyarakat untuk ikut mendoakan Wali Mbah Gendon agar tenang dan senang dialam sana.

Hal yang memisahkan agama dengan sistem budaya yaitu simbol-simbol. Di dalam ritual orang-orang tercengkeram oleh perasaan dan realitas yang memaksa. Di dalam ritual, “suasana hati dan motivasi” kaum beriman religius berkesesuaian dengan pandangan dunia. Di dalam ritual, terjadi “suatu perpaduan simbolik antara etos dengan pandangan dunia”. Hal etos yang didapat oleh masyarakat yaitu sejarah mengenai perjalanan hidup dan bagaimana Wali Mbah Gendon ini yang akhirnya dijuluki sebagai Wali atau kekasih Allah. Kemudian dikaitkan dengan pandangan dunia masyarakat yang percaya bahwa Wali merupakan kekasih Allah yang tentunya bisa menjadi perantara antara masyarakat dengan Tuhannya.

Kesimpulan dalam pembahasan diatas yaitu bahwa Studi religi dalam tradisi Haul Wali Mbah Gendon. Desa Bantul, Kec. Kesesi, Kab. Pekalongan mengandung didalamnya masyarakat memliki ketertarikan serta motivasi untuk ikut menjalankan kebiasaan tahunan ini dengan berbagai aktivitas warga yang ada. Seperti adanya aktivitas ekonomi yang tentunya juga membangun dan mengikat tali silahturahmi. Sehingga kegiatan ini merupakan bentuk dari suasana hati serta motivasi masyarakat yang terbentuk secara realistik yang unik.

Sumber:

Mustolehudin, Merawat Tradisi Membangun Harmoni: Tinjauan Sosiologis Tradisi Haul dan Sedekah Bumi di Gresik”, Jurnal Multikultural & Multireligius Vol.13 No. 03.

Samsul Munir Amin, “Tradisi Haul Memperingati Kematian di Kalangan Masyarakat Jawa (Kajan Antropologi)”, Jurnal Ilmiah Studi Islam, Vol. 20, No. 02.

Iksan Kamil S, Muallifah, “Haul dan Perilaku Keagamaan: Studi Motivasi Jamaah Haul Akbar Tarekat Qodiriyah Wan Naqsabandiyah Al Ustmaniyah Di Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Kedinding Lor Surabaya”, Jurnal KACA Jurusan Ushuluddin STAI AL FITHRAH, Vol. 11, No. 01.

Supriadi, dkk, “Tradisi Religi dalam Ritual Yasinan-Tahlilan Sebagai Upaya Pelestarian Kearifan Lokal Masyarakat Sukamulia Kota Pontianak”.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image