Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Riswan Abu Sultan

Adakah Perumahan Syariah dalam Islam?

Gaya Hidup | Sunday, 10 Sep 2023, 17:45 WIB

Dalam dunia property, khususnya property dalam negeri lagi happeningnya proyek ‘ Perumahan Syariah’, ‘Perumahan Sunnah’ atau ‘Perumahan Halal’. Perumahan yang tidak ada label syariahnya adalah perumahan tidak halal, he he. Ini proyek bagus dan kita harus mengapresiasi proyek ini. Ini adalah gelombang ummat yang sedang menuju ‘Halal Living’ diberbagai bidang kehidupan termasuk terkait hunian.

Tinggal kita perlu memberikan prinsip Islam yang benar terkait masalah hunian. Karena kalu tidak, Gerakan meng’halal living’kan hunian jadi salah kaprah yang justru bertentangan dan memperkecil nilai Qur’an dan Sunnah. Bukan malah maju, malah mundur kebelakang dan sebagai bentuk ketidak berdayaan dalam berkompetensi peradaban.

Peradaban menurut Malik bin Nabi dibagi dalam 3 pilar : 1. Alam Afkar (Alam pemikiran) 2. Alam Materi, dan 3. Alam Interaksi Pada Alam Materi, peradaban bisa dilihat dalam industry property dan infrastruktur. Itulah sebabnya mengapa sebuah bangsa memiliki peradaban, parameternya adalah bangunan-bangunan tinggi, mewah, memiliki nilai arsitek yang tinggi dan ditunjang infrastruktur yang memadai. Terima tau tidak terima sekitar 80% peradaban akan dibangun oleh developer (pengembang). Siapa yang menguasai industry property merekalah yang akan mendrive kemana peradaban akan diarahkan.

Kembali ke prinsip hunian dalam Islam, Al-Qur’an memberikan prinsip-prinsip (bukan konsep) umum terkait hunian. Lalu Rasulullah mengimplimentasikan dalam kehidupan sehari hari. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud bahwa sahabat Rasulullah Sa’ad bin Abi Waqqash mendengar Rasullullah bersabda : “Tiga kunci kebahagiann seorang laki-laki : (1) istri yang salehah yang jika dipandang membuatmu semakin saying, jika kamu pergi membuatmu merasa aman karena bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu. (2) Kendaraan yang baik yang bisa mengantar ke mana pun pergi. Dan (3) Rumah yang lapang, damai, penuh kasih sayang dan banyak perlengkapannya ”(H.R. Abu Dawud) (bersambung)

Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi menafsirkan rumah yang lapang (Al Maskanah Wasi’) yang sesuai arahan hadits diatas sebagai ‘Katsraatul hujurat’ yakni minimal dalm sebuah rumah tangga Muslim tersedia kamar-kamar sebagai berikut :

1. Kamar suami istri

2. Kamar anak-anak laki-laki

3. Kamar anak perempuan

4. Kamar pembantu laki-laki, jika ada

5. Kamar pembantu perempuan, jika ada

6. Kamar kerabat/tamu yang berkunjung

7.Dapur

8.Perpustakaan

Jelaslah bagi kita, hunian atau maskanah yang sesuai arahan Islam adalah rumah yang lapang yang memiliki 6 kamar seperti rumah-rumah mewah di Kawasan elit seperti daerah Kemang, Pondok Indah, Menteng dan Kelapa Gading. Bukan cluster-cluster kecil dengan memakai label ‘Perumahan Syariah’ denga ukuran unit bangunan 20-30 M2 dan berlokasi di pelosok lagi. Namun yang harus diingat dari sebuah hunian selain berfungsi menentramkan hati atau sakinah didalamnya jangan samapai melalaikan kita atau terbuai. Kita menikmati sebuah hunian yang nyaman denga desain interior yang elegan namun sebenarnya sedang terkena penyakit ‘syaghalatnaaawwalunan wa ahlunaa’, harta dan keluarga telah melalaikan kami. Maskanah atau tempat tinggal selain bisa menentramkan harus juga menggerakkan. Rumah yang nyaman bisa melepas rasa lelah setelah beraktivitas di luar dan beristirahat dalam tidur yang pulas tanpa lupa membagunka kita untuk Shakat Tahadjud. Rumah yang nyaman yang bisa rileks dan menghangatkan bersama keluarga namun tidak lupa ke Mesjid untuk shalat berjamaah bagi suami atau ayah. Rumah hendaknya menjadi maskanah yang menentramkan, menggerakkan dan isi ulang energi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image