Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Mengendalikan Sendawa Sapi Demi Bumi

Teknologi | Wednesday, 06 Sep 2023, 15:11 WIB
Sapi ikut menyumbang emisi gas rumah kaca. Foto: ugm.ac.id.

Sapi sering bersendawa. Sendawa pada sapi terjadi ketika hewan itu melepaskan gas dari sistem pencernaannya melalui tenggorokannya. Ini tampaknya persoalan sepele. Namun, di balik hal sepele ini, justru ada persoalan besar yang terkait dengan keberlangsungan Bumi kita.

Tatkala seekor sapi bersendawa, ia melepaskan gas metana. Meskipun metana tidak bertahan lama di atmosfer seperti karbon dioksida, berdasarkan berbagai penelitian selama ini, gas tersebut memiliki efek yang jauh lebih kuat terhadap pemanasan global.

Jika yang bersendawa itu cuma seekor atau dua ekor sapi, mungkin tidak terlalu menjadi problem. Namun, bagaimana jika yang bersendawa itu ratusan jutaan sapi, bahkan miliaran sapi. Di sinilah letak masalahnya. Kita tahu, dengan masih tingginya konsumsi daging dan konsumsi susu masyarakat dunia, industri peternakan sapi menjadi salah satu industri terbesar di sektor pertanian yang membawa implikasi buruk terhadap lingkungan.

Menurut Profesor John Wallace dari University of Aberdeen, Inggris, seperti dikutip Gillman (2015), selama ini orang menganggap karbon dioksida sebagai gas rumah kaca utama. Padahal, metana juga berkontribusi cukup signifikan terhadap pemanasan global. Merujuk hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti dari Barclays Institute, sendawa sapi ternyata lebih merusak iklim daripada gas buang semua mobil yang ada di planet Bumi.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), produksi pangan dan pertanian selama ini menyumbang sekitar seperempat dari seluruh emisi global. FAO menyebut sumber utama emisi gas rumah kaca dari sektor ini berasal dari proses pencernaan sapi, yang disebut fermentasi enterik, yang menghasilkan metana sebagai produk sampingan ketika sapi bersendawa.

Sapi memiliki perut multi-bilik yang mengandalkan bakteri untuk memecah makanan nabati. Dalam proses pencernaan ini, seekor sapi dewasa dapat melepaskan hingga 500 liter metana ke atmosfer setiap hari.

Meskipun tidak semua sapi menghasilkan metana dengan kecepatan yang sama, dengan jumlah sapi yang diperkirakan mencapai 1,4 miliar di planet Bumi ini, emisi metana yang dihasilkan hewan ternak ini tidak bisa dibilang persoalan remeh.

Beberapa penelitian menyebut bahwa mengubah apa yang sapi makan kemungkinan dapat menghasilkan sapi-sapi yang ramah iklim. Pola makan sapi yang kaya jagung, jelai, rumput laut atau bahkan bawang putih diyakini dapat mengurangi kadar metana yang disemburkan sapi ketika hewan itu bersendawa.

Berdasarkan berbagai riset yang dilakukan para peneliti di sejumlah negara, diketahui pula bahwa ada jenis-jenis sapi tertentu yang lebih banyak bersendawa, sementara jenis-jenis lainnya lebih sedikit bersendawa. Maka, beberapa pusat penelitian di sejumlah negara berupaya pula mencari cara untuk mengembangkan cara membiakkan apa yang disebut sebagai sapi beremisi rendah secara selektif.

Sementara itu, dalam kacamata para penganut vegetarianisme, salah satu upaya untuk mengatasi problem metana yang dihasilkan dari sendawa sapi yaitu beralih kepada produk-produk non-hewani. Dalam konteks ini, produk daging sintetis yang terbuat dari serat tumbuhan dapat menjadi opsi untuk mengurangi produksi metana akibat sendawa sapi. Karena itu, penelitian-penelitian terkait daging sintetis ini pun dipandang perlu diintensifkan sebagai bagian dari ikhtiar memecahkan persoalan sendawa sapi.

Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menegaskan bahwa perombakan produksi pangan global sesungguhnya sangat mendesak dilakukan untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca serta untuk mencukupi pangan populasi dunia yang akan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050 mendatang. Para ahli mengatakan bahwa kesadaran konsumen dan pemanfaatan teknologi baru diperlukan agar emisi gas rumah kaca terkendali sementara pada saat yang sama ketahanan pangan kita juga tetap terjaga.

Artinya, upaya menciptakan sapi yang rendah emisi dan upaya untuk tidak melulu bergantung pada produk-produk hewani perlu terus dilakukan demi menjaga keberlangsungan Bumi yang kita huni ini.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image