Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Etika Berbelanja dalam Islam: Antara Pilihan dan Kompromi

Agama | Tuesday, 05 Sep 2023, 05:31 WIB
Dok. Republika.co.id

Dalam hidup sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi di mana kita harus membeli barang-barang keperluan kita. Kita dapat menemukan barang-barang ini di berbagai tempat, termasuk toko atau kedai yang menjual barang-barang halal dan haram. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah ada kebolehan dalam berbelanja di tempat semacam ini. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu merujuk pada pandangan agama, terutama dalam konteks Islam.

Sebagai umat Islam, pedoman utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari adalah ajaran Al-Qur'an dan Hadis. Al-Qur'an adalah kitab suci yang dianggap sebagai pedoman utama dalam Islam, dan salah satu ayat yang sering dikutip dalam konteks ini adalah ayat 164 dari Surat Al-An'am (6:164), yang berbunyi: "Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain." Ayat ini mengandung pesan yang jelas bahwa setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri di mata Allah.

Dari ayat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa jika seseorang memutuskan untuk berbelanja di toko atau kedai yang menjual barang halal, meskipun ada barang haram dijual di sana, dia tidak akan memikul dosa atas perbuatan orang lain yang menjual barang haram tersebut. Ini adalah prinsip dasar dalam Islam bahwa setiap individu bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri di mata Allah.

Namun, meskipun ada izin untuk berbelanja di tempat semacam ini, Islam juga mengajarkan nilai-nilai moral yang tinggi. Oleh karena itu, jika seseorang memiliki kemampuan untuk menghindari berbelanja di tempat yang menjual barang haram, seharusnya mereka melakukannya. Ini adalah langkah yang baik untuk menghindari berinteraksi dengan barang-barang yang diharamkan dan juga sebagai cara untuk mendukung pemilik toko yang menjual barang-barang halal.

Jika seseorang dapat dengan mudah menemukan toko atau kedai yang hanya menjual barang halal, ini adalah pilihan yang lebih utama. Dengan berbelanja di tempat semacam itu, seseorang memberikan dukungan dan dorongan kepada pemilik toko yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehalalan. Ini juga membantu menghindari membantu orang lain dalam berinteraksi dengan barang haram yang dapat membahayakan masyarakat.

Selain itu, dengan berbelanja di tempat yang menjual barang-barang halal saja, seseorang dapat dengan yakin bahwa mereka tidak sedang menyokong pemilik toko yang juga menjual barang haram. Ini adalah langkah yang positif dalam menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral yang dianut.

Namun, terkadang situasi mungkin tidak selalu ideal. Mungkin ada kebutuhan mendesak yang memaksa seseorang untuk membeli barang dari toko atau kedai yang menjual barang halal dan haram. Dalam situasi seperti ini, Islam memahami bahwa kadang-kadang kita harus membuat kompromi untuk memenuhi kebutuhan dasar kita.

Dalam hal ini, seseorang dapat dengan keyakinan bahwa mereka tidak melanggar prinsip-prinsip agama, asalkan mereka tidak secara aktif mendukung barang-barang yang diharamkan.

Jadi, kesimpulannya, tidak mengapa bagi seseorang untuk berbelanja di tempat yang menjual barang halal dan haram, sejauh mereka menyadari tanggung jawab pribadi mereka dalam menjalani ajaran agama. Namun, jika memungkinkan, lebih baik untuk berbelanja di tempat yang hanya menjual barang halal sebagai bentuk dukungan terhadap prinsip-prinsip agama dan moral yang tinggi.

Dalam situasi darurat, ketika tidak ada pilihan lain, seseorang dapat membeli barang dari tempat semacam itu dengan niat baik dan keyakinan bahwa mereka tidak melanggar prinsip-prinsip agama mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image