Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adellia W. A

Negara Maju Cenderung Mengkhawatirkan Prospek AI Dibandingkan Negara Berkembang

Teknologi | 2023-08-31 15:21:43

Perkembangan peradaban yang semakin pesat ditandai oleh munculnya berbagai macam teknologi canggih yang diciptakan dan dimanfaatkan manusia. Salah satu teknologi itu adalah AI (Artificial Intelligence), yaitu kecerdasan buatan yang dirancang untuk meniru aktivitas, perilaku hingga cara berpikir selayaknya manusia menggunakan basis pemrograman komputer atau alat pintar. Sebenarnya, AI telah ada sejak tahun 1956 yang dipelopori pertama kali oleh John McCarthy (seorang ilmuwan komputer asal Amerika Serikat).

Terdapat perbedaan fase popularitas AI di beberapa negara, khususnya antara negara-negara maju dan berkembang. Bagi negara maju seperti Amerika Serikat, AI telah dikenal dan populer sejak lama sehingga bukan lagi dianggap sebagai hal baru. Sedangkan bagi negara berkembang seperti Indonesia, AI dianggap sebagai suatu teknologi mutakhir sekaligus simbol kemajuan pada era saat ini. Pola serupa juga terjadi pada hampir seluruh negara-negara maju dan berkembang. Hal itu dikarenakan perkembangan teknologi pada negara maju bergerak lebih pesat dibandingkan negara-negara berkembang, sehingga mempengaruhi perbedaan masa adopsi penggunaan AI.

Optimisme Negara Berkembang

Seperti yang diketahui bahwa teknologi AI banyak menimbulkan kontroversi di berbagai negara karena berupa dua dampak yang bertentangan, yaitu ancaman dan tantangan. Bagi negara berkembang (contoh: Indonesia, Malaysia, Thailand, dll) yang baru memasuki fase ekspansi AI tentu akan menganggap sebagai tantangan agar mampu memanfaatkan AI sebaik mungkin hingga berkontribusi untuk memajukan berbagai sektor. Teknologi AI dinilai sebagai simbol kemajuan karena dapat mempermudah aktivitas sehari-hari dengan effort yang minim, misalnya penerapan asisten virtual, ChatGpt, autocorrect, search engine, dll. Fenomena tersebut diperkuat dengan hasil survei Ipsos (www.ipsos.com) pada bulan Mei-Juni 2023 yang menunjukkan bahwa empat negara teratas (Indonesia, Thailand, Meksiko dan Malaysia) memiliki optimisme tinggi terhadap pemanfaatan AI di masa depan. Bahkan sebesar 78% responden Indonesia sangat yakin bahwa teknologi AI akan memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan kerugian atau kekhawatiran.

Negara berkembang seperti Indonesia cenderung optimis terhadap AI karena masih belum sepenuhnya bijak dan paham dalam memanfaatkan teknologi AI. Maka terdapat kecenderungan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia menganggap AI sebagai sebuah tantangan untuk ditaklukkan agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Dapat dikatakan bahwa Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya menganggap AI sebagai simbol kemajuan yang dapat membawa pada persaingan kompetitif dengan negara-negara maju. Namun terlepas dari manfaat yang dijanjikan oleh AI, diperlukan penerapan sikap bijak dan hati-hati terhadap penerapan AI.

Optimisme Negara Maju

Berkebalikan dengan negara-negara berkembang, hasil survei Ipsos pada responden dari negara-negara maju justru menunjukkan optimisme yang rendah terhadap prospek AI. Amerika Serikat dan Prancis hanya mencapai persentase 37%, lalu disusul oleh Kanada (38%) dan Swedia (39%). Rendahnya persentase menunjukkan optimisme yang rendah para negara-negara maju yang menganggap AI lebih berpotensi memberikan permasalahan dan kerugian dibandingkan manfaat di masa depan. Amerika Serikat sebagai negara pelopor AI bisa saja menilai bahwa AI merupakan suatu ancaman yang dapat menyebabkan dampak merugikan terhadap kehidupan manusia. Gambaran kerusakan dan peralihan peradaban manusia oleh robot adalah mimpi buruk dari hebatnya prospek teknologi AI di masa depan.

Hal serupa juga diakui oleh Jepang sebagai salah satu negara paling canggih dengan kemajuan teknologi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap risiko dampak buruk perkembangan teknologi AI. Dikutip dari www.republika.id (06/05/23), Jepang bahkan membentuk konferensi tinggi kelompok tujuh (G7) untuk membahas risiko perkembangan dan penggunaan AI di masa depan, khususnya pengaruh terhadap aspek pendidikan, sosial dan keamanan privasi data. Hal itu menunjukkan bahwa negara maju yang lebih memahami AI justru memiliki kekhawatiran tinggi terhadap dampak yang ditimbulkan.

Pada akhirnya, penggunaan teknologi AI masih perlu dikendalikan untuk mencegah timbulnya dampak masif yang dapat merugikan manusia. Tidak peduli seberapa unggul dan canggih AI meniru kecerdasan manusia, sejatinya AI tidak lebih dari sebuah program yang diciptakan oleh manusia.

#hutrol28 #lombanulisretizen #republikawritingcompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image