Saat Manusia Perlu Berkawan dengan AI
Lomba | Thursday, 31 Aug 2023, 09:23 WIBArtificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kini semakin hype dan menjadi era baru bidang teknologi. Yasantha Rajakarunanayake, ahli AI di Bay Area dalam wawancaranya dengan Gita Wirjawan di kanal Youtube Endgame mengatakan bahwa AI saat ini bisa dianggap sebagai relolusi industri yang keempat.
Revolusi industri pertama adalah pada saat mesin uap ditemukan. Revolusi industri kedua adalah masa ketika ilmuwan Thomas Alva Edison menemukan listrik dan selanjutnya telepon ditemukan.
Listrik dan mesin bisa membantu manusia bekerja lebih mudah, tidak 'terlalu' menggunakan otot. Pekerjaan dengan otot dibantu oleh mesin. Itulah mengapa disebut revolusi di bidang industri.
Masa revolusi industri ketiga adalah masa ketika komputer ditemukan. Komputer membantu manusia melakukan kerja-kerja komputasi sehingga bisa mengurangi beban otak.
Saat ini, adanya AI dianggap sebagai sebuah revolusi yang keempat. Sebab, AI bisa membantu manusia melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh otot dan otak. Dengan AI, beban pekerjaan manusia bisa lebih ringan.
AI dirancang untuk sebuah tugas yang spesifik. Ketika AI bisa melakukan tugas itu, hasilnya bisa jauh melampaui manusia. AI bisa melakukan tugas dengan lebih cepat dan dengan hasil yang mungkin lebih baik.
Misalnya AI dirancang untuk mencari kehidupan di luar Bumi. Tugas AI yang tak kalah rumit misalnya yakni melipat protein. Apakah bisa? Ternyata bisa. Mencari kehidupan luar bumi dan menentukan struktur protein merupakan salah satu hal yang tersulit di dunia.
Perusahaan DeepMind memiliki AI pelipat protein bernama AlphaFold berhasil mengidentifikasi protein. Dalam waktu sekitar satu tahun saja, AlphaFold ini berhasil mengidentifikasi lebih dari 90 persen protein di tubuh manusia.
Bayangkan jika ilmuwan sendiri yang harus melakukannya, butuh waktu berapa lama? Pada implementasinya, dengan bantuan AlphaFold ini ilmuwan bisa merancang protein-protein yang bisa digunakan untuk memproduksi obat untuk memerangi penyakit.
AI pun telah digunakan untuk mencoba mencari kehidupan di luar Bumi. Badan Antariksa Amerika (NASA) menggunakan AI untuk mencari kawah di Mars. AI bisa melakukan tugas itu dengan baik. AI berhasil menemukan ‘kandidat’ kawah di Mars.
Namun, apakah yang ditemukan itu benar-benar kawah? Para ilmuwan harus memverifikasi dan membuktikannya. AI membantu pekerjaan ilmuwan tapi AI tidak menggantikan peran ilmuwan. Bayangkan, tanpa AI, butuh berapa lama ilmuwan mencari kawah di Mars? Mars sangat jauh, tidak terjangkau dan riset ke Mars sangat mahal.
Dalam konteks yang lebih nyata, AI digunakan untuk membantu pekerjaan sehari-hari. Siapa hari ini belum pernah memakai chatbot ChatGPT? Sebuah riset mengungkap bahwa kecerdasan buatan milik OpenAI itu telah digunakan 100 juta pengguna pada tahun pertamanya.
Berikan satu pertanyaan atau satu perintah kepada ChatGPT, maka data-data yang cukup lengkap akan muncul. Ketika seorang pengguna mengetik "buatkan saya makalah tentang kecerdasan buatan" di ChatGPT, AI tersebut bisa membuat contoh makalah dengan cukup lengkap. Mulai dari pendahuluan hingga kesimpulan.
Apakah data-data yang dikeluarkan ChatGPT itu benar? Tentu data tersebut harus diverifikasi. Manusia tetap harus memverifikasi data tersebut.
AI mungkin bisa merangkum banyak pengetahuan yang ditulis oleh manusia. Namun, manusia yang harus memilah-milahnya. Lagi pula, banyak hal yang juga tidak diketahui oleh AI misalnya batasan tentang budaya.
Ada banyak hal yang tidak dimiliki oleh AI dan masih bisa dilakukan oleh manusia. Misalnya kemampuan bernalar, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berempati. Jadi, apakah AI itu ancaman bagi manusia? Sepertinya AI tidak menggantikan manusia, namun manusia yang menggunakan AI akan lebih unggul.
Yang perlu dicatat, AI bisa dimanfaatkan sejauh mungkin untuk membantu kepentingan manusia. Mungkin, AI lebih tepat dikatakan sebagai mitra manusia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.