Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imaliana, M.Pd.

Menguatkan Growth Mindset dan Literasi Digital dalam Menjawab Tantangan Teknologi AI

Lomba | Thursday, 31 Aug 2023, 04:50 WIB
Sumber: https://commons.wikimedia.org/w/index.php?search=ai&title=Special:MediaSearch&go=Go&type=image

Pendidikan memiliki tanggung jawab yang krusial dalam mempersiapkan individu sebagai aset pembangunan dalam sebuah masyarakat dan proses pembangunan senantiasa harus berusaha beriringan dengan perkembangan zaman. Sekarang kita memasuki zaman dimana teknologi digital berkembang pesat, salah satunya adalah teknologi AI berupa Chat GPT.

Sebagai seorang guru, banyak kekhawatiran yang saya tangkap terkait Chat GPT ini. Mulai dari kekhawatiran bahwa suatu saat nanti profesi guru akan tergantikan hingga kekhawatiran akan 'tumpulnya' kemampuan abad ke-21 siswa, terutama kemampuan berpikir kritis. Lalu, bagaimana seharusnya seorang guru menyikapinya?

Pentingnya Growth Mindset

Kemunculan Chat GPT mengungkapkan bagaimana cara guru menyikapi segala tantangan yang ada. Ada guru yang memiliki growth mindset dan ada juga yang memiliki fixed mindset. Tentunya kita sepakat untuk menjadi guru yang memiliki growth mindset, yakni pola pikir yang terbuka terhadap perubahan, dapat beradaptasi dengan cepat, dan terus belajar mengikuti perkembangan teknologi. Pola pikir bertumbuh akan membawa guru pada pemahaman bahwa perkembangan teknologi adalah sebuah keniscayaan dan kemunculannya bertujuan untuk mempermudah segala kegiatan manusia. Sebagai contoh, sebelum mengikuti pelatihan terkait merancang modul ajar berkualitas dengan Chat GPT, saya memerlukan waktu yang cukup lama dalam menyelesaikan modul ajar. Ternyata, 80-90% bagian dari modul ajar dapat diperbantukan dengan Chat GPT. Waktu saya menjadi lebih efisien.

Namun, banyak yang “nyinyir” bahwa guru yang menggunakan Chat GPT dalam aktivitasnya adalah guru yang tidak kritis dan tidak kreatif. Kenyataannya dalam berinteraksi dengan Chat GPT, guru dengan growth mindset harus membaca referensi, mempertimbangkan topik pembicaraan, informasi yang dibutuhkan, serta bahasa yang ingin digunakan agar dapat membuat command prompt yang jelas dan spesifik supaya Chat GPT bisa mengerti apa yang dibutuhkan penggunanya. Saat Chat GPT sudah mulai menyajikan berbagai saran dan jawaban, seringkali guru terpancing untuk membuat berbagai penyempurnaan yang lebih baik. Bukankah itu tanda guru masih kritis dan tetap kreatif?

Tetap Kritis dengan Memperkuat Literasi Digital 

Guru sadar sepenuhnya bahwa mereka tengah mengajar siswa-siswi Generasi Z atau I-Generation (Generasi Internet). Generasi Z adalah generasi yang selalu terhubung dengan dunia maya dan memiliki kemampuan luar biasa dalam memanfaatkan teknologi. Kekhawatiran bahwa teknologi AI dalam bentuk Chat GPT dapat menumpulkan kemampuan abad ke-21 siswa, terutama kemampuan berpikir kritis tidaklah benar bila guru menanamkan betapa pentingnya literasi digital.

Chat GPT menawarkan banyak kemudahan seperti kemudahan dalam mendapatkan jawaban, maupun bantuan dalam memecahkan masalah, Dengan menguatkan literasi digital pada siswa, mereka dapat mengevaluasi informasi yang diberikan oleh Chat GPT secara kritis, dapat memahami konteks, dan mengatasi keterbatasan yang ada. Ada empat keterampilan dalam literasi, yakni digital skill, digital culture, digital safety, dan digital ethics. Empat pilar literasi digital tersebut akan membantu siswa menjadi pengguna Chat GPT yang cerdas, etis, mampu mengevaluasi, menyaring, dan mengambil keputusan yang bijaksana dalam setiap jawaban maupun saran yang disajikan oleh aplikasi ini.

Hanya Membantu, Tapi Tidak Mampu Menggantikan

Ingatlah, teknologi AI dalam bentuk Chat GPT hanyalah sebuah alat yang dapat mempermudah aktivitas manusia, termasuk dalam dunia pendidikan. Bagi guru, teknologi AI adalah alat yang dapat membantu mereka mengelola waktu dengan lebih efisien. Namun, penting untuk diingat bahwa teknologi AI tidak akan pernah menggantikan peran guru dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna di kelas. Teknologi ini tidak akan mampu menggantikan komunikasi hangat, kolaborasi, dan penanaman nilai-nilai karakter pada siswa, karena semua hal tersebut berasal dari hati terdalam seorang guru. Oleh karena itu, dalam era teknologi AI, peran guru dalam menginspirasi, membimbing, dan membentuk karakter siswa tetap menjadi hal yang tak tergantikan dalam pendidikan.

Dengan growth mindset dan literasi digital yang kuat, guru dapat membimbing diri dan siswa untuk memanfaatkan teknologi AI ini secara bijaksana, menjadikan teknologi ini sebagai alat yang memperkaya pengalaman belajar tanpa mengurangi nilai-nilai inti pendidikan. Dengan cara ini, baik guru maupun siswa dapat mengatasi tantangan yang ada pada setiap perkembangan teknologi dengan pemahaman, kreativitas, dan kemampuan berpikir kritis yang kuat.

Referensi:

Poedjiadi, Anna. 2010. Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tirtarahardja,Umar dan S. L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

https://www.refoindonesia.com/tren-chatgpt-ini-cara-menyikapinya/

https://ppg.kemdikbud.go.id/news/peranan-kecerdasan-buatan-artificial-intelligence-dalam-pendidikan/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image