AI dan Kebutuhan Dokumen Strategi Nasional
Teknologi | 2023-08-31 01:38:32
Perkembangan teknologi suka tidak suka dan mau tidak mau pasti menghasilkan perubahan baru dalam kehidupan manusia, mengingat teknologi adalah satu dari tiga trialektika, meminjam bahasa Tamim Ansary dalam The Invention of Yesterday (2019). Trialektika atau relasi tiga matra, yaitu bahasa, lingkungan, dan alat (teknologi) adalah faktor determinan yang menentukan wajah kehidupan manusia. Secara brilian, seorang futurolog kenamaan, Alvin Toffler (1928-2016), lewat third wave (1980) dan karyanya yang lain, memberikan narasi yang krusial tentang determinasi perkembangan teknologi atas perubahan.
Perubahan (Change), tentu saja menuntut kesiapan, namun menentukan kemana arah perubahan sebelum datangnya tuntutan kesiapan justru lebih krusial. Hampir semua orang sepakat rasanya secara etis, mencegah lebih baik daripada mengobati atau tindakan preventif lebih baik daripada kuratif. Teknologi, termasuk AI, sejatinya selalu menjadi pisau bermata dua, sebab AI adalah alat dan karenanya potensi dampak baik juga buruk selalu mengintai.
Mengingat status ‘artifisial’-nya, AI yang bergerak dalam teknologi komputasi sebagai software bukan saja memiliki kemampuan analitis, tetapi juga kemampuan eksekusi ke tahap output melalui hardware. Selain itu, karena AI adalah program, ia dapat bergerak secara timeless dan tireless sesuai setting-an, dan karenanya bisa menjadi sangat agresif dan penetratif. Misalnya, pada media sosial yang menjadi salah satu ‘tambang besar data’ hari ini, AI dengan pelbagai setting dapat menjadi alat yang sangat powerful. Data perilaku ekonomi hingga relationship secret, bahkan medis dapat ‘ditambang’ dengan pelbagai motif. Belum lagi kalau kita hendak bicara sektor lainnya.
Tahun lalu, kami melakukan penelitian yang berjudul Technological Progress, Artificial Intelligence Development, and Ethical Paradigms (Kemajuan Teknologi, Pengembangan AI dan Paradigma Etis) yang diterbitkan oleh Journal Wisdom (https://doi.org/10.24234/wisdom.v22i2.636) dan menemukan beberapa hal penting. Pertama, bahwa perkembangan teknologi, khususnya AI menimbulkan dilema etis yang mengkhawatirkan. Negara-negara dengan perkembangan teknologi AI terdepan, baik sebagai produsen ataupun pemakainya, menaruh perhatian serius tentang hal ini. Hal ini terbukti dengan dirilisnya sejumlah dokumen oleh sejumlah lembaga internasional, negara, dan lembaga riset. Dokumen-dokumen ini berisi tentang hasil analisis dan evaluasi pengembangan serta penerapan AI. Beberapa dokumen bahkan lebih jauh dengan memberikan analisis prediktif tentang problem-problem etis yang muncul ke depan dengan preseden yang sudah hadir di masa sekarang. Adapun yang kedua, terkait Indonesia yang belum memiliki riset strategis ataupun dokumen strategi nasional yang memadai sebagai panduan sekaligus analisis prediktif secara kritis (khususnya secara etis ) terhadap roadmap perkembangan teknologi nasional, termasuk AI.
Dari sejumlah dokumen yang kami teliti, dokumen yang dirilis oleh EPRS-STOA atau European Parliamentary Research Service-Scientific Foresight Unit pada maret 2020 adalah yang paling menarik. Dokumen 128 halaman ini diberi judul The ethics artificial intelligence: Issues and initiatives. Bagian penting dari dokumen ini ialah analisis pemetaan dampak negatif perkembangan AI yang telah terjadi dan akan dapat terjadi di masa depan pada enam sektor utama kehidupan manusia beserta turunannya, sebagai berikut:
Pertama, isu sektor sosial, seperti pada pasar tenaga kerja, ketidaksetaraan, privasi, hak asasi manusia, bias, dan demokrasi.
Kedua, isu sektor psikologis manusia, seperti dalam status kedirian (person-hood) dan relasi-hubungan (relationships).
Ketiga, isu krisis sektor sistem finansial.
Keempat, isu sistem legal atau hukum, seperti hukum kriminal (criminal law) dan perbuatan melawan hukum (tort law).
Keempat, isu sektor lingkungan dan planet, seperti penggunaaan SDA, polusi dan sampah, dan masalah energi.
Keenam, isu sektor kepercayaan (trust), seperti kejujuran, transparansi, akuntabilitas, dan kontrol.
Dokumen lainnya, seperti AI-UNESCO, CNSP-AI (Comparison of National Strategis to Promote Artificial Intelligence), dan RCF-AI (Rome Call for AI Ethics) juga turut menyuarakan evaluasi dan memperlihatkan strategi pengembangan AI di pelbagai negara. Indonesia, cepat atau lambat akan berhadapan dengan gempuran teknologi AI di tingkat yang massif dan akan merasakan dampaknya. Apakah hal tersebut akan menjadi ancaman atau tantangan? Tentunya kedua-duanya sama berbahayanya. Ancaman yang tidak dapat diatasi adalah mimpi buruk. Tantangan yang tidak dapat dihadapi pertanda buruk. Jika AI dan perkembangannya adalah peluang, maka Indonesia perlu bertindak sigap, serius, serta terukur untuk memanfaatkannya. Rasanya, menyediakan dokumen strategi nasional yang memadai adalah harga mutlak yang sulit ditawar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
