Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ayipudin

Menyoal Nasib Guru di Era AI

Teknologi | 2023-08-29 05:44:26

Digitalisasi pendidikan adalah suatu keniscayaan. Kini, ruang kelas bukan satu-satunya tempat belajar. Dunia virtual pun bisa menjadi sekolah dan sejumlah profesi diprediksi bakal tergantikan oleh kehadiran Kecerdasan Buatan (AI). AI adalah mesin kecerdasan buatan dengan gumpalan data yang dirancang untuk membantu melakukan pekerjaan spesifik tugas-tugas keseharian manusia. Di bidang pendidikan AI membantu pembelajaran secara individual yang mampu melakukan pencarian informasi, menyajikannya dengan cepat, interaktif, dirancang terbuka, saling berbagi, terhubung dan berjejaring satu sama lain. Prinsip ini pendanda dimulainya demokratisasi pengetahuan yang menciptakan peluang bagi setiap orang untuk memanfaatkan teknologi secara produktif. Internet dengan variasi informasinya menjadi acuan utama oleh generasi Z dan generasi Alpha dibandingkan dengan perkataan para guru. Kehadiran AI di berbagai platform pendidikan turut menggeser posisi guru. Lantas, apakah kehadiran AI merupakan ancaman terhadap profesi guru? Bagaimana guru sebagai pendidik mempersiapkan para peserta didik menghadapi era AI?

ket, papan tulis, robot. pixabay.com

Disrupsi AI dan Kualitas Guru

Tantangan yang lebih komplek dalam dunia pendidikan membuat semua stakeholder harus bahu membahu dalam melakukan perubahan regulasi agar dunia pendidikan di Indonesia mampu menjawab kebutuhan zaman. Dengan kemampuan AI yang terus berkembang guru bisa menggunakan hasil analisis tersebut untuk membuat pemetaan terhadap minat dan bakat para siswa hingga merancang model pembelajaran yang menyenangkan. Peserta didik akan mendapat pengetahuan yang berlimpah ruah jika guru mampu mengkolaborasikan antara pengetahuan dan teknologi AI sehingga dapat memberikan kemudahan siswa dalam mencari referensi, mendorong kreativitas dan kemandirian dalam belajar serta mendapat informasi dengan cepat dengan menjadi co-creator dan inovator teknologi-teknologi baru.

Namun, pada kenyataannya banyak guru yang rentan terhadap perkembangan teknologi sekalipun dunia pendidikan telah bertransformasi. Padahal yang dibutuhkan dari guru saat ini adalah guru yang memahami dinamika memanfaatkan teknologi sebagai jembatan guna mengedukasi peserta didik. Supaya hal tersebut dapat terwujud, maka dibutuhkan peningkatan kompetensi dan dukungan infrastruktur.

Membahas tentang kualitas guru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam hal ini Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) menyatakan, hanya 40 persen saja guru nonteknologi informasi dan komunikasi yang siap dengan teknologi. Selebihnya, masih terdapat 60 persen guru masih gagap dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang dan berubah dengan cepat. Jika jumlah guru di Indonesia mencapai tiga juta orang, maka baru 1,2 juta yang melek dengan teknologi. Sisanya sebanyak 1,8 juta guru masih gagap teknologi. Dalam segi usia, 30 persen guru sudah berusia di atas 45 tahun. Hal tersebut ternyata terkonfirmasi oleh temuan tentang kompetensi guru yang dinilai begitu rendah. Data dari Uji Kompetensi Guru (UKG) rata-rata sekor kompetensi guru 57 dari 100. Sementara dari sekitar 40 persen seluruh sekolah tidak memiliki aksas internet khususnya jenjang Sekolah Dasar (Analisa Kearney:Kemendikbud).

Dengan demikian, guru termasuk lambat sekali dalam merespon laju disrupsi teknologi yang terus berubah dan berkembang. Dalam pembelajaran guru hanya menyampaikan informasi yang ia ketahui dari sumber yang terbatas sedangkan siswa dengan bantuan AI sudah mampu menerima informasi dengan cepat dari berbagai platform. Guru lebih suka menyediakan informasi secara linear, logis, dan lempeng sedangkan siswa dengan bantuan AI ingin mengakses informasi multimedia hyperlink secara acak. Guru menginginkan siswanya untuk bekerja secara independent sedangkan siswa dengan bantuan AI lebih menyukai interaksi simultan dengan banyak orang. Selain itu siswa juga lebih menyukai pelajaran yang relevan dan serba instan sedangkan guru ingin mengikuti kurikulum dan memenuhi sesuai standar. Siswa hari ini lebih akrab dengan layar dan gadget daripada dengan kertas dan papan tulis. Sampai sekarang masih banyak guru yang melakukan pembelajaran secara konvesional akibatnya, guru dan siswa memiliki perbedaan dalam gaya belajar. Hal ini diperparah dengan kondisi guru yang lambat sekali dalam mengejar laju digitalisasi Pendidikan. Peran guru di sekolah semakin lama semakin menghilang digantikan oleh teknologi yang semakin canggih dan menyediakan berbagai fitur jasa belajar yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Sejatinya kehadiran AI adalah alarm bahwa bisa saja di masa depan jika kompetensi kualitas guru dan inprastruktur tidak segera diperbaiki maka peran guru sangat mungkin tergantikan oleh AI.

Sisi Humanis Guru yang Tak Tergantikan

Peran guru di era AI bukan transfer ilmu semata melainkan juga sebagai teladan yang membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan mengevaluasi proses belajar dari peserta didik. Sesuai amanat dari Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, kompetensi yang harus dimiliki seorang guru adalah kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan kompetensi profesional. Meskipun saat ini sudah banyak teknologi AI yang dikembangkan dengan memiliki kecerdasan yang tinggi dan dapat berinteraksi dengan manusia tetapi jenis interaksi yang dapat dilakukan tentu saja sangat terbatas tergantung program yang diberikan.

Lantas, apa yang membedakan guru dengan AI dalam pembelajaran? Guru melalui interaksi secara langsung antara guru dan siswa dapat belajar apa itu empati dan keterikatan batiniah antara siswa dan guru sangatlah penting dalam pembelajaran. Guru dapat mendesain pembelajaran yang menyenangkan serta melemparkan guyonan untuk mencairkan suasana ketika belajar. Melalui pengalaman belajar itulah yang membedakan antara guru dan AI. AI hanya bekerja sesuai dengan program dan perintah. Sedangkan guru sebagai fasilitator, inspirator, motivator, imajinatif, kreatif dan mengembangkan nilai-nilai karakter dan empati hal tersebut tidak dimiliki oleh AI. Guru memahami secara personal siswa yang satu dengan yang lainnya seperti apa perkembangannya serta bagaimana melakukan intervensi ketika ada masalah. Guru memiliki pengalaman dan pemahaman untuk mendukung dan membingbing siswa saat mereka tumbuh melalui masa kanak-kanak hingga dewasa.

Pengalaman panjang yang dimiliki oleh guru memungkinkan mereka untuk memahami tidak hanya perkembangan kerja otak, tetapi juga perkembangan psikologis siswa yang mengalami perubahan pada setiap periode perkembangannya. Kemampuan guru untuk memberikan dukungan emosional dan batasan yang akan membantu anak-anak menjadi orang dewasa yang berkembang di masa depan adalah hal yang tidak dapat dilakukan oleh AI. Mungkin AI dapat menggantikan beberapa tugas guru tetapi pada akhirnya teknologi tidak dapat benar-benar menjadi lebih humanis yang memperlakukan siswa seperti layaknya manusia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image