Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Agustusan di Baduy Luar

Gaya Hidup | 2023-08-19 12:28:24
Penulis. (istimewa)

Oleh: Dinn Wahyudin

Kami urang Kanekes patuh ka nagara jeung patuh ka pamimpin. Salah sahiji buktina masyarakat Kanekes urang Baduy katelahna, saban tahun Agustusan ilu biung datang kumpul ka tempat upacara anu sok di ayakeun di terminal Ciboleger.” (Kami warga Kanekes taat kepada negara jeung pamimpin nagara. Salah satu buktinya warga Kanekes setiap tahun datang berkumpul dan baur dengan masyarakat lain untuk melakukan Upacara peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia di Terminal Ciboleger).

Demikian diutarakan oleh salah seorang warga Baduy luar yang berdomisili di Kampung Kaduketug seperti dikemukakan Bapak Usep Suhendar, SPd.,MSi. Kepala SDN II Bojong Menteng kampung Ciboleger Kecamatan Leuwi Damar Kabupaten Lebak. Salah satu sekolah yang paling dekat dengan warga Kanekes Baduy luar.

“Kami ngarasa bungah kusabab lain ngan upacara naekeun bandera doang tapi sok loba tongtonan hiburan. Pokona rame. Sok aya tanding balap karung, pagancang gancang mawa kaneker (gundu) pikeun barudak laleutik. Anu leuwih sugema deui biasana loba hakaneun anu ngareunah jeung loba piliheun,” lanjutnya. (Kami merasa bersuka cita, karena bukan sekedar mengikuti upacara, tetapi juga banyak tontonan dan hiburan. Pokoknya meriah. Ada pertandingan balap karung, pertandingan membawa kaneker (dadu). Juga tersedia aneka ragam makanan yang enak enak).

Itulah ekspresi warga Baduy Luar yang berdomisili di Kampung Kaduketug Desa Kanekes Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kampung ini merupakan pemukiman terdekat warga Baduy Luar yang berbatasan dengan Desa Bojongmenteng.

Dalam rangka ikut serta memperingati Hari Ulang tahun Kemerdekaan RI setiap tahunnya, dibawah komando Bapak Jaro (Kepala Desa) Saija, warga Baduy Luar selalu ikut berpartisipasi pada upacara HUT RI. Mereka baur dan berkolaborasi menjadi peserta upacara bersama warga desa Bojongmenteng. Pelaksanaan Upacara di pusatkan di Terminal Ciboleger dengan penuh hikmat.

Upacara dihadiri oleh segenap aparat desa Kanekes, para tetua adat, kaum muda/mudi Baduy Luar dengan penuh antusias. Dan yang tak kalah pentingnya pelaksanaan upacara di Ciboleger sering di dokumentasikan dan siaran langsung oleh kru channel televisi, diantaranya TVRI. Semangat dan Patriotisme sebagai WNI, warga Baduy sangat luar biasa.

Tatali Karuhun

Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat adat etnis Sunda. Mereka saat taat pada adat istiadat leluhurnya. Mereka tidak boleh sekolah. Tidak boleh memafaatkan teknologi dan hidup sesuai dengan adat leluhurnya.

Saat ini populasi Baduy Dalam dan Baduy luar mencapai 26.000 orang, mendiami total tanah Ulayat Baduy seluas sekitar 5.100 Ha. Mereka termasuk masyarakat adat yang terus konsisten “menutup” diri dari dunia luar, dan tidak terpengaruh oleh perkembangan zaman.

Secara umum, etnis Baduy terbagi dalam tiga kelompok. Yaitu Tangtu, Panamping, dan Dangka.

Pertama, masyarakat Baduy Dalam atau tangtu, yaitu kelompok masyarakat Baduy yang paling ketat mengikuti adat istiadat. Baduy Dalam tak mengenal baca tulis, taat pada adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang yang hanya tuturan lisan saja. Mereka tinggal di tiga kampung : Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik.

Kedua, masyarakat Baduy Luar atau masyarakat panamping, yaitu orang yang memutuskan untuk keluar dari Baduy Dalam. Ada beberapa alasan mengapa mereka keluar dari Baduy Dalam. Yaitu : mereka telah melanggar adat baduy dalam, secara sukarela berkeinginan untuk keluar dari baduy dalam, menikah dengan Baduy luar. Ciri baduy luar: mereka telah mengenal teknologi, misal untuk memasak, menggunakan peralatan rumah tangga modern, dan bertempat tinggal yang tersebar sekeliling wilayah Baduy Dalam, seperti kampung Cikadu, Kadukolot, Gajeboh.

Ketiga, masyarakat Baduy yang disebut Kanekes dangka. Masyarakat baduy luar yang tinggal di luar wilayah Kanekes, yaitu kampung Padawaras dan Sirahdayeuh. Kampung dangka ini berfungsi sebagai wilayah penyangga atau buffer zone atas pengaruh dari luar. (Permana, 2001).

Salah satu pikukuh (ketentuan adat) masyarakat Baduy adalah memegang teguh tatali karuhun. Kepatuhan pada adat istiadat dengan konsep tanpa perubahan. Temasuk tanpa perubahan dalam sikap menjaga kelestarian alam dan merawat alam sekitar.

Dalam adat Baduy dikenal dengan ungkapan lojor teu beunang dipotong, pendek teu beunang disambung. Artinya panjang tidak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung. Hal ini memberi makna pada tatacara bercocok tanam yang tak boleh merubah kontur tanah, semisal membuat sengkedan atau terasiring.

Menolak sekolah

Masyarakat Baduy Dalam sangat taat pada adat istiadat leluhurnya. Mereka tidak boleh memafaatkan teknologi dan hidup sesuai dengan adat leluhurnya. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Sunda dengan dialek khas suku Baduy. Sebagian warga Baduy bisa berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

Masyarakat dan generasi muda Baduy Dalam tidak mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui jalur pendidikan formal atau sekolah. Orang Kanekes atau Baduy Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka.

Semenjak kepemimpinan Presiden Soeharto, pemerintah telah berusaha untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka. Namun warga Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut.

Sebagai ilustrasi, SDN II Bojongmenteng merupakan salah satu sekolah yang berbatasan langsung dengan perkampungan Baduy luar.

Seperti dituturkan Bapak Usep Suhendar (Kepala SDN II Bojong Menteng), kendati secara geografis sekolah itu tak jauh dan berbatasan langsung dengan pemukiman Baduy luar dan Baduy Dalam, tak seorangpun anak anak Baduy yang sekolah. Anak Baduy Dalam tak boleh bersekolah. “Tabu bagi anak anak Baduy Dalam dan Baduy Luar untuk bersekolah”. Kalau toh anak anak itu datang ke sekolah, mereka hanya nonton, main-main di pelataran sekolah.

Masyarakat Baduy sendiri lebih senang disebut urang Kanekes- orang Kanekes atau urang Cibeo- orang Cibeo. Hal ini sesuai dengan nama kampungnya yaitu kampung Kanekes dan Cibeo yang terletak di kaki Pegunungan Kendeng, desa Kanekes Kabupaten Lebak. Masyarakat etnis Baduy sebenarnya bukan etnis terasing, yang menutup diri dari dunia luar.

Salah seorang Sosiolog, Garna (1993) meyakini bahwa etnis Baduy bukan masyarakat terasing atau isolated tribe. Sejak Kesultanan Banten beberapa abad lalu, wilayah Kanekes menjadi wilayah kekuasaannya. Masyarakat Baduy secara rutin melaksanakan seba sebagai bentuk pengakuan dan kehormatan kepada penguasa/pemerintahan sampai sekarang. Upacara Seba adalah upacara pengantaran hasil bumi kepada pemerintah kabupaten atau propinsi yang dilakukan setahun sekali.

Masyarakat Baduy secara rutin melaksanakan seba sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan kepada pemerintahan sampai sekarang. Upacara Seba adalah upacara pengantaran hasil bumi kepada pemerintah kabupaten atau propinsi yang dilakukan setahun sekali.

Itulah ekspresi ketaatan warga Baduy kepada negara dan pemimpinnya. Mereka sangat hormat dengan kepada negara. Mereka tak sebatas mengikuti gelar Agustusan setiap peringatan HUT Kemerdekaan. Mereka berkhidmat pada negara dengan caranya sendiri. Hormat kepada pemimpinnya. Mereka berbondong berbaris rapih berjalan kaki melakukan Seba. Upacara seba ini menjadi tradisi turun temurun. Upacara khas setiap tahun, yaitu pengantaran hasil bumi kepada Pemerintah Kabupaten dan Provinsi.

Itulah warga Baduy. Mereka sangat hormat dan berkhidmat pada negara dan pemimpinnya dengan caranya sendiri!

Penulis adalah Guru Besar Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image