Memahami Metode Penetapan Hukum Tarjih Muhammadiyah Bersama AISKA
Agama | 2023-08-19 11:41:08AISKA, Surakarta – Universitas ‘Aisyiyah Surakarta (AISKA) menggelar kajian Manhaj Tarjih bagi komunitas kampus AISKA pada hari Sabtu (19/8/2023) di Aula Baroroh Kampus 1 Universitas ‘Aisyiyah Surakarta. Kajian ini adalah kajian rutin yang diadakan setiap sebulan sekali dan dihadiri oleh dosen serta tenaga kependidikan (tendik) di lingkungan AISKA yang berjumlah sekitar 40 orang. Kajian dimulai pada pukul 08.00 WIB dan berlangsung selama 1 (satu) jam dengan Ustadz Imam Muqoyadi, M. Ag. sebagai pemateri.
Dalam kajian kali ini, Ustadz Imam menyampaikan perihal hukum dalam manhaj tarjih. Istilah tarjih berasal dari disiplin ilmu fikih yang berarti melakukan penilaian terhadap suatu dalil yang tampak bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat. Dapat juga diartikan sebagai evaluasi terhadap berbagai pendapat fikih yang sudah ada mengenai suatu masalah untuk menentukan mana yang lebih dekat kepada semangat Al-Quran dan As-Sunnah dan lebih maslahat untuk diterima.
Semangat yang menjadi karakteristik pemikiran Islam Muhammadiyah disebut dengan tajdid. Tajdid ditegaskan sebagi identitas umum gerakan Muahmmadiyah, termasuk pemikirannya dalam bidang keagamaan. Tajdid mempunyai 2 (dua) arti, yaitu dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian, dalam arti mengembalkan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, serta dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif sesuai tuntutan zaman.
Manhaj tarjih menggunakan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber agama. Hadits yang digunakan adalah sunnah makbulah. Sunnah makbulah merupakan perbaikan terhadap sunnah sahihah. Istilah sunnah sahihah sering menimbulkan salah paham karena identik dengan hadis sahih saja. Akibatnya hadis hasan tidak diterima, pada hal sudah menjadi ijmak seluruh umat Islam. Untuk menghindari kesalahpahaman, rumusan tersebut diperbaiki dan disebut “sunnah makbulah”, yang berarti sunnah yang dapat diterima sebagai dalil agama, baik berupa hadits sahih dan maupun hadits hasan. Hadis daif tetap tidak dapat dijadikan dalil. Namun, ada suatu pengecualian di mana hadits daif bisa diterima, yaitu apabila hadits tersebut banyak jalur periwayatannya sehingga satu sama lain saling menguatkan, ada indikasi berasal dari Rasulullah SAW, tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadits lain yang sudah dinyatakan sahih, serta kedaifannya bukan karena rawi hadits bersangkutan tertuduh dusta dan pemalsu hadits.
Metode untuk menemukan suatu norma syariah menggunakan ijtihad dan dalam praktik Muhammadiyah biasanya digunakan ijtihad kolektif. Qiyas juga dapat digunakan dalam menemukan hukum syar’i, namun terbatas dalam hal yang tidak menyangkut ibadah murni, seperti sholat, haji, dan sebagainya. Pendekatan dalam ijtihad Muhammadiyah menggunakan pendekatan bayani, burhani, dan irfani. Pendekatan bayani menggunakan nas-nas syariah, seperti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pendekatan burhani menggunakan ilmu pengetahuan yang berkembang, seperti dalam ijtihad menggenai hisab. Sedangkan pendekatan irfani berdasarkan kepada kepekaan nurani dan ketajaman intuisi batin.
(/az)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.