Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adhyatnika Geusan Ulun

Refleksi 78 Tahun Indonesia Merdeka

Khazanah | Wednesday, 16 Aug 2023, 13:46 WIB

Ilustrasi 78 Tahun Indonesia Merdeka. (pribadi)

Oleh: Adhyatnika Geusan Ulun

Sudah kewajiban kita mengisi kemerdekaan negeri ini dengan menghiasinya melalui karya nyata yang produktif dan bermanfaat., agar tema di hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh menjadi kebaikan semuanya, bukan hanya untuk diri saja, tetapi maslahat bagi sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia tercinta.

Ditakdirkan Allah Swt menjadi orang Indonesia sungguh anugerah yang patut disyukuri. Sebuah negeri yang digambarkan budayawan sebagai rangkaian mutu manikam dan bak zamrud di khatulistiwa. Di sini, berlimpah sumber daya alam dan tidak pernah kekurangan sumber energi utama, yakni Matahari yang tidak semua bangsa merasakan serta menikmati kehadirannya.

Adalah Indonesia negeri yang sering membuat bangsa lainnya iri atas kekayaan yang dimilikinya. Anugerah ini, sekali lagi patut disyukuri. Sebuah tempat hidup bersuku-suku bangsa terbanyak di dunia. Tidak ada satupun negeri memiliki sebanyak suku bangsa dan bahasa seperti Indonesia. Terlepas dari pengelolaan yang belum tepat dan berhasil guna, namun diakui atau tidak bahwa negeri ini sangat membanggakan siapapun yang lahir di sini.

Menelusuri sejarah perjalanan Indonesia sejak pra sejarah hingga era modern seakan tidak pernah habisnya. Dimulai dari migrasinya keturunan Sam bin Nuh bangsa pasca banjir besar ke benua Asia sangat menarik untuk dikaji. Mereka memilih berbagai tempat sesuai dengan kesanggupan dan naluri untuk mempertahankan kehidupannya. Ada yang memilih di daerah Asia tengah karena lebih tertarik dengan padang rumput untuk ternaknya. Ada yang memilih daerah bergunung-gunung untuk memudahkan mereka berdiam diri. Ada juga yang memili daerah berpantai karena lebih senang mengkonsumsi hasil laut. Namun ada juga yang terdampar di daerah lembah dan hutan karena mereka tertarik untuk berladang dan bertani.

Sejarah mencatat, Indonesia pra sejarah didatangi manusia yang tangguh di hampir segala bidang. Betapa tidak, di sini semua yang disebutkan di atas sangat tersedia. Padang rumput, pantai, lembah, gunung, dan hutan semuanya ada. Sehingga mereka bersyukur menempati wilayah yang sangat memungkinkan untuk melangsungkan kehidupannya. Jika sebagian dari saudara-saudaranya menempati Asia Tengah hanya dapat menempati kekayaan padang rumput untuk menernakan hewan peliharaan, tetapi mereka menderi saat muncul musim salju dan kering. Begitupun dengan mereka yang berhasil membangun rumah tinggal di pegunungan tetapi sangat menderita saat harus berhadapan dengan kejamnya cuaca dingin dan panasnya suhu bumi ketika gunung tersebut aktif.

Namun, nenek moyang yang mendiami negeri ini sangat dimanjakan dengan kenyamanan hidup. Di sini iklim relatif bersahabat dengan syarat keberlangsungan hidup manusia. Tanah sangat subur untuk ditanami berbagai tatanaman, sungai mengalir tak hentinya, memiliki garis pantai terpanjang di dunia yang memungkinkan mencari nafkah di bidang perikanan. Belum lagi gugusan pegunungan yang berlimpah hutan sangat memungkinkan dalam membangun berbagai infrastruktur dan kontruksi bangunan tempat tinggal.

Pada perkembangan berikutnya, di era kerajaan Nusantara penduduk negeri ini hidup penuh kemegahan hdiup. Banyak bangunan monumental didirikan, termasuk tatanan kehidupan mulai ditertibkan. Sejarah banyak mencatat keagungan negeri ini menyeruak melintasi batas wilayah di negara-negara lain sekitarnya. Rasa bangga saat membaca sejumlah buku yang mendokumentasikan kemasyhuran nenek moyang dalam menata negeri yang demikian besarnya ini. Pemerintah, saat itu, menekankan pentingnya toleransi untuk menjaga kerukunan di seluruh bidang kehidupan, sehingga agama tumbuh subur, sektor pertanian berkembang pesat, perdagangan sangat dinamis, termasuk kekuatan armada maritim yang diakui sebagai kekuatan militer terkuat di eranya.

Ada catatan menarik ketika masuk era masuknya Islam ke Nusantara. Penguasa dan rakyat menyambut agama ini dengan penuh suka cita. Padahal, negeri yang sudah memiliki kepercayaan kuat akan agamanya secara umum sangat sulit dipengaruhi paham asing. Namun, itulah negeri ini sangat mudah menerima segala kebaikan yang disebarkan Islam. Para Raja menerima kedudukan barunya sebagai ‘umaro yang setara dalam hak dan kewajiban dengan rakyat di hadapan Allah. Diyakininya bahwa gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan tidak membuat mulia dihadapan Allah, kecuali dengan takwanya.

Melangkah ke masa kolonial, saat negeri ini dicabik-cabik bangsa asing, nusantara tetap memegang teguh politik identitasnya sebagai bangsa timur yang menghormati makhluk Tuhan lainnya. Sehingga, walaupun dijajah, bangsa ini tetap menjalankan tradisi kehidupan bermasyarakat dengan ciri ketimurannya, seperti menjalani dan mempraktikan adab yang baik, melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.

Di masa penjajahan, dengan dipelopori para ulama, bangsa ini gigih berjuang meraih kemerdekaan. Tiga setengah abad lebih tidak hentinya berjuang. Segala daya upaya ditempuh. Mulai jalur diplomasi maupun fisik bersenjata. Namun, ciri ketimuran negeri ini tetap tidak luntur. Sehingga walaupun lebih dari 350 tahun kaum imperialis mencengkeram bumi pertiwi, namun penduduknya tetap tidak kehilangan ciri kenusantaraannya, seperti bahasa tetap dengan kedaerahannya, asesoris budaya tetap dipertahankannya, termasuk dalam bidang praktik keagamaan tetap kuat dengan akar budaya lokalnya.

Tibalah di era pergerakan kemerdekaan, bangsa Nusantara mengikrarkan satu tekad bulat untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa yang satu, Indonesia. Satu komitmen kebangsaan yang kuat, sehingga dari ikrar tersebut, tidak sampai menunggu dua dekade tibalah di gerbang kemerdekaan. Dari sisilah keluhuran adab budaya nusantara yang menuangkannya dalam piagam Jakarta yang kemudian dengan tingkat toleransi terhadap saudar-saudara dari Timur menghasilkan dokumen yang diabadikan dalam Pembukaan UUD 1945. Salah satu alineanya mencantumkan, Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhu, supaya berkehidupan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini meyatakan kemerdekaannya.

Untaian kalimat pada pembukaan UUD 1945 di aline ke tiga di atas sering terdengar saat dibacakan di setiap upacara rutin di sekolah-sekolah. Sebuah pernyataan yang tegas para pendiri bangsa ini bahwa segala bentuk penjajahan tidak boleh hidup di muka bumi ini. lebih menganggumkan lagi, para pendiri bangsa ini menegaskan bahwa kemerdekaan ini tercapai atas campur tangan Tuhan yang senantiasa memberikan anugerah atas kesabaran, perjuangan, dan tekad yang kuat meraih kemerdekaannya.

Pada tahun ini, Indonesia berusia 78 tahun. Umur yang sangat matang untuk ukuran sebuah negara yang memperoleh kemerdekaan. Umumnya, negara-negara yang seusia dengan negeri ini telah mencapai masa keemasan. Sejumlah kemajuan telah dirasakan oleh mereka. bahkan tidak sedikit yang sejajar dan melampaui pencapaian penjajahnya dalam ekonomi, sosial dan, budaya, termasuk teknologi.

Perjalanan sejarah Indonesia, seperti yang telah diuraikan di atas, telah mengalami pasang surut perjalanan sejarahnya. Periode demi periode telah dilalui semuanya. Semuanya berjalan seperti roda berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Suka dan duka.

Terus Melaju untuk Indonesia Maju

Sangat menarik pada peringatan kemerdekaan Indonesia di masa pasca Covid-19 saat ini. Layaknya berada di alam pra-kemerdekaan. Ketika setiap warga negara terkurung di tempat tinggal sendiri. Hampir seluruh sektor kehidupan ‘terpenjara’. Termasuk dunia pendidikan, dimana setiap langkah menjadi terbatas dan terhalang oleh dinding peraturan yang ketat. Sehingga siswa, guru, dan seluruh warga institusi pendidikan meradang.

Menyikapi hal di atas, sesungguhnya pemerintah telah menerapkan solusi alternatif dengan ‘BdR’ untuk kegiatan belajar mengajar, dan ‘WFH’ untuk para guru dan pegawai lainnya. Pembelajaran jarak jauh juga menjadi salah satu strategi menjaga kondusivitas kegiatan edukatif. Kendati hal ini mengundang keresahan sejumlah warga sekolah di daerah-daerah yang sangat minim jangkauan layanan teknologi komunikasi.

Tentu hal di atas pun kembali menggelitik semua saat mengingat pernyataan lanjutan dari pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Adalah wajar ketika sejumlah siswa menuntut komitmen konstitusi tersebut sebagai warga yang berhak mendapatkan keadilan sosial. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”

Namun, seperti halnya perjuangan para pendiri bangsa yang meski terpenjara secara fisik tetapi mampu mengeluarkan potensi ide yang mencerahkan. Potensi optimisme tidak boleh pudar. Karena hal ini hanya akan membuat semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan.

Sikap bijak adalah hal yang sangat diperlukan saat ini. Sekarang adalah momentum untuk mengeluarkan segenap potensi yang dimiliki. Hal ini pun harus menjadi tonggak pembuktian kepedulian semua elemen masyarakat terhadap kondisi yang ‘tidak nyaman’ seperti sekarang ini.

Bagi dunia pendidikan, inilah saatnya guru tampil sebagai teladan, motivator dan generator perbaikan dan perubahan. Hal ini menjadi satu keniscayaan, mengingat vitalnya peran guru sebagai agen perubahan yang akan menghasilkan generasi unggul bangsa.

Sesungguhnya spirit para pendiri bangsa ini harus diaktualisasikan dalam kehidupan sekarang. Cita-cita kemerdekaan yang digaungkan dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran haruslah menjadi karya nyata dalam setiap langkah pendidik. Sehingga tidak hanya bermanfaat bagi diri, namun akan dirasakan maslahatnya oleh sebanyak-banyaknya anak bangsa.

Bentuk nyata perjuangan dalam masa endemi saat ini adalah dengan tetap menanamkan sikap optimis dalam diri. Seperti halnya para pejuang yang optimis pengorbanannya akan berbuah hasil. Mungkin tidak dalam waktu dekat, tetapi setidaknya setiap langkah akan dicatat sebagai amal kebajikan. Sehingga apa yang dicanangkan pemerintah di tema "Terus Melaju untuk Indonesia Maju" pada ulang tahun kemerdekaan tahun ini membawa spirit bagi semua elemen bangsa agar tetap survive menghadapi segala tantangan, rintangan, dan hambatan, menuju Indonesia yang tumbuh sebagai negeri yang kuat, tahan uji dan mendapatkan rahmat dan berkah Allah Swt.

Simpulan

Pada hari ulang tahun kemerdekan tahun ini, sudah saatnya digelorakan kembali semangat perjuangan para pahlawan yang selalu tangguh dalam menghadapi berbagai ujian dengan senantiasa optimis, terus berjuang, dan melaju dalam mengangkat harkat martabat bangsa demi menggapai cita-cita Indonesia merdeka.

Dalam usia kemerdekaan yang sudah mencapai 78 tahun, sesungguhnya republik tercinta ini dipandang belumlah cukup untuk merealisasikan cita-cita bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melestarikan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Diperlukan kesabaran yang tinggi dalam menanti terwujudnya semua cita-cita tersebut. Namun tujuan ke arah itu sudah dimulai sejak negeri ini merdeka. Pembangunan infrastruktur, pusat-pusat ekonomi rakyat dibangun, otonomi daerah untuk percepatan pembangunan diwujudkan, peningkatan sumber daya manusia dalam mencapai generasi unggul didorong di mana-mana, penguatan akan kesadaran hidup berbangsa dan negara dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya terus ditingkatkan. Ada optimisme yang muncul dari setiap kebijakan pemerintah.

Sesungguhnya dukungan pro-aktif harus dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Kewajiban setiap warga negara adalah menyamakan persepsi bahwa kemerdekaan bukan berarti kebebasan yang absolut dengan tidak mengindahkan hak orang lain. Sesungguhnya setiap manusia berada dalam batas ruang, waktu dan orang lain pun memiliki hak yang sama. Tidak seorangpun berhak memaksakan kehendaknya atas orang lain. Tindakan pemaksaan kehendak, apalagi dengan arogan dan cenderung merendahkan martabat orang lain, melanggar prinsip kemanusiaan itu sendiri, karena kemerdekaan selalu berkonsekuensi tanggung jawab atas seluruh tindakan. Dituntut kebijakan dalam berbuat dan bertindak. Tujuan hakiki dari kemerdekaan tidak pernah bisa dilepaskan dari dua hal; berpikir secara bijak dan etis dalam bertindak.

Akhirnya, kemerdekaan merupakan karunia besar dari Allah kepada bangsa Indonesia. Kewajiban kita untuk mensyukurinya, agar kenikmatan tersebut berbuah keberkahan yang berlipat ganda. Rangkaian kalimat yang ditulis dalam teks proklamasi kemerdekaan negeri ini mengisyaratkan bahwa bangsa ini berhak menentukan nasib sendiri dengan tidak bergantung pada negara lain. Sudah kewajiban kita mengisi kemerdekaan negeri ini dengan menghiasinya melalui karya nyata yang produktif dan bermanfaat., agar tema di hari ulang tahun kemerdekaan "Terus Melaju untuk Indonesia Maju" menjadi kebaikan semuanya, bukan hanya untuk diri saja, tetapi maslahat bagi sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia tercinta.***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image