Mewujudkan Mitigasi Kekeringan Yang Handal, Untuk Mencegah Krisis Air Bersih
Gaya Hidup | 2023-08-16 00:12:13Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, dijabarkan tentang Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Sedang kekeringan menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan,
Sehingga, mitigasi bencana kekeringan dapat disimpulkan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi dampak atau risiko yang disebabkan dari bencana kekeringan terhadap masyarakat yang berada dan/atau tinggal di suatu wilayah yang terjadi bencana kekeringan. https://news.detik.com
Persoalan mitigasi bencana kekeringan menjadi hal penting untuk benar-benar dirumuskan sehingga mampu mengatasi dan menyolusi bencana kekeringan yang terjadi. Sebagaimana kondisi Indonesia saat ini yang sedang mengalami kemarau ekstrem yang menyebabkan kekeringan di berbagai wilayah. Maka dibutuhkan mitigasi kekeringan yang handal untuk menyelamatkan masyarakat dan lingkungan yang terdampak.
Ada 2 mitigasi yang perlu disiapkan dalam hal penyelesaian bencana kekeringan.
1. Mitigasi sarana fisik. Pembangunan sarana fisik untuk mencegah terjadinya bencana kekeringan sangat dibutuhkan. Bentuk-bentuk mitigasi sarana fisik yang bisa dilakukan sebelum bencana kekeringan terjadi adalah penetapan area/wilayah penyangga dengan penanaman pohon, pembuatan resapan air dan konservasi alam sehingga akan memunculkan banyak titik mata air. Pembuatan waduk, sumur ataupun sarana penyediaan air bersih yang dibutuhkan masyarakat.
Bentuk mitigasi sarana fisik memang sangat dominan dilakukan sebagai upaya perventif sebelum bencana kekeringan datang, disamping juga harus dilakukan sebagai tindakan kuratif saat bencana datang. Pada saat bencana kekeringan melanda, maka yang paling dibutuhkan adalah penyediaan air bersih yang dibutuhkan masyarakat dalam bentuk apapun. Bisa berupa pengeboran kembali sumur yang memang masih bisa mengeluarkan debit air bersih maupun penyaluran air bersih dengan tangki-tangki air dari wilayah yang tersedia air bersih, dan juga penyemaian hujan buatan.
Pembangunan sarana fisik dan pengelolaan sumber daya air yang ada tentunya membutuhkan kehadiran negara secara utuh sebagai faktor pengeksekusi kebijakan. Tidak boleh sarana pengelolaan air bersih diserahkan pada swasta atau koorporasi, karena sejatinya air adalah hajat hidup masayarakat yang semuanya berhak mendapat pelayanan maksimal dari negara. Karena air sendiri merupakan sumber daya alam yang seluruh rakyat berserikat atas kepemilikannya, dan tugas pengelolaan ada di tangan negara. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa muslim berserkat dalam kepemilikan air, api dan padang gembalaan.
2. Mitigasi edukasi. Edukasi sebelum bencana kekeringan terjadi sangat dibutuhkan masyarakat supaya bijak dalam memanfaatkan air bersih dan berkontribusi aktif dalam mengelola lingkungan. Edukasi berupa pemanfaatan sumber daya air secara benar, pemeliharaan lingkungan, ilmu-imu terapan berkaitan pembuatan sumur resapan di sekitar tempat tinggalnya, pengeoran air bawah tanah sesuai peruntukan dan tidakmembahayakan ketersediaannya sangat diperlukan masyarakat sebagai wawasan awal pencegahan dampak bencana kekeringan.
Edukasi ini pun masih harus dan terus disampaikan sesudah bencana kekeringan terjadi. Hal tersebut bisa dilakukan dengan sebuah gerakan penyadaran masyarakat wilayah terdampak bencana kekeringan. Penyadaran bahwa kekeringan selain merupakan faktor alam yang bisa jadi sudah dicegah sedemikian rupa dengan upaya-upaya terbaik tapi tetap saja terjadi adalah ketetapan dari Allah SWT yang wajib diimani dan sabar atas ketetapan tersebut. Sebab Allah tidak akan menguji seorang hamba di luar kemampuan hamba tersebut. Maka dibutuhkan edukasi keimanan agar masyarakat semakin kuat imannya meski dalam kondisi kesempitan.
Di sisi lain, edukasi bahwa segala dampak kerusakan yang terjadi di darat dan di laut adalah akibat ulah tangan manusia juga wajib ditanamkan sebagai sebuah screening supaya masyarakat selalu taat pada semua aturan Allah swt sehingga kebaikan akan senantiasa melingkupi kehidupannya. Begitupun bencana kekeringan, sejatinya di samping akibat adanya fenomena alam berupa musim kemarau panjang yang ekstrem, juga adanya el Nino dan IOD, tapi hal tersebut tak akan bertambah parah jika semua elemen bersenergi dalam tindakan pengelolaan lingkungan yang benar sesuai yang Allah perntahkan.yaitu dilarangnya manusia beruat kerusakan di bumi.
Maka tak ada yang lebih berkuasa melakukan seluruh rangkaian mitigasi di atas selain negara, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Satu-satunya negara yang akan mampu mengemban amanah tersebut adalah negara yang memahami bahwa pelaksanaan pelayanan semua urusan rakyat kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Alah swt. Negara yang amanah dalam kehadirannya secara nyata untuk kemaslahatan rakyat. Tak terbeli dengan fee koorporasi dan bertanggung jawab penuh mengelola lingkungan dengan seluruh daya dan potensi yang ada untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebaikan untuk rakyatnya. Dan wujud negara tersebut bukanlah negara sekuler kapitalis seperti saat ini, tetapi sebuah negara yang tegak berdiri di atas landasan keimanan dan aturan dari Allah swt Dzat Yang Maha Benar.
Wallahu'alam bishowab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.