Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jihan Fadhilah

Pinjol Semakin Subur, Racun di Tengah Impitan Sistem Kehidupan Sekuler Kapitalisme

Agama | Tuesday, 15 Aug 2023, 10:26 WIB

Oleh : Jihan Fadhilah S.T.

(Pemerhati Kebijakan Publik)

Akumulasi jumlah rekening pemberi pinjaman (lender) hingga Mei 2023 mencapai 12.856 entitas. Khusus di Kaltara 935 entitas. Sedangkan akumulasi penerima pinjaman (borrower) di Kaltim mencapai 1.193.043 entitas dan Kaltara 101.488 entitas. Sejalan dengan jumlah rekening yang terus meningkat, secara nominal juga terus meningkat.

Secara nominal dana yang diberikan lender (pemberi pinjaman) asal Kaltim mencapai 897 miliar dan Kaltara 18,47 miliar. Sedangkan dana yg diterima borrower (peminjam) Kaltim mencapai 7,52 Triliun dan Kaltara 661 miliar.

Pinjol memang banyak diminati masyarakat karena proses yang mudah. Cukup dengan menggerakkan jari di aplikasi, pinjaman cair secara cepat tanpa banyak syarat. Banyak masyarakat tertarik dengan pinjol karena 2 (dua) faktor, pertama, pinjol ini tanpa agunan. Kedua, prosesnya cepat karena syarat-syaratnya ringan. Dalam proses registrasi secara online, syarat yang diminta dari peminjam hanya KTP, slip gaji, dan terkadang NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Bunga yang ditetapkan oleh pinjol legal/resmi (berlisensi OJK), maksimal 0,8% per hari, berdasarkan kesepakatan para investor pinjol yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPBI). Suku bunga ini berbeda dengan pinjol ilegal yang tidak berlisensi OJK, yang besarnya hingga 4% per hari.

Banyaknya masyarakat yang terjerat pinjol bukan sekadar karena minim literasi keuangan. Mereka bisa jadi sudah tahu konsekuensi melakukan pinjaman secara online, apalagi yang ilegal. Berita-berita di media massa sudah banyak yang memberitakan tentang nasib orang-orang yang menjadi korban pinjol. Mulai dari bunga yang sangat tinggi, penyebaran data pribadi, hingga teror oleh penagih utang dan berujung bunuh diri.

Namun, realitasnya, ketika sudah terdesak kebutuhan, sering kali orang gelap mata. Mereka tidak peduli risiko yang akan dihadapinya, yang penting bisa mudah dan cepat mendapatkan dana.

Di bawah kondisi sistem ekonomi kapitalisme hari ini yang melahirkan kemiskinan struktural, menjadikan banyak orang terdesak kebutuhan. Di sisi lain, produksi dan promosi masif tanpa batas dalam kapitalisme telah menghasut masyarakat untuk bergaya hidup konsumtif sehingga tidak bisa membedakan antara kebutuhan yang harus dipenuhi dan keinginan yang bisa ditunda atau diabaikan. Jadilah, pangsa pasar pinjol sangat besar.

Lantas, orang-orang yang rakus memanfaatkan pangsa pasar ini untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Mereka menyediakan pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi hingga jumlah yang harus dibayar peminjam bisa berlipat ganda hanya dalam hitungan hari. Sistem ekonomi kapitalisme memang memungkinkan bisnis yang demikian. Jika sudah meresahkan masyarakat, baru ditindak. Itulah sebabnya pinjol dianggap legal di negeri ini, hanya yang bunganya melebihi ketentuan yang disebut ilegal.

Dengan demikian, penyebab maraknya pinjol bukan semata minimnya literasi keuangan, melainkan penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini telah menciptakan kondisi pada aspek permintaan (kemiskinan dan gaya hidup konsumtif) maupun penawaran (legalnya bisnis riba) sehingga terbentuklah kondisi maraknya pinjol. Akibatnya, masyarakat mengalami masalah ganda, yaitu tekanan finansial dan dimanfaatkan oleh pinjol. Ketika tagihan datang bertubi-tubi laksana teror, banyak yang tidak kuat mental sehingga memilih bunuh diri sebagai penyelesaian.

Walhasil, solusi terhadap maraknya pinjol ini bukan semata memberi edukasi finansial pada masyarakat, tetapi solusi sistemis, yaitu mengganti sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem ekonomi Islam

Berdasarkan kajian fakta-fakta pinjol yang ada, jelas bahwa pinjol itu haram hukumnya menurut syariat Islam, baik pinjol legal maupun ilegal, berdasarkan 2 (dua) alasan sebagai berikut:

Pertama, terdapat riba, yaitu tambahan yang dipersyaratkan dalam akad pinjaman (qardh) dalam 3 (tiga) bentuknya, yaitu bunga, denda, dan biaya administrasi. Ketiga bentuk tambahan yang disyaratkan (ziyâdah masyrûthah) ini tidak diragukan termasuk riba yang telah diharamkan dengan tegas dalam syariat Islam. Firman Allah Swt.,

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(QS al-Baqarah : 275)

Kedua, terdapat bahaya (dharar) yang dialami oleh peminjam, yaitu setidaknya ada tiga macam bahaya; (1) penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan teror; (2) penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan (3) bunga yang tinggi (khususnya pinjol ilegal). Padahal syariat Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya (dharar) dalam segala bentuknya, sesuai sabda Rasulullah saw.,

”Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirâr).” (lâ dharara wa lâ dhirâra). (HR Ahmad)

Selain menindak tegas pelaku ribawi, negara juga berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan hidup warganya. Negara akan sangat perhatian kepada rakyat miskin yang membutuhkan pertolongan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. Negara akan menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang bisa diakses seluruh warga.

Begitu pula kebutuhan primer individu rakyatnya, negara akan mempermudah rakyatnya untuk memiliki rumah. Dengan kekuatan baitulmal, bukan mustahil negara malah bisa memberikan rumah gratis kepada rakyatnya yang tidak sanggup memilikinya.

Santunan kepada fakir miskin juga akan terus dilakukan hingga mereka bisa keluar dari kemiskinannya. Pada masa Khalifah Harun Arrasyid, misalnya, tatkala ia melihat harta yang menumpuk di baitulmal, ia langsung memerintahkan para petugasnya untuk mendistribusikan harta itu kepada rakyat miskin. Setelah dibagikan, ternyata harta baitulmal makin banyak sebab rakyat yang asalnya miskin kini bisa membayar zakat.

Beliau pun akhirnya meminta petugas untuk mencari siapa yang memiliki utang untuk dilunasi oleh negara, juga siapa saja yang membutuhkan harta untuk keperluan lain, seperti menikah dan berbisnis. Semua dipersilakan untuk mengambil harta sesuai kebutuhannya. Dengan demikian, Khalifah Harun ar-Rasyid menorehkan sejarahnya sebagai pemimpin yang mampu membawa rakyatnya menuju kesejahteraan.

Jerat pinjol yang kian meresahkan ini sejatinya lahir dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Sistem sekulernya menyebabkan orang-orang hidup serba bebas dan tidak mau terikat syariat-Nya. Sistem ekonominya bertumpu pada utang sebagai penggerak pertumbuhannya. Jadi, sudah selayaknya bagi kita untuk membuang sistem ini dan menggantinya dengan sistem Islam. Insyaallah, bukan hanya persoalan pinjol yang selesai, kesejahteraan pun akan benar-benar dirasakan oleh seluruh umat.

Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image