Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ita Wahyuni

Lapangan Kerja Sempit, Kesejahteraan Semakin Sulit

Agama | 2023-08-02 22:07:15

Oleh: Ita Wahyuni, S.Pd.I(Pemerhati Masalah Sosial)

Kutai Kartanegara dikenal sebagai "kabupaten terkaya" di Provinsi Kalimantan Timur, dan termasuk salah satu wilayah yang kaya di Indonesia. Namun mirisnya, lapangan kerja masih saja sempit yang membuat kesejahteraan rakyat pun semakin sulit. Jumlah pengangguran di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur masih terbilang tinggi. Berdasarkan catatan yang diterbitkan Badan Pusat Statistik Kukar pada 2022 menguraikan terdapat 20.400 pengangguran di kabupaten ini. Jumlah tersebut merupakan 5,7 persen dari sekitar 729.000 penduduk Kukar. Sedangkan warga Kukar yang memiliki kartu pencari kerja jumlahnya mencapai 10.989 orang.

Plt. Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker), Muhammad Hatta, memberikan penjelasan mengenai hal tersebut. Ia menyebut, jumlah pencari kerja pada tahun ini berkurang 600 orang dari tahun sebelumnya. Pada 2023, terdapat 10.300 pencari kerja di Kukar. Hatta juga mengungkapkan, berbagai upaya untuk menekan angka pengangguran sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Kukar. Job Market Fair atau Bursa Kerja yang terselenggaran di Gedung Putri Karang Melenu belum lama ini adalah salah satu upayanya.

Selain bursa kerja, Distransnaker Kukar juga punya Program Kukar Siap Kerja untuk mengatasi pengangguran. Dalam program ini, beber Hatta, pihaknya membantu warga memiliki keterampilan kerja dan usaha. Caranya dengan memberikan pelatihan kerja seperti menjahit, tata boga, dan bengkel las kepada warga. Sejumlah warga juga diberi peralatan usaha agar mereka bisa membuka usaha.

Gagal Fokus Penyelesaian

Problem pengangguran memang masih menjadi PR besar bagi Indonesia, tak terkecuali di Kukar. Berbagai jurus pun sudah dilakukan. Namun, tampaknya, dari rezim ke rezim pengangguran terus jadi problem warisan dan sulit diselesaikan hingga sekarang.

Lantas, kenapa hal ini bisa terjadi? Karena sejak awal pemerintah gagal fokus dalam menyelesaikan persoalan ini. Selama ini pemerintah hanya fokus pada aspek pasokan tenaga kerja, bukan pada menciptakan lapangan kerja. Bahkan, pendidikan vokasi yang digagas Kemendikbud dengan "mengawinkan" pendidikan dan industri belum bisa mengatasi angka pengangguran. Sebab, pengangguran meningkat karena makin sempitnya lapangan kerja.
Padahal, menciptakan lapangan kerja adalah tugas negara, bukan tugas individu rakyat.

Namun, dalam sistem kapitalisme, rakyat justru dituntut bekerja tanpa harus menggantungkan nasibnya pada negara. Kalaulah negara membantu, itu hanya sebatas bantuan minimalis. Kartu prakerja, misalnya, apakah berdampak positif mengurangi tingkat pengangguran terbuka? Mungkin iya, tapi pembekalan skill maupun insentif yang diberikan kepada penerima kartu prakerja pun rasanya tak cukup mampu membuat mereka membuka usaha mandiri, terlebih terdapat banyak pula penerima bantuan insentif tersebut yang tidak tepat sasaran. Alhasil masyarakat masih tetap berada dalam kungkungan masalah ekonomi dan sulit mendapatkan kerja.

Maka, semua kondisi tersebut cukuplah menjadi bukti akan kegagalan sistem kapitalisme dalam memimpin negara. Peran negara dalam sistem inipun hanya sebatas regulator. Bahkan, negara tidak jarang berkolaborasi dengan pemilik modal untuk memeras keringat rakyatnya. Wajar saja, penguasaan aset-aset kekayaan alam dan lahan yang mestinya bisa menjadi lapangan kerja bagi rakyat, dihambat oleh kebijakan rezim kapitalistik. Imbasnya, lapangan kerja makin sulit, kebutuhan ekonomi kian mencekik, dan negara menanggalkan peran utamanya sebagai pengurus rakyat.

Cara Islam Mengatasi Pengangguran

Pengangguran akan selalu menjadi permasalahan yang mengiringi ideologi kapitalisme. Beraneka program tidak akan bisa menuntaskan persoalan pengangguran selama perangkat sistem kapitalisme tidak diganti. Tidak berfungsinya negara sebagai pengurus rakyat, mahalnya biaya pendidikan, kekayaan alam yang dikuasai pemodal, hingga industrialisasi swasta dan asing adalah sejumlah efek penerapan sistem kapitalisme.
Islam memiliki cara tersendiri dalam menuntaskan akar persoalan pengangguran dan turunannya. Pertama, pendidikan terjangkau, bahkan gratis untuk semua. Dengan begitu, rakyat dapat mengenyam pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani dengan biaya pendidikan. Selain, itu mereka diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki.
Kedua, jika individu malas bekerja, cacat, atau tidak memiliki keahlian, maka negara berkewajiban memaksa mereka bekerja dengan menyediakan sarana dan prasarananya. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.” Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.
Ketiga, negara akan memberlakukan investasi halal untuk dikembangkan di sektor riil baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan. Keempat, negara mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Kelima, kewajiban bekerja hanya dibebankan pada laki-laki. Kaum perempuan tidak wajib bekerja. Fungsi utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya (ummu warabatul bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki. Dengan kebijakan ini, lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki—kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh perempuan.
Demikianlah mekanisme sistem Islam dalam mengatasi angka pengangguran. Semua langkah tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya penegakan syariat Islam secara kaffah. Wallahua'lam bish shawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image