Peran Aktor Non - Negara Dalam Ilmu Hubungan Internasional Melalui Kebijakan Luar Negeri
Politik | 2023-07-18 21:25:47Halo Readers, kali ini kita akan membahas peran dari aktor non – negara dalam ilmu hubungan internasional baik melalui kebijakan luar negeri, pengaruh ekonomi, atau sebagai kelompok advokasi. Kita juga akan membahas berbagai contoh dan konsekuensi dari peran ini, serta tantangan dan peluang yang dihadapi oleh aktor non - negara saat mereka berpartisipasi dalam dinamika hubungan internasional. Pemahaman yang lebih baik tentang peran ini memungkinkan kita untuk melihat seberapa kompleks dan dinamis dunia politik global saat ini dan memperkirakan bagaimana hal - hal akan berubah di masa depan.
Aktor non - negara dapat berfungsi sebagai pemangku kepentingan dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam hubungan internasional. Aktor non-negara memiliki kemampuan untuk memengaruhi kebijakan internasional, memperjuangkan masalah penting, dan membawa perubahan di tingkat internasional. Mereka juga dapat bertindak sebagai mediator dalam konflik internasional, bertindak sebagai diplomat, dan mendorong kerja sama internasional untuk mencapai tujuan bersama. Kebijakan luar negeri adalah salah satu bentuk peran aktor non - negara yang paling menonjol. Meskipun kebijakan luar negeri biasanya dikaitkan dengan negara, aktor non-negara juga dapat memiliki kebijakan luar negeri mereka sendiri; organisasi internasional non-pemerintah sering menggunakannya untuk mencapai tujuan organisasi mereka.
Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Ani Widyani Soetjipto yang berjudul “Transnasionalisme: Peran Aktor non-negara dalam Hubungan Internasional” menjelaskan bahwa interaksi internasional memiliki sifat tertata dan berpusat pada aktor, cara para aktor non negara dalam mengatasi permasalahan di lingkup internasional sangatlah kompleks yang didasari logika dan bersifat intersubjective yang sebagaimana dijelaskan oleh Maurice Merleau-Ponty “Dunia intersubjektif adalah dunia tentang apa yang umum bagi semua orang, dan tentang apa yang kita anggap sebagai milik orang lain dan diri kita sendiri.” (Merleau-Ponty, M. (1962). Phenomenology of Perception).
Dari perspektif realis menekankan peran utama negara dalam sistem internasional dan skeptis terhadap aktor non - negara dalam hubungan internasional. Menurut perspektif realis, negara adalah aktor utama yang menentukan kebijakan luar negeri dan menjaga kepentingan negara. Dalam perspektif ini, negara dianggap memiliki kekuatan dan peran utama dalam struktur internasional, sementara aktor non-negara dianggap memiliki pengaruh yang terbatas. Hal tersebut dapat kita pahami lebih lanjut pada karya yang ditulis oleh Waltz, K. N. (1979) Theory Of International Politics yang berfokus pada analisis structural sistem internasional dan peran negara dalam hubungan internasional.
Pandangan liberalisme tentang aktor non - negara dalam hubungan internasional cenderung lebih inklusif dan mengakui peran penting yang dimainkan oleh aktor non-negara dalam menciptakan dinamika hubungan internasional. Untuk menciptakan stabilitas dan kemajuan internasional, liberal menekankan bahwa demokrasi, kerjasama, perdagangan, dan aturan hukum sangat penting. Dalam karya yang ditulis oleh Keohane, R. O. (1984). After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy. Princeton University Press, yang menjelaskan bahwa kerjasama internasional tidak hanya terjadi karena adanya hegemoni atau dominasi satu negara, tetapi juga dapat berkembang melalui mekanisme institusional dan norma yang membentuk tatanan internasional. Keohane berpendapat bahwa negara - negara dapat mencapai kerjasama bahkan dalam ketiadaan hegemoni, melalui pembentukan institusi internasional, saling ketergantungan ekonomi, dan norma-norma yang mengatur perilaku aktor - aktor internasional.
Menurut pandangan konstruktivisme, aktor non - negara memainkan peran penting dalam membentuk norma, identitas, dan konstruksi sosial dalam sistem internasional. Konstruktivisme menekankan bahwa norma, nilai, dan persepsi aktor selain faktor material memengaruhi tindakan dan interaksi aktor. Dalam karya yang ditulis oleh Risse-Kappen, T. (Ed.). (1995). Bringing Transnational Relations Back In: Non-State Actors, Domestic Structures and International Institutions, memiliki penjelasan berbanding balik dengan realisme. Mereka mengatakan bahwa hubungan antara negara bukanlah satu - satunya faktor yang relevan dalam hubungan internasional. Mereka menganggap aktor non-negara, seperti organisasi internasional non-pemerintah, kelompok advokasi, dan perusahaan multinasional, memiliki peran yang signifikan dalam membentuk kebijakan internasional dan mempengaruhi dinamika politik di tingkat global.
Sebagai mahasiswa hubungan internasional tentu saja hal tersebut perlu diketahui, materi tersebut ditujukan sebagai grand theory dimana asal dari semua teori sosial itu tercipta dan dapat membantu bagi para undergraduate dalam memahami peran aktor non – state dari aspek politik internasional. Salah satu contoh kasus yang dapat kita lihat melalui peran aktor non negara adalah Human Rights Watch dalam Krisis Kemanusiaan di Myanmar, aktor negara dan non - negara seperti Human Rights Watch (HRW), tertarik pada konflik Rohingya dan Rakhine. Salah satu tanggung jawab HRW sebagai organisasi hak asasi manusia adalah untuk memainkan peran dalam krisis kemanusiaan di Myanmar yang melibatkan kelompok Muslim Rohingya. Dengan menggunakan gagasan Transnational Advocacy Network (TAN), penelitian ini merupakan upaya pertama untuk menganalisis peran HRW dalam krisis kemanusiaan di Myanmar.
Kesimpulan dari paparan di atas adalah bahwa aktor non-negara memiliki peran yang signifikan dalam hubungan internasional. Mereka dapat berfungsi sebagai pemangku kepentingan, memberikan kontribusi dalam kebijakan internasional, memperjuangkan masalah penting, dan membawa perubahan di tingkat internasional. Mereka juga dapat bertindak sebagai mediator dalam konflik internasional, bertindak sebagai diplomat, dan mendorong kerja sama internasional. Aktor non-negara juga dapat memiliki kebijakan luar negeri mereka sendiri, seperti yang sering dilakukan oleh organisasi internasional non-pemerintah.
Perspektif realisme, liberalisme, dan konstruktivisme memberikan sudut pandang yang berbeda terhadap peran aktor non-negara. Realisme menekankan peran utama negara dalam sistem internasional, sementara liberalisme lebih inklusif dan mengakui peran penting aktor non-negara dalam mencapai kerjasama internasional. Konstruktivisme menganggap aktor non-negara berperan dalam membentuk norma, identitas, dan konstruksi sosial dalam sistem internasional. Buku seperti "After Hegemony: Cooperation and Discord in the World Political Economy" oleh Keohane dan "Bringing Transnational Relations Back In: Non-State Actors, Domestic Structures and International Institutions" yang disunting oleh Risse-Kappen adalah beberapa referensi penting yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman tentang peran aktor non-negara dalam hubungan internasional.
Dalam konteks yang lebih spesifik, contoh kasus seperti peran Human Rights Watch dalam krisis kemanusiaan di Myanmar menunjukkan bagaimana aktor non-negara dapat berkontribusi dalam menangani masalah global dan memainkan peran penting dalam advokasi hak asasi manusia. Pemahaman akan peran aktor non-negara dalam hubungan internasional penting bagi mahasiswa hubungan internasional, karena membantu mereka memahami dinamika politik internasional secara lebih komprehensif dan melihat berbagai perspektif teoretis yang berbeda dalam mengkaji peran dan pengaruh aktor non-negara dalam sistem internasional.
Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata Kuliah Aktor Non Negara (Non State Actor) dengan Dosen Pengampu : Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
