Half Way to the God
Agama | 2023-07-18 15:15:25God of the Gaps,
maksudnya tuhan berada di celah-celah ilmu pengetahuan.
4000 tahun lalu, sains tidak bisa menjawab apa itu petir. maka celah itu diisi dengan tuhan.
setelah sains bisa mengisi celah petir, maka tuhan yang tadinya mengisi celah tersebut dibuang.
300 tahun lalu, sains tidak bisa menjawab, mengapa benda jatuh. maka jawabannya tuhan.
setelah sains bisa menjelaskan fenomena Gravitasi, maka tuhan yang tadinya mengisi celah tersebut dibuang.
200 tahun lalu, sains tidak bisa menjawab, darimana asal Manusia. maka diisi dengan tuhan.
setelah sains bisa menjelaskan fenomena Evolusi, maka tuhan yang tadinya mengisi celah tersebut dibuang.
100 tahun lalu, sains tidak bisa menjawab, darimana asal alam semesta. maka diisi dengan genesis.
setelah sains bisa menjelaskan fenomena big_bang, maka tuhan yang tadinya mengisi celah tersebut dibuang.
itulah yang dimaksud dengan “God of the Gaps”
tuhan yang hanya berfungsi menambal lubang di ilmu pengetahuan.
seiring dengan meningkatnya sains dalam menjawab lubang tersebut, maka tuhan yang tadinya menambal lubang tersebut dibuang, dan diingat sebagai mitos.
Narasi diatas di bangun oleh orang-orang penganut atheis atau tidak percaya Tuhan dan turunan-turunan kepercayaannya.
Ateisme berari penyangkalan adanya Allah.Namun arti tentang Allah yang disangkal adanya, tidak sama dengan pandangan semua orang, oleh karenanya arti ateisme berbeda-beda juga.
Adapun Beberapa kepercayaan mengenai Tuhan dapat di jelaskan sebagai berikut :
Agnostik.
Secara terminologi agnostik adalah orang yang memiliki pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan tidak dapat diketahui.
Agnostik lawan kata dari gnostik yang artinya berpendapat bahwa Tuhan dapat diketahui sebagai ada atau tidak. Ateis dan teis lebih berimplikasi pada sikap dan tindakan. Anda seorang teis jika Anda percaya Tuhan ada dan segala tindakan Anda dilakukan dengan berpedoman atas perintahnya, ateis jika Anda tidak menganggap Tuhan ada dan tidak mendasarkan tingkah laku atas perintahnya.
Maka dari itu dapat muncul empat jenis kombinasi:
1. teis agnostik,
mereka yang menyembah Tuhan namun mengakui Tuhan tidak dapat diketahui;
2. teis gnostik
mereka yang menyembah Tuhan yang percaya keberadaan Tuhan bisa diketahui;
3. ateis agnostik.
mereka yang tidak percaya Tuhan dan berpendapat ada/tidaknya Tuhan tidak diketahui; yang terakhir,
4. ateis gnostik.
yakni mereka yang tidak menyembah Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan memang jelas-jelas tidak ada.
Beranjak dari definisi-definisi tersebut kita bisa melihat bahwa di luar sana sebenarnya banyak didominasi oleh teis agnostik, yakni mereka yang tidak yakin bahwa Tuhan ada atau tidak namun melakukan peribadatan untuk sekedar jaga-jaga (ini bisa juga merupakan residu ketakutan yang tertanam sejak kecil akan neraka dan dosa akibat tidak menyembah Tuhan yang benar) atau alasan lainnya.
Sementara itu ada juga beberapa turunan kepercayaan lain seperti
Panteisme adalah suatu posisi yang menganggap Universe/Alam Semesta identik dengan keTuhanan. Dengan kata lain, Tuhan adalah alam semesta itu sendiri. Panteisme merupakan konsep ketuhanan yang nonpersonal/tidak anthropomorphic. Untuk memahami ini kita mulai dengan perbedaan dua konsep penggunaan kata Tuhan, yakni personal dan non personal. Tuhan personal adalah Tuhan yang memiliki kehendak, memiliki keinginan, bisa marah, dan lain sebagainya seperti yang diatributkan pada Tuhan di berbagai agama. Sementara Tuhan nonpersonal umumnya merujuk pada hal-hal seperti kesadaran, energi, dan alam semesta itu sendiri.
Deisme adalah pandangan yang meyakini keberadaan Tuhan (personal) namun menolak Agama. Deis juga secara umum tidak mempercayai entitas dan fenomena supranatural seperti mujizat.
Kata deis mulai muncul dan populer sekitar abad 17 dan lantas mulai resmi tercatat dalam kamus di tahun 1675. Pandangan yang umum oleh para deis adalah Tuhan menciptakan alam semesta dan tidak campur tangan terhadap apa pun sejak itu. Sekilas ini mirip dengan pandangan ateis bahwa tidak ada tanda-tanda di mana Tuhan mempengaruhi sedikit pun apa yang terjadi di dunia saat ini. Semua berjalan sesuai hukum sebab akibat yang berlaku. Perbedaan terletak pada ateis melihat bahwa keberadaan Tuhan pun tidak diperlukan untuk menjawab bagaimana alam semesta ini bermula.
Berbagai macam kepercayaan diatas sebetulnya sah-sah saja karena penggunaan rasional nalar atau logika.
Saintisme, sesuai dengan dogma rasionalis, memandang inteligensi manusia sebgai ukuran seluruh inteligibilitas, saintisme membatasi rasionalisme sendiri dalam batas-batas pengetahuan saja, sehingga roh manusia sendiri direduksi sampai dimensi ilmiah saja. Segala sesuatu dipandang sebagai objek yang dapat diukur, bahkan subjek pada akhirnya nanti dibendakan juga. Maka pada akhirnya saintisme menolak metafisika, sehingga apa yang dipikirkan secara metafisik dibendakan begitu saja, dan ini adalah bentuk ateisme.
Agama sebagai perintah Tuhan mempunyai kebenarannya yang mutlak, namun agama dalam arti bagaimana cara manusia memahami/ menafsirkan perintah-Nya bisa saja salah. Dan pengetahuan yangg lahir dari agama, sebagian didapat melalui penafsiran itu tadi.
Sains sebagai produk rasio dan indera manusia, juga boleh jadi salah. Karena itu sains terus berkembang. Bahkan ada ungkapan jenaka yangg mengatakan bahwa *ilmuan (saintis) boleh salah tapi tak boleh bohong.*
Kalimat TIADA TUHAN SELAIN ALLAH merupakan suatu kesatuan.
Ketika manusia memahami tiada tuhan seperti Ateis dan keturunannya sudah merupakan setengah jalan (Half Way) akan tetapi jika mereka terus menganalisa dan mencermati alam semesta maka semoga mereka mendapatkan ALLAH sehingga menjadi :
TIADA TUHAN SELAIN ALLAH.
Awal dimulai daripada memahami Filsafat Ketuhanan, yaitu pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, memakai apa yang disebut sebagai pendekatan filosofis. Filsafat ketuhanan di kembangkan oleh orang yang menganut agama tertentu (terutama agama Islam, Kristen, Yahudi), dengan menambahkan pendekatan wahyu (wahyu yang original dan validitasnya ada) di dalam usaha memikirkannya.
Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, tetapi *mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan.*
Tuhan yg Esa dapat di benarkan dengan salah satu fakta tata surya Bima Sakti, bagaimana dahulu Galilia galileo menyatakan bahwa Bumi mengelilingi matahari yang kemudian di tentang gereja bahwa itu Haram. ia di bawa ke pengadilan gereja Italia tanggal 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran Aristoteles maupun keyakinan gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta.
Hal ini bisa jadi karena pemahaman agama yang taklid buta dan dogmatis bahwa bumi adalah inti dari tata surya bima sakti sehingga planet lain mengelilinginya bukan bumi yang mengelilingi Matahari.
Lanjut bagaimana keteraturan rotasi dan peredaran planet-planet baik matahari, bumi maupun meteor ini terjadi karena ada suatu energi atau sistem yang mengaturnya. Mereka tidak saling bertabrakan, berbeda dengan mobil yang terjadi tabrakan karena setiap mobil di kendarai oleh setiap supir bukan 1 pihak sehingga ini bukti bahwa Tuhan itu Esa/Tunggal sebagai pengatur tata surya dan alam semesta.
Ada argumen bahwa alam semesta memang sudah alaminya berfungsi karena adanya sistem itu sendiri/ DEISME. Jika ini di pahami maka menjadi pertanyaan kenapa ada meteor jatuh ke bumi ? Jika memang ada sistem kenapa tidak berfungsi ?.
Fakta ini menggugurkannya, ternyata sistem ini ada yang mengatur dan IA mempunyai aturan sendiri. Ini menyimpulkan dalam keteraturan ada yang mengatur bukan sistem yang bekerja.
"Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin;
dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu". QS Al Hadid.3.
Tafsir QS. Al Hadid (57) : 3. Oleh Kementrian Agama RI
Pada ayat ini Allah menyatakan bahwa Dialah Yang Awal, yang telah ada sebelum segala sesuatunya ada, karena Dia-lah yang menjadikannya, dan yang menciptakannya.
Dialah Yang Mahatinggi dari apa saja, tidak ada sesuatu pun yang lebih tinggi daripada-Nya.
Dia-lah Yang Batin, Yang hakikat Zat-Nya tidak dapat digambarkan oleh akal.
Dia mengetahui semua yang tersimpan, yang tidak nyata dan segala yang tersembunyi.
Dia yang paling dekat kepada apa yang telah diciptakan-Nya.
Tidak ada sesuatu pun yang lebih dekat kepada makhluk-Nya selain Dia;
Argumen prima causa atau sebab utama, yang biasanya dituangkan dalam bentuk sebagai berikut:
(1) Segala sesuatu yang berawal (seperti materi) punya sebab.
(2) Alam semesta itu berawal.
Simpulan: maka alam semesta punya sebab dan sebab itu Tuhan.
Premis diatas telah mengasumsikan dari awal bahwa sebab itu sinonim dengan Tuhan, sementara yang ingin dibuktikan di sini adalah keberadaan Tuhan. Akibatnya, premisnya membuktikan dirinya sendiri, dan ini adalah kesesatan pikir yang dihadapi oleh argumen prima causa. Kurang lebih mirip dengan diktator yang mencoba memenangkan dirinya dalam pemilu dengan menjadikan dirinya sebagai satu-satunya calon. Maka dari itu, argumen ini gagal membuktikan keberadaan Tuhan, dan karena mengandung kesesatan pikir patut ditolak.
Jika argumen diatas di bangun oleh para Ateis dan turunannya maka dapat kita tanyakan jika memang ada Tuhan-Tuhan lain atau calon diktator lain (konteks narasi diatas) mengapa Tuhan-Tuhan tersebut tidak melakukan perlawanan nya ?
Sehingga sekarang ini kita masih tetap hidup dan ada Alam semesta ini (milyaran tahun).
Sementara lain sejarah mencatat bahwa Karl Marx menemukan adanya hubungan ‘kotor’ antara gereja dengan pemegang kekuasaan yang terjadi di ranah agama dan politik Eropa pada abad 19. Marx sadar dan geram dengan kenyataan bahwa kaum elit penguasa itu menggunakan agama untuk memobilisasi rakyat untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. Argumen Marx bersama Friedrich Engels adalah bahwa agama harus dijelaskan dalam konteks kondisi sosial dan ekonomi, tidak selamanya harus teologis dan terkotakkan pada dikotomi pahala-dosa dan surga-neraka.
Inilah bagian kontroversial yang diambil sepotong saja...
"Agama adalah desah napas keluhan dari makhluk yang tertekan, hati dari dunia yang tak punya hati, dan jiwa dari kondisi yang tak berjiwa. Ia *adalah opium bagi masyarakat."*
atau dalam Bahasa Jerman aslinya
Die Religion ist der Seufzer der bedrängten Kreatur, das Gemüth einer herzlosen Welt, wie sie der Geist geistloser Zustände ist. Sie ist das Opium des Volks.
Jelas bahwa Karl Marx justru menganggap agama sebagai opium yang maksudnya sarana meringankan beban bagi manusia, alih-alih menuduhnya sebagai sebagai candu yang menyebabkan ketergantungan. Kebenciannya kepada kaum kapitalis yang bersekutu dengan para pemegang kekuasaan dan gereja memanfaatkan agama sehingga rakyat perlu di sadarkan agar mereka mau merubah nasibnya dengan perjuangannya.
Jasmerah, sejarah selalu terulang !. Itu juga jika kita mencermati isi Al Quran sebagian besar berisi sejarah -sejarah dan beberapa ayat mengulang lagi kejadian tersebut.
Ini tak lepas dari sifat manusia yang sering lupa sehingga pengulangan adalah pengingat yang baik, seperti kita ketika menghapal Al Quran setiap ayat di ulang-ulang sampai dengan puluhan kali setelah tertanam maka dilanjutkan dengan ayat berikutnya sampai kita menjadi Hafidz yang baik. Aamiin YRA.
Selain itu Marx menulis kalimat berikut:
“Tidak ada jalan yang mudah menuju ilmu pengetahuan, dan hanya ia yang tak gentar di setiap langkahnya dalam pendakian melelahkan itulah yang memiliki peluang meraih indahnya puncak yang terang nan bercahaya.
Ada Firman Tuhan sebagai berikut :
Tidaklah mungkin al-Qur’ân ini dibuat oleh selain Allâh ; akan tetapi (al-Qur’ân itu) membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan, “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah, “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat semisalnya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.” (Yunus : 37- 38)
“Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’ân ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. (Al-Israa:88)
Ini tantangan Allah kepada Manusia dan Jin untuk berserikat membuat wahyu seperti Al Quran karena bila memakai Logika Ateis maka bisa jadi ada Al Quran-Al Quran lain atau kebenaran lain yang dapat mereka buat ? Esensi surat Al Quran ini juga menginformasikan akan selalu ada orang-orang (Manusia) dan para Jin yang akan menandingi atau membuat Al Quran yang lain.
Allah berfirman,
ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﻋِﻨْﺪِ ﻏَﻴْﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﻮَﺟَﺪُﻭﺍ ﻓِﻴﻪِ ﺍﺧْﺘِﻠَﺎﻓًﺎ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ
“Kalau sekiranya al-Qur`ân itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (An-Nisaa’:82)
Mari kita kaji lebih lanjut isi kandungan Al Quran sehingga kita tidak Half Way tetapi tuntas/kaffah dalam rangka menghadapNYA denga Husnul Khatimah. Aamiin YRA.
Wallahu a’lam bisshawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
