Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cahyaning Ridho Tulaini

MEMBACA PERPUSTAKAAN DIGITAL KABUPATEN WONOGIRI

Eduaksi | Saturday, 15 Jul 2023, 09:53 WIB

Waktu bergerak begitu cepat dan membutuhkan penyesuaian standar hidup yang berbeda. Apalagi, pandemi Covid-19 berlangsung lebih dari setahun. Kurangnya ruang untuk orang dan larangan menyelenggarakan acara massa paling terasa. Bidang-bidang yang mempromosikan pendidikan, budaya, dan literasi di perpustakaan harus segera ditingkatkan ke digitalisasi. Perpustakaan sebagai ruang belajar yang biasanya ramai pengunjung, baik pembaca maupun non pembaca, terpaksa ditutup. Tidak hanya perpustakaan yang ditutup selama pandemi, tetapi juga kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi yang hingga kini belum terealisasi.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, penyelenggaraan perpustakaan sangat penting dalam dunia pendidikan. "Perpustakaan berfungsi sebagai alat untuk pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan hiburan untuk meningkatkan kecerdasan dan pemberdayaan masyarakat," kata artikel tersebut. Sementara itu, Standar Nasional Perpustakaan Perguruan Tinggi (2012) diterbitkan oleh tim di Perpustakaan Nasional RI. Salah satu tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Sudahkah perpustakaan universitas memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan sebaik-baiknya selama pandemi? Perkuliahan telah diadakan secara daring selama lebih dari setahun dan gedung perpustakaan juga ditutup. Para siswa setidaknya membutuhkan bahan bacaan untuk melengkapi catatan kinerja. Ini menciptakan hambatan. Banyak perpustakaan universitas tidak dapat menawarkan layanan digital yang optimal. Bahkan, mungkin ada perpustakaan yang sama sekali tidak mau menawarkan layanan digital.

Kondisi ini membuat siswa sulit mengakses bahan bacaan, terutama karena harga buku yang mahal. Bahkan banyak juga bacaan berupa artikel, majalah, e-book dan sumber lainnya yang dapat diakses melalui internet. Namun, mengakses artikel dan referensi lain yang tersedia secara online tidaklah mudah. Pertanyaannya, bagaimana perpustakaan perguruan tinggi dapat terlibat dalam penyediaan layanan digital di masa pandemi? Saya sendiri sering menggunakan buku elektronik (e-book) dengan aplikasi Ipusnas. Aplikasi Perpustakaan Nasional sedikit membantu ketika siswa terjebak mencari sumber. Pengajuan ke Perpustakaan Nasional tentu saja tidak cukup. Setiap perpustakaan universitas mungkin dapat membuat platform digitalnya sendiri, tetapi harganya cukup tinggi.

Waktu berubah dan pandemi menawarkan pengalaman berharga bagi perpustakaan. Transisi untuk memprioritaskan layanan digital sangat penting. Tidak dapat disangkal bahwa perpustakaan universitas, bahkan di tempat-tempat terkenal, sangatlah bagus. Mungkin hanya enak dipandang, tapi buruk untuk koleksi buku. Pandemi semakin menunjukkan bahwa perpustakaan tidak cocok secara optimal untuk penyampaian layanan digital.

Solusi Kala Pandemi

Perpustakaan digital menjadi solusi untuk menawarkan kepada masyarakat, khususnya pelajar, membaca dengan lebih mudah dan efisien. Di era digital, buku elektronik atau e-book menjadi pilihan utama banyak perpustakaan untuk menawarkan bacaan gratis kepada pengunjung (Etalase Majalah Tempo, 3 Juli 2021). Ini menunjukkan bahwa perpustakaan digital juga bisa menjadi cara untuk mengalahkan bacaan yang mahal dan sulit ditemukan. Kinerja perpustakaan digital tidak lagi diukur dari jumlah pustakawan dan pengunjung. Namun, harus dijawab akses apa yang ditawarkan perpustakaan dan berapa banyak artikel yang dapat dibaca oleh mahasiswa dan masyarakat umum.

Sudah saatnya perpustakaan perguruan tinggi menjadi bagian penting sumber informasi terbuka bagi mahasiswa, seluruh civitas akademika kampus dan masyarakat umum. Sesuai dengan perkembangan infrastruktur teknologi informasi secara nasional, perpustakaan digital harus dapat diakses oleh siswa dan terbuka untuk umum. Pengembangan perpustakaan digital merupakan salah satu cara perguruan tinggi untuk memenuhi percepatan perkembangan zaman. Begitu juga kita sedang menghadapi pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir. Belum lama ini, Perpusnas menerbitkan buku Perpustakaan Khusus vs Inovasi Layanan Covid-19 Masa Pandemi (2021) yang ditulis oleh tim Perpusnas. Buku ini tentang inovasi, kreasi, dan layanan perpustakaan di masa pandemi.

Buku tersebut menyampaikan pesan bahwa perpustakaan dapat mencoba bentuk layanan baru yang lebih aman dan lebih populer di kalangan pengguna. Ada beberapa pilihan layanan. Pertama, mulai layanan dengan koneksi digital. Kedua, menyediakan tautan ke perpustakaan digital lain atau sumber informasi elektronik lain yang sudah ada dan mungkin dibutuhkan oleh pengguna. Ketiga, berbagai kegiatan baru seperti survei online, review dan penulisan buku online. Pada prinsipnya perpustakaan harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat penggunanya. Konsep perpustakaan digital adalah salah satu opsi yang dapat digunakan perpustakaan untuk meningkatkan penawaran mereka. Sekarang bukan saatnya untuk membanggakan jumlah keanggotaan, tetapi untuk menunjukkan kemampuan menyediakan bahan bacaan untuk masyarakat.

Di lingkungan perguruan tinggi, perpustakaan digital saat ini sangat diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ilmuwan komputer dari Universitas Indonesia, Zainal A. Hasibuan menulis dalam artikelnya “Pengembangan Perpustakaan Digital”: Studi kasus Perpustakaan Universitas Indonesia (2005) menyebut perpustakaan digital atau digital library sebagai konsep pemanfaatan internet dan teknologi informasi dalam pengelolaan perpustakaan. Sebagai pusat informasi, perpustakaan harus mampu mengikuti arah perkembangan masyarakat, termasuk pemanfaatan teknologi digital, agar tidak ditinggalkan atau dilupakan. Perpustakaan bukan hanya bangunan yang menampung koleksi, tetapi juga ruang dengan banyak fungsi untuk mempromosikan literasi.

Masyarakat Kabupaten Wonogiri saat ini telah memiliki perpustakaan digital yang tersedia untuk masyarakat umum. Program bernama iWonogiri ini tersedia untuk diunduh di PlayStore. Maryanto, Kepala Dinas Perpustakaan Dinas Kearsipan, mengatakan, aplikasi iWonogiri sudah ada sejak 2019. Pasalnya, luasnya wilayah Kabupaten Wonogiri membuat warga kesulitan untuk membaca buku di Perpustakaan Daerah di Jalan Raya Wonogiri, Donoharjo. , Kabupaten Wonogiri . “Pencipta atau pencetus ide sebenarnya berasal dari kita. Padahal menurut laporan yang saya terima penggunanya tidak begitu banyak," kata Maryanto saat ditemui di kantornya, Rabu (19/1/2022).

Dia menambahkan bahwa meskipun perpustakaan digital akses terbuka nyaman, umumnya sulit membuat orang tertarik membaca. Aplikasi iWonogiri dirilis terutama sebelum pandemi Covid-19. “Kami sedang menjalankan program di daerah bernama kegiatan Mobile Library untuk menumbuhkan minat baca dan iWonogiri,” tambah Maryanto. Wartiningsih, pustakawan Perpustakaan Kabupaten Wonogiri, mengatakan, iWonogiri awalnya merupakan pinjaman dari pihak ketiga, Pemkot Yogyakarta. “Kami sosialisasikan di 25 kecamatan di Kabupaten Wonogiri dan melibatkan perwakilan desa. Tujuan kami hanya menjangkau buku-buku di pelosok,” kata Wartiningsih.

Menurut Solopos.com, ada 281 buku di iWonogiri yang bisa dibaca oleh masyarakat umum, tidak hanya warga kabupaten Wonogiri saja. Menurut Perpustakaan Kabupaten Wonogiri, sejak diluncurkannya aplikasi perpustakaan digital, hingga saat ini telah memiliki 5.473 pengunjung iWonogiri. Untuk informasi lebih lanjut, ada 26 kategori buku di aplikasi iWonogiri. Selain itu, terdapat majalah dan jurnal digital yang dapat dibaca secara gratis. Fitur iWonogiri juga memungkinkan pengguna aplikasi untuk mengajukan permintaan buku yang mereka minati. Mereka tidak hanya memungkinkan masyarakat untuk membaca buku di mana saja dan kapan saja, tetapi juga dapat berkomunikasi secara aktif dengan pihak pengelola Perpustakaan Kabupaten Wonogiri dari jarak jauh.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image