Memperbaiki Sistem Zonasi Sekolah
Pendidikan dan Literasi | 2023-07-14 07:29:55Adalah Manteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang mengeluarkan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi. Bisa dibilang, kebijakan itu menjadi terobosan baru karena dinilai mampu mengatasi ketidakadilan, ketidakmerataan dan percepatan mutu sekolah negeri.
Secara administratif, regulasi PPDB sebenarnya hampir sama dengan apa yang ditetapkan menteri sebelumnya. Perbedaannya terletak pada sisem zonasi yang sebenarnya tidak sepenuhnya mendapatkan dukungan masyarakat. Sistem PPDB dalam Permendikbud No. 14 tahun 2018 memfokuskan pada pembagian wilayah dalam penerimaan peserta didik baru.
Realita di lapangan menunjukkan sistem zonasi tidak begitu mendapat respon positif. Beberapa lembaga pendidikan tidak menerapkan sepenuhnya peraturan tersebut. Lembaga hanya memfokuskan pada persyaratan administratif calon peserta didik, yang sebenarnya ssama dengan regulasi sebelumnya, yaitu Permendikbud No. 17 tahun 2017.
Di wilayah pedesaan, sistem zonasi sejatinya membantu dalam mengurangi ketatnya persaingan. Dengan sistem ini, sekolah tidak perlu lagi repot mencari siswa karena sudah terpetakan dalam zona yang diatur oleh Pemerintah. Namun, peraturan tinggal peraturan, karena nyatanya banyak sekolah yang mengabaikan sistem ini, khususnya lembaga pendidikan berasrama (pesantren).
Pesantren akan kesulitan menerima peserta didik jika dibatasi pada wilayah tertentu. Sekolah lain pun demikian, sistem zonasi membuat sekolah kehilangan koordinasi dengan sekolah lain. Dan, ini tentunya merugikan beberapa lembaga pendidikan.
Problematika lain yang dihadapi dari sistem ini adalah kecurangan dan pemalsuan. Sejumlah orangtua diketahui dikenakan biaya untuk beli kursi demi masuk sekolah negeri. Di Karawang, Jawa Barat, orangtua diminta Rp3 juta agar anak mereka dapat diterima di SMP Negeri.
Di Bogor, ada orangtua yang memalsukan identitas anak mereka agar masuk penerimaan sekolah negeri sesuai zonasi. Kecurangan dengan memanipulasi data domisili pada sistem PPDB sehingga data yang dimasukan berbeda dengan Kartu Keluarga (KK).
Kecurangan lain adalah kelakuan pejabat yang menitipkan anak-anak atau saudara mereka ke instansi sekolah terkait. Di Kepulauan Riau, sejumlah pejabat Pemerintah dan anggota DPRD menitipkan anak agar bisa masuk ke sekolah tertentu.
Dari sejumlah permasalahan sistem zonasi sekolah, tentu dibutuhkan upaya serius untuk memperbaiki hal ini. Sistem ini selayaknya dikembalikan ke awal tujuannya yakni untuk mempercepat pemerataan mutu pendidikan di Indonesia. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu menghapus diskriminasi layanan pendidikan yang selama ini terjadi.
Sebagai penutup, kalimat bagus berikut bisa menjadi renungan. "Untuk menghancurkan sebuah bangsa tidak perlu dengan bom atau roket jarak jauh, akan tetapi cukup dengan merendahkan kualitas pendidikan dan membiarkan pelajar berbuat curang", tegas President Mauritius, Dr. Ameenah Gurib-Fakim. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.