Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Memandu Brandu Menuju Syariat

Agama | Wednesday, 12 Jul 2023, 21:54 WIB

Puluhan warga Gunung Kidul, Yogyakarta, telah tertular antraks. Tradisi brandu dianggap sebagai penyebab terjadinya hal tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, sehingga lekat dengan keseharian warga.

Brandu atau purak adalah tradisi gotong royong warga terhadap pemilik ternak, yang mendapati ternaknya mati atau sakit. Warga patungan mengumpulkan sejumlah uang, untuk membeli hewan tadi dengan harga di bawah standar, dan kemudian membagikan dagingnya di antara mereka.

Sepintas tradisi ini tampak baik, sebab membantu pemilik ternak yang sedang kesusahan. Namun ada beberapa hal yang perlu dicermati dari sudut pandang Islam:

Pertama, haram hukumnya memakan bangkai sebagaimana diaebutkan di dalam QS Al-Maidah ayat 3.

Kedua, ternak mati merupakan benda najis, sehingga tidak boleh diperjualbelikan.

Ketiga, mengonsumsi daging dari hewan sakit, bisa menjadi dharar bagi tubuh. Padahal dalam Islam panduan makanan dan minuman adalah halal dan thayyib.

Keempat, adalah tanggung jawab negara untuk memenuhi kebutuhan pokok warganya. Baik berupa pangan, sandang dan papan, juga pendidikan, kesehatan dan keamanan. Termasuk di antaranya dalam pemenuhan makanan sehat dan bergizi, sehingga warga tidak perlu mempertaruhkan kesehatannya, termasuk juga nyawa, tatkala mengonsumsi makanan.

Kondisi sosial ekonomi warga, dianggap memengaruhi keberlangsungan tradisi ini. Maka untuk menghilangkan tradisi ini, berikan mereka kesejahteraan hidup. Sebab ketika warga sejahtera, dengan sendirinya mereka akan meninggalkan tradisi brandu.

Warga juga memerlukan edukasi dan penanaman keimanan agar seluruh warga memiliki kesadaran hidup sehat, dengan memilih makanan dan minuman yang layak dikonsumsi, semata-mata karena ketaatannya kepada Allah Al-Mudabbir.

Dalam Islam, manusia terikat dengan hukum Allah. Tidak ada satupun aktivitas yang luput dari syariat, termasuk perihal makanan dan minuman.

Begitu pula halnya dengan tradisi, meskipun telah berlangsung lama dan turun temurun, tetapi jika bertentangan dengan syariat, maka harus dihentikan. Tradisi pun tunduk terhadap hukum Allah SWT. Inilah sebaik-baik pengaturan masyarakat, melalui penjagaan negara. Wa ta'awanu a'lal birri wattaqwa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image