Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Meliana Aryuni

Pilih Tetangga yang Cuek atau Toxic?

Gaya Hidup | Tuesday, 11 Jul 2023, 15:26 WIB

Katanya sih tetangga itu adalah orang terdekat kita. Bukan karena jarak rumah berkisar 40 rumah dari rumah kita. Namun, tetangga adalah orang yang cepat untuk kita minta pertolongan bila ada kebutuhan yang mendesak.

Foto diambil dari khazanah.republika.co.id

Pada kenyataannya, tidak semua tetangga bisa menjadi orang yang bisa diminta pertolongan ketika kita membutuhkan bantuan loh. Ada juga tetangga yang cuek sampai-sampai tidak peduli kalau tetangganya merasa terganggu akibat suara musik yang di setel keras. Ada juga tetangga yang dengan seenaknya sendiri mengambil hasil cocok tanam layaknya miliknya. Juga, ada tetangga yang sampai mengganggu kenyamanan untuk tinggal di sana. Padahal ganjaran bagi orang yang tidak mengganggu tetangga adalah surga, Laa yadkhulul jannata millaa yakmanu jaaruHu bawaa iqoH (Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.-Shahihul jaami'.

Sebagai makhluk sosial, kita tidak akan terlepas dengan manusia. Setiap hari kita pasti berinteraksi dengan manusia, di mana saja dan kapan pun. Ketika berinteraksi dengan tetangga kita akan menjumpai beragam karakter manusia. Ada manusia yang 'waras' sehingga bertetangga dengannya membuat hidup menjadi aman dan nyaman. Namun, ada juga tetangga yang 'nyeleneh' dan berbeda dari kebanyakan orang di sekitar. Hidup dengan tetangga seperti ini membuat kehidupan terganggu sekali.

Setelah saya pindah tempat tinggal, saya merasa memang hidup bertetangga itu selalu saja ada tantangannya. Yang terberat adalah menghadapi tetangga dengan karakter ingin enaknya saja. Karakter tetangga seperti itu dan melekat pada dirinya ternyata bukan hanya penilaian saya. Beberapa tetangga pun tahu karakter itu meskipun tidak mau bermasalah dengannya. Mereka memilih diam karena tidak berimbas langsung bagi mereka.

Sebut saja Eni. Tetangga saya ini awalnya baik sekali. Kami sering berbagi makanan bahkan saya sering memesan lauk yang dia jual. Saya pikir dengan cara seperti itu saya telah membantunya dan berusaha menjadi tetangga yang baik.

Saya akan mendahulukan berbelanja kepada tetangga daripada ke tempat yang jauh. Ini saya lakukan agar silaturrahmi terjalin baik. Dalam rangka menjalin silaturahmi itu, ketika dia ingin meminjam uang untuk kebutuhan anaknya, saya pun rela meminjamkannya meskipun pada saat itu saya memerlukan dana itu juga.

Ternyata, apa yang telah saya lakukan itu tidak sejalan dengan yang dia lakukan. Suami Eni yang menjadi seorang supir pengantar telur antar provinsi berbuat sekehendaknya kepada kami. Dia memarkir mobil trus besar di depan rumah kami sehingga menyulitkan kami keluar masuk rumah.

Truk suami Eni itu sebenarnya bukan hanya bermasalah pada kami, tetapi juga pada tetangga lain. Jalan di depan rumah kami itu tiga perempatnya diisi oleh badan truk sehingga motor sangat sulit untuk keluar masuk. Sebenarnya, bukan hanya akses jalan menjadi sulit, asap mobil truk itu pun mengganggu kami setiap kali suaminya memanasi mobil. Apalagi dia memanasi mobil hampir 20 menit.

Gara-gara truk itu juga parit tetangga kami pun amblas, tetapi Eni dan suaminya tidak mau disalahkan. Anehnya, mobil truk itu adalah mobil pengusaha telur yang dibawanya pulang. Namun, pengusaha itu tidak ambil pusing dengan truk miliknya itu. Kami tetangga yang sering pusing karena sopirnya.

Beberapa kali Eni meminta agar tetap parkir di depan rumah kami. Kami pun membolehkan, tetapi dengan syarat mereka tidak bisa selamanya parkir di sana. Kami menawarkan alternatif untuk mereka. Mungkin Eni dan suaminya tidak menyetujui keinginan kami sehingga dia selalu berulah. Dia menganggap itu jalan umum.

Lalu, Eni datang kembali meminta lagi. Berkali-kali juga kami membolehkan sampai akhirnya saudara saya berkunjung ke rumah saya. Mobil truk itu ada di sana dan suaminya yang saat itu duduk di teras dan melihat mobil saudara saya datang. Bukannya mengambil kunci untuk memindahkan atau menggeser truknya, dia malah masuk rumah ke rumah sehingga saudara saya parkir di depan mushola.

Keadaan ini berlangsung berbulan-bulan sehingga kami minta pak RT agar menindaklanjuti keadaan ini. Masalah truk suami Eni ini sudah ada sejak RT yang pertama hingga RT sekarang ini. Namun, ketiga RT itu belum bisa mengatasinya.

Ketua RT yang terakhir ini akhirnya mengadakan musyawarah. Kesepakatannya adalah semua truk parkir di depan mushola. Eni dan suaminya ngeyel dan masih tetap ini parkir di depan rumah saya.

Kejadian yang membuat saya marah adalah saat suami saya jatuh karena berusaha masuk melalui celah truk. Akhirnya, terucaplah kata 'dipolisikan'. Saya sudah terlalu geram dengan sikap suami istri ini. Sudah diberi keleluasaan selama belasan tahun di depan rumah, malah seperti itu perlakuannya kepada kami sekeluarga.

Instruksi dari kepala RT agar parkir di depan mushola diacuhkannya. Insiden besar terjadi saat saudara saya datang untuk menjemput saya dan anak-anak karena ayah saya masuk RS. Di sana kelihatan sekali kalau Eni dan suaminya memiliki dendam kepada kami. Perang dimulai.

Ketika saudara saya parkir di depan rumah, truk itu tidak ada. Setelah mengetahui itu mobil saudara saya, Eni dan suaminya sengaja meletakkan truknya di depan mobil saudara saya. Alhasil, ketika kami hendak pergi, saudara saya tidak bisa keluar. Dengan mudahnya Eni menyuruh saudara saya untuk memindahkan truk itu dengan alasan suaminya lagi ke bengkel dan tidak membawa HP sambil berkata,"Kan butuh tetangga. " Tak berapa lama kemudian suaminya datang dan menantang untuk diviralkan sampai-sampai berusaha untuk menabrak kami. Tenang saja karena semua kejadian dan bukti telah direkam di ponsel saya.

Mengetahui keadaan tersebut, saya akhirnya mencari ketua RT dan minta bantuan tetangga yang lain. Ternyata dari sana terungkap bahwa sifat Eni dan suaminya yang residivis itu memang banyak tidak disukai orang lain. Suami istri ini saja yang menebalkan muka dengan sifat buruknya. Hari itu dia sengaja melakukan perbuat buruk itu kepada kami. Saya tidak ingin kejadian seperti itu terulang lagi sehingga dibuatlah kesepakatan. Bila kesepakatan itu dilanggar, maka hukum akan bermain.

Dari kisah nyata saya di atas, jika kamu berada di posisi seperti saya, maka apa sih yang bisa kamu lakukan? Apakah kamu akan diam dengan tetangga 'aneh' tersebut? Atau kamu akan frontal sehingga membuat gesekan antara kamu dengannya?

Beruntunglah kamu jika memiliki tetangga yang baik. Satu tetangga baik akan membuat kehidupanmu bahagia. Sebaliknya, dengan tetangga yang buruk akan membuat hidupmu seperti di neraka meskipun kakimu masih berpijak di dunia. Bahkan saya berpikir tidak masalah bila tidak memiliki tetangga berkarakter buruk seperti itu.

Hidup itu butuh kenyamanan dan keamanan. Memiliki tetangga yang toxic bukanlah pilihan yang tepat dan kita masih tetap bisa memilih dengan siapa kita berhubungan. Apakah kita mau berhubungan dengan tetangga yang sombong dan mau menang sendiri seperti Eni dan suaminya? Saya pikir tidak akan ada orang yang mau bertetangga dengannya kalau tidak ada mungkin ada sesuatu yang disembunyikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image