Pukul Rata Burden Pajak Sektor Usaha vs Stabilitas Ekonomi
Bisnis | 2023-06-27 21:34:45Ini sudah tahun ke sepuluh Edi (47 tahun) menggeluti bisnis bumbu masak bubuk sachet. Di awal usahanya dulu, terasa begitu berat dan harus tertatih. Selain ongkos produksi, ia harus memilikirkan banyak urusan bisnis lain, termasuk soal pajak UMKM yang “pukul rata”.
Meski omset usahanya masih berkisar Rp50 juta pertahun, tetap saja dikenakan PPH final 0,5 %. Artinya ia kena pukul rata seperti halnya teman pengusaha UMKM lain yang kini omsetnya bahkan sudah mendekati angka Rp.400 juta. Besar kecil omset, pajaknya sama saja!, ini pukulan berat bagi pegiat UMKM pemula seperti Edi.
Beruntung sejak keluar UU tentang harmoni peraturan perpajakan, para UMKM individu hanya perlu membayar pajak jika omzet pertahunnya diatas Rp500 juta. Sebelum aturan ini disahkan, semua pelaku UMKM individu dikenakan pajak sama rata karena tidak ada pengaturan batasan omzet yang dikenakan pajak.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan pelonggaran dan pembebasan kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) bagi pekerja dan UMKM sebagai solusinya. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan diturunkan pada Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Kebijakan model inilah yang paling ditunggu para pegiat UMKM yang butuh stimulan usaha.
Beban Pajak dan Stabilitas Ekonomi
Pajak sebagai sumber pendapatan fiskal, sangat penting bagi pemerintah dalam menjaga keseimbangan dan stabilitas ekonomi. Kemalasan fiskal yang hanya mengandalkan cadangan dana seperti halnya dana Otonomi Khusus (Otsus) di Aceh, dan dana bagi hasil migas, suatu ketika bisa menjadi bumerang.
Namun memaksakan pendapatan dari pajak semata, apalagi dengan kebijakan “pukul rata” bisa menimbulkan bahaya bagi komponen UMKM yang selama ini menopang ekonomi negara.
Artinya bahwa burden atau beban pajak yang dikenakan sama rata pada sektor usaha besar dan kecil bisa mempengaruhi investasi, pertumbuhan bisnis, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Bagaimanapun pemerintah harus selalu melakukan evaluasi dan perubahan kebijakan perpajakannya melalui langkah-langkah untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan pajak dan pertumbuhan sektor usaha, agar berkelanjutan dan mendorong stabilitas ekonomi yang lebih kuat.
Pemberlakuan pajak yang tepat, berdampak pada pertumbuhan usaha. Jika pajak yang dikenakan terlalu memberatkan, tidak proporsional, bisa mempersempit keuntungan yang akan digunakan pelaku usaha untuk ekspansi, investasi, inovasi, dan penciptaan lapangan kerja baru. Akibatnya bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan turunnya daya saing sektor usaha di semua tingkatan bisnis yang makin tidak kompetitif.
Bahkan burden pajak yang tinggi, berbahaya karena bisa mendorong pengusaha menghindari pajak, atau fatalnya beralih ke sektor informal. Alamat akan turun pendapatan negara!.
Beberapa jenis pajak, seperti pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai (PPN), menambah beban langsung pada arus kas perusahaan. Pajak yang tinggi atau aturan pengumpulan pajak yang rumit bisa menyebabkan keterbatasan modal dan likuiditas, terutama bagi UMKM. Dengan berkurangnya akses atas modal dan likuiditas bisa menghambat ekspansi bisnis, investasi dalam peningkatan produktivitas, dan mempersulit pemenuhan kewajiban finansial yang lain.
Untuk menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah harus mempertimbangkan strategi perluasan basis pajak dan diversifikasi sumber pendapatannya. Diversifikasi sumber pendapatan dapat mengurangi ketergantungan pada pajak sektor usaha tertentu, sehingga mengurangi beban yang terlalu besar pada sektor tersebut. Selain itu, perluasan basis pajak melalui pengenaan pajak yang adil dan efisien kepada semua sektor usaha dapat membantu menciptakan stabilitas fiskal yang berkelanjutan.
Mencari Jalan Tengah
Jika kasus yang dialami Edi terus terjadi, bukan tidak mungkin usaha yang baru dirintis dan butuh dukungan kebijakan pemerintah itu justru akan gulung tikar. Maka secara teratur, Pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan pajak untuk memastikan bahwa beban pajak pada sektor usaha tetap seimbang dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Jika ditemukan kebijakan pajak yang tidak efektif atau memberatkan, reformasi perpajakan perlu dipertimbangkan untuk memperbaiki ketidakseimbangan tersebut. Reformasi yang tepat bisa saja meliputi; pemangkasan tarif pajak, pengurangan birokrasi, penyederhanaan prosedur perpajakan, dan pengenalan insentif pajak untuk mendorong investasi dan inovasi, serta memastikan distribusi pajak yang adil dan merata.
Jika pajak yang dibebankan di dalam negeri lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing, bisa-bisa sektor usaha di Indonesia akan kesulitan bersaing, baik dalam soal harga yang tidak kompetitif dan kualitas produk atau layanan.
Para investor asing tidak akan tertarik berinvestasi dan membatasi ekspansi usaha. Akibatnya tentu saja penurunan daya saing berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan stabilitas mata uang negara.
Selain penurunan ekspor, kerugian lain bagi sektor usaha adalah ketergantungan pada pasar internasional. Seperti halnya ketergantungan pengusaha tempe pada kedelai import dari Negeri Paman Sam. Tempenya dinikmati di Indonesia, tapi kedelainya ditanam di Amerika?.
Sebaliknya inisiatif yang harus didorong adalah kebijakan yang semakin memudahkan dalam bertransaksi, sepertinya halnya inisiasi Regional Payment Connectifity (RPC), sistem pembayaran lintas negara yang sedang digagas Indonesia dan negara ASEAN dalam pertemuan di Labuhan Bajo tahun 2023 ini.
Pada akhirnya Pemerintah harus fokus pada bagaimana menjaga stabilitas ekonomi, dengan merumuskan kebijakan pajak yang seimbang dan berkelanjutan dengan pertumbuhan sektor usaha. Cakupannya sangat luas, termasuk mengevaluasi tingkat pajak yang dikenakan pada sektor usaha, mempertimbangkan insentif fiskal yang mendorong investasi dan pertumbuhan, serta mengurangi birokrasi yang berlebihan.
Mengadopsi kebijakan perpajakan yang adil, cerdas dan responsif agar bisa membantu menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif, mendorong pertumbuhan dan meningkatkan stabilitas ekonomi.
Berikutnya, mendorong diversifikasi sumber pendapatan, dan melakukan evaluasi serta reformasi kebijakan pajak yang diterapkan, agar terwujud lingkungan perpajakan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas ekonomi yang lebih kokoh dan inklusif.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.