Kemiskinan dalam Kacamata Islam: Pengertian dan Strategi Pengentasan Kemiskinan
Ekonomi Syariah | 2023-06-24 17:48:14Kata kemiskinan tidaklah asing ditelinga kita, karena kita sebagai warga negara juga menuntut adanya kesejahteraan yang berpihak pada rakyat. Dari realitas yang ada, timbul ketimpangan pembangunan antara desa dan kota, bahkan daerah terpelosok tidak tersentuh sama sekali oleh tangan-tangan pemerintah. Dari data Badan Pusat Statistik Nasional, tingkat kemiskinan di Indonesia menyentuh angka 9, 57% yang berarti ada sekitar 26,36 juta orang Indonesia berada di garis kemiskinan. Dengan rata-rata penduduk miskin kota sebesar 7,53% dan penduduk miskin desa sebesar 12,36%. Hal ini tentunya menjadi PR bagi pemerintah dalam menegakkan sila ke-5 Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kemudian, bagaimana pandangan islam terkait kemiskinan? Islam memandang masalah kemiskinan ialah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara menyeluruh. Adapun kebutuhan primer tersebut ialah sandang, pangan, dan papan, ketiga hal tersebut berkaitan erat atas eksistensi dan kehormatan manusia. Dengan demikian bagi siapapun yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok tersebut dapat digolongkan pada kelompok miskin atau fakir.
Selain itu, kemiskinan dari perspektif islam timbul karena berbagai aspek struktural. Pertama, kemiskinan timbul karena kejahatan manusia terhadap alam (QS. Ar-Rum [30]:41). Kedua, kemiskinan timbul karena ketidakpedulian dan kebakhilan golongan kaya (QS. Ali Imran [3]: 180). Ketiga, kemiskinan timbul karena sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitasi dan menindas sebagian manusia yang lain seperti memakan harta orang lain dengan cara yang bathil (QS. At- Taubah [9]: 34). Keempat, kemiskinan timbul karena konsentrasi kekuatan politik, birokrasi, dan ekonomi di satu tangan yang tergambarkan dalam kisah Fir’aun, Haman, dan Qarun yang bersekutu menindas rakyat Mesir di masa Nabi Musa As. (QS Al Qashash [28]: 1-88). Kelima, kemiskinan timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam atau peperangan. (QS Saba’ [34]: 14-15).
Strategi Pengentasan Kemiskinan islam memiliki berbagai prinsip-prinsip terkait kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan bagi program pengentasan kemiskinan dan sekaligus penciptaan lapangan kerja yaitu: Pertama, islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat. Islam mencapai pro-poor growth melalui dua jalur utama: pelarangan riba dan mendorong kegiatan sektor riil; Kedua, islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak kepada kepentingan rakyat banyak. Dalam sejarah islam, terdapat tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik; Ketiga, islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat. Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi perekonomian. Keempat, islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas. Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian islam secara serius: birokrasi, pendidikan, dan kesehatan. Di dalam islam, birokrasi adalah amanah untuk melayani publik, bukan untuk kepentingan diri sendiri atau golongan. Kelima, islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin. Terdapat tiga instrumen utama dalam islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak, dan wakaf.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.