Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alvin Eka Prasetya

Media Sosial, Minat Baca Kita, dan Matinya Kepakaran

Pendidikan dan Literasi | Wednesday, 21 Jun 2023, 13:35 WIB

Di tengah derasnya laju perkembangan teknologi saat ini, adakah yang tidak memiliki minimal satu media sosial di dalam kehidupannya? Rasanya sulit menemukan jawaban ‘ada’ atas pertanyaan itu, terlebih di wilayah-wilayah yang sudah terjangkau internet. Sebagaimana dikutip dari laporan We Are Social pada januari 2023, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang, atau setara dengan 60,4% dari populasi yang ada di Indonesia.

Adapun, platform media sosial paling popular di Indonesia menurut We Are Social adalah Whatsapp dengan persentase penggunaan mencapai 92,1% per Januari 2023, diikuti oleh Instagram dengan 86,5%, Facebook 83,8%, dan Tiktok 70,8%. Memang masih terdapat beberapa platform media sosial lainnya, tetapi tidak sepopular empat platform media sosial itu.

Rata-rata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 Jam 42 menit setiap harinya. Dari durasi rata-rata itu, waktu yang dihabiskan untuk menggunakan media sosial per hari mencapai 3 jam 18 menit alias yang tertinggi kesepuluh di dunia.

Media sosial sejatinya sering digunakan untuk banyak hal, mulai dari hiburan, sampai perniagaan. Tetapi, menurut survei Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center (KIC), sebagian besar orang menggunakan media sosial untuk melihat-lihat saja. Sisanya melakukan update status atau berbagi foto/video, berbagi berita dari media daring, mencari teman, serta berjualan secara daring. Artinya cukup banyak waktu terbuang hanya untuk sekadar melihat-lihat segala yang ditawarkan oleh media sosial.

Internet dan media sosial jelas telah memengaruhi kehidupan sosial dalam bermasyarakat. Termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Salah satu pola negatif yang dihasilkan dari media sosial adalah bagaimana terkikisnya rentang perhatian kita. Rentang perhatian adalah jumlah waktu yang dihabiskan untuk fokus pada tugas sebelum menjadi terganggu. Menurut penelitian ilmiah, rentang perhatian kita menurun drastis hanya dalam 15 tahun. Berdasarkan studi Microsoft Corporation, orang sekarang umumnya kehilangan konsentrasi setelah delapan detik dari yang semula memiliki rentang perhatian 12 detik, yang artinya menurut para ilmuan rentang perhatian kita lebih pendek daripada ikan mas yang mampu fokus pada objek selama sembilan detik.

Ragam informasi yang bergerak begitu cepat di media sosial membuat distraksi terhadap rentang perhatian kita, sehingga hasrat untuk menuju ke aktivitas atau sensasi lain menjadi tak tertahankan. Sebagai contoh, ketika kita melihat konten-konten di platform tiktok, saat kita baru beberapa detik melihat salah satu video/konten kemudian merasa bosan, kita dengan sadar, mudah, dan cepat menggeser ke video/konten lain yang tersedia. Kesadaran, kemudahan, dan kecepatan dalam mengganti video/konten tentu berdasarkan pengetahuan kita jika masih banyak video/konten yang ditawarkan di dalam platform itu.

Maka menjadi tidak mengherankan jika Indonesia memiliki peringkat minat baca yang rendah di dunia. Sebab, selain faktor-faktor lain yang mengikuti, faktor rentang perhatian rendah sebagai produk dari media sosiallah yang juga memiliki pengaruh terhadap minat baca. Karena, membaca buku dibutuhkan rentang perhatian yang tinggi.

Pola negatif lainnya dari internet dan media sosial adalah membuat matinya kepakaran. Mungkin jika kita tanyakan kepada semua profesional dan pakar terkait sebab matinya kepakaran, maka jawabannya adalah internet.

Sebagaimana kita ketahui, di internet beberapa orang terpandai di dunia hadir di sana. Sementara itu, orang-orang yang paling bodoh juga hadir di sana, hanya terpisah beberapa klik saja. Bayangkan, dahulu orang-orang meminta nasihat kepada spesialis di semua bidang, sekarang tinggal menuliskan istilah yang dicara ke dalam mesin pencari dan mendapatkan jawaban dalam hitungan detik.

Masalah yang paling jelas adalah orang bebas mengunggah apa pun di internet, sehingga ruang publik dibanjiri informasi tak penting dan pemikiran setengah matang. Internet seperi mengizinkan satu miliar bunga mekar, namun sebagian besarnya berbau busuk, mulai dari teori konspirasi hingga penyebaran informasi bohong (hoax) oleh berbagai kelompok.

Pada akhirnya kita tidak dapat menyangkal bahwa internet dan media sosialnya adalah pencapaian besar yang terus mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik dengan memberikan lebih banyak akses ke sumber informasi, termasuk akses kepada satu sama lain. Kehadiran internet dan media sosial pun bisa dinikmati oleh banyak orang, dibandingkan dengan yang pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Meski demikian, internet dan media sosial juga memiliki sisi gelap. Internet dan media sosial mendorong dampak yang penting dan sangat negatif terkait cara kita mendapatkan pengetahuan dan menanggapi kepakaran.

Tentu saja yang paling disayangkan adalah bagaimana internet dan media sosial bergerak tanpa ada intervensi ataupun kurasi dari perusahaan pencipta sehingga hanya membuat internet dan media sosial hanya mengambil peran sebagai wadah informasi bukan wasit atau kurator dalam satu waktu yang bersamaan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image