Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image syafa kikan

Memberantas Fenomena Penyebaran Hoaks di Media Sosial

Teknologi | 2023-06-16 19:06:39
Sumber : Google

Pada era digital 4.0 yang sedang kita jajaki ini, akses untuk mendapatkan informasi sangatlah mudah. Kini telah tersedia berbagai platform media yang menyediakan informasi-informasi ter-update, seperti platform media sosial Instagram, TikTok, Twitter, dan berbagai platform media online. Arus informasi yang dimuat memiliki tingkat penyebarluasan yang sangat cepat. Namun, informasi yang tersebar terkadang belum pasti kebenarannya. Pengguna media sosial yang awam cenderung akan menerima informasi yang didapatnya begitu saja secara cuma-cuma, tanpa disaring terlebih dahulu. Begitupun dengan komunikator yang menyebarkan informasi, sering kali tidak memikirkan dampak dari perilakunya. Penyebaran berita/informasi yang belum pasti kebenarannya ataupun yang sudah jelas-jelas bohong disebut dengan hoaks. Fenomena penyebaran hoaks yang semakin marak ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu tingkat minat baca yang rendah, pengetahuan yang terbatas, dan sifat mudah terpengaruh.

Dengan berbagai kasus penyebaran hoaks yang semakin hari semakin sering terjadi, pemerintah akhirnya membuat undang-undang khusus yang menaungi penyebaran berita bohong atau hoaks tersebut. Larangan untuk tidak menyebarkan hoaks terangkum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dapat membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”

Selanjutnya, larangan tersebut dibubuhi hukuman pidana dan sanksi yang terperinci pada UU ITE Pasal 45A ayat (1) yang menjelaskan bahwa jika melanggar peraturan yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) maka akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Aturan tersebut berpotensi dapat memberantas pelaku penyebar hoaks dengan efektif.

Upaya Filterisasi Berita/Informasi di Media Sosial

Langkah awal untuk menyaring atau memfilter informasi dapat dilakukan dengan cara menanamkan kesadaran kepada masyarakat Indonesia akan pentingnya literasi. Literasi adalah kemampuan seseorang dalam memahami informasi dan pengetahuan yang didapatnya. Dalam rangka memupuk kebiasaan menyaring informasi, khususnya di media sosial, masyarakat harus meningkatkan minat pada literasi media. Literasi media adalah kemampuan individu untuk mengakses, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan kritis serta bertanggung jawab. Proses filterisasi informasi dengan literasi media ini dimulai dari mencari tahu tentang kredibilitas sumber informasi. Setelah itu, perlu diidentifikasi lebih dalam terkait informasi yang diberikan. Hal ini berkaitan dengan kualitas, relevansi, dan akurasi informasi yang dimuat di media sosial. Jika dirasa sumber kurang kredibel dan informasi yang diberikannya cenderung rancu maka informasi tersebut lebih baik tidak perlu terlalu digubris dan disebarluaskan.

Dengan adanya literasi media, tentunya masyarakat dapat menangkal informasi yang tidak akurat, salah, atau hoaks di media sosial. Banyak manfaat yang diperoleh ketika pengguna media sosial mulai menanamkan kebiasaan untuk melakukan literasi media dengan baik. Selain dapat lebih hati-hati dalam menerima informasi, literasi media juga dapat meningkatkan keterampilan kritis. Hal ini disebabkan oleh kegiatan evaluasi yang dilakukan ketika menyeleksi informasi. Pemikiran kritis muncul ketika penerima informasi menganalisis informasi dengan hati-hati, mempertanyakan klaim/pernyataan yang tidak terbukti, dan mencari bukti yang kuat sebelum mempercayai atau menyebarkan informasi. Masih banyak lagi manfaat yang diberikan dari kegiatan literasi media dalam menangkal informasi hoaks, di antaranya pengguna media sosial dapat mengetahui sumber yang terpercaya, memahami bias media, dan meningkatkan kesadaran digital.

Identifikasi Berita Hoaks di Media Sosial

Identifikasi berita hoaks di media sosial merupakan bagian dari literasi media. Berikut ini cara untuk mengidentifikasi berita hoaks di media sosial:

1. Berhati-hati dengan click bait atau judul yang terkadang menjerumus dan terdapat unsur provokasi.

2. Cermati dengan baik kesesuaian judul dengan isi berita/informasi.

3. Membandingkan antara satu informasi dengan informasi lainnya yang sejenis.

4. Melakukan pengecekan terhadap fakta-fakta yang diberikan sumber.

5. Berdiskusi dengan teman atau ahli yang sekiranya paham dengan informasi yang ingin diperiksa kebenarannya.

Pengguna media sosial yang sadar akan pentingnya literasi media dan mulai menetapkan kegiatan tersebut menjadi kebiasaan, tentunya akan mudah dalam mendapatkan informasi yang bernilai dan bermutu. Pengguna tersebut tidak akan mudah percaya dengan berita hoaks. Jika belum mampu melakukan literasi media dengan baik maka akan tetap terlena dengan berita-berita hoaks yang tersebar di media sosial. Hal ini memberikan banyak dampak negatif, yaitu menimbulkan disinformasi pada masyarakat. Artinya, informasi yang diberikan dapat membingungkan dan menyesatkan masyarakat, serta mengganggu persepsinya terkait realitas. Selanjutnya, hal ini akan berdampak pada pengambilan keputusan yang salah. Dampak negatif lainnya dari penyebaran hoaks di media sosial adalah gangguan sosial yang membuat individu menjadi sensitif dan provokatif yang nantinya akan menimbulkan konflik sosial, kebencian, dan kekerasan antar kelompok. Maka dari itu, penting sekali menanamkan kesadaran akan literasi media dalam upaya memfilterisasi informasi yang didapat dari media sosial.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image