Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Shalih Fauzan

Tren Halal Lifestyle di Indonesia: Peluang atau Ajang Komersialisasi?

Ekonomi Syariah | Friday, 16 Jun 2023, 02:30 WIB

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar yaitu sekitar 86,7% atau 237 juta jiwa dan jumlah institusi keuangan syariah terbanyak di dunia. Beberapa tahun belakangan penggunaan istilah syariah menjadi populer di berbagai media, khususnya media sosial dan media elektronik. Hingga istilah tersebut juga menjadi hal yang biasa bagi sahabat dari komunitas selain Islam. Hal ini disebabkan meningkatnya tren halal lifestyle di Indonesia. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan dalam webinar Kiat Sukses Berbisnis Peluang dan Tantangan yang Dihadapi Pelaku Usaha di Masa Pandemi, Selasa (13/7/2021), bahwa ekonomi syariah memiliki potensi utamanya dalam mencetak peluang usaha sekaligus lapangan pekerjaan di masa depan. Munculnya Perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Finance Technology Syariah menjadi tanda bahwa masyarakat mulai tertarik dengan pola hidup halal. Kemudian hal ini juga mulai masuk pada sektor lain seperti pariwisata, fashion, kuliner, dll. Namun dengan adanya tren halal lifestyle, banyak orang mulai berlomba-lomba menggunakan istilah syariah untuk menarik minat pasar tapi tidak dibarengi dengan pelaksanaan seperti kasus yang terjadi di Bandung, jawa Barat.

Kasus ini terjadi di kawasan Padasuka, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Dilansir dari Kompas.com, korban dengan inisial BR tergiur membeli satu unit rumah dengan iming-iming cicilan tanpa riba atau syariah. Pihak developer menjelaskan mengenai konsep perumahan syariah dengan skema apabila pembelian rumah dengan cash maka akan diberikan harga Rp700 juta per unit. Namun apabila pembayaran melalui kredit selama lima tahun, maka harga rumah menjadi Rp900 juta per unit. Artinya kesepakatan mengenai harga sudah disepakati bersama di awal (konsep saling ridha). Pada Agustus 2021, BR diberitahu oleh developer jika pembangunan rumah tidak jadi dilanjutkan lantaran terdapat masalah pada tanah yang rencananya akan dibangun rumah. Padahal BR telah melakukan DP sebesar Rp5 juta di awal dan membayar angsuran rutin tiap bulannya hingga mencapai Rp340 juta. Saat itu pihak developer menawarkan 2 opsi, yakni relokasi pembangunan rumah atau pengembalian uang 100%. BR memilih opsi kedua, yaitu pengembalian uang 100 persen. Namun pengembalian uang yang dijanjikan developer hingga dilaporkannya kasus tersebut kepada polisi masih belum dipenuhi. Hal ini tidak hanya dirasakan oleh BR saja, namun hingga sekitar 16 calon penghuni lainnya juga mendapatkan kasus yang serupa. Akhirnya, pada Mei 2022, BR melayangkan somasi dan melaporkan kasus ini kepada polisi dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) bernomor STPL/738/V/2022/SPKT/Polrestabes Bandung/Polda Jawa Barat dengan terlapor pimpinan dari developer berinisial ILK.

Pada dasarnya tidak ada masalah dalam penggunaan kata syariah. Secara sederhana syariah adalah jalan yang jelas yang ditunjukkan oleh Allah kepada umat manusia berupa hukum dan ketentuan dalam agama Islam yang bersumber dari Al-Quran, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Tujuan syariah tidak lain dan tidak bukan agar umat manusia tidak tersesat dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Namun terdapat konsekuensi ketika menggunakan istilah syariah dalam diri, usaha, maupun organisasi kita, dimana kita memiliki kewajiban menjaga sistem agar benar-benar dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Pada kasus sebelumnya maka seorang developer juga perlu tahu hak dan kewajibannya berdasarkan syariah dimana dalam bermuamalah terdapat rukun-rukun yang perlu dipenuhi, seperti adanya penjual, pembeli, dan adanya barang yang diperjualbelikan, serta adanya akad. Dalam penentuan barang yang diperjualbelikan pun terdapat ketentuan dimana barang tersebut harus berada pada wilayahnya, yaitu barang yang dijual harus berada pada kuasa developer, bukan berstatus kepemilikan orang lain. Pada tahapan ini perlu adanya pemahaman yang lebih mengenai makna syariah itu sendiri. Diperlukan SDM yang memahami konsep syariah dalam setiap sektor baik pemerintah, keuangan, industri, dan sektor-sektor lainnya supaya terdapat pengawasan dan pengendalian pada pelaksanaannya agar tetap berada pada koridor syariah dan tidak ada yang dirugikan.

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Posisi Indonesia dalam ekonomi dan keuangan syariah global berada posisi yang membanggakan. Namun, dalam Global Islamic Economy Indicator kedudukan Indonesia masih kalah dibandingkan negara Malaysia, yakni di peringkat ke-4. Posisi ini bukan menjadi tujuan untuk menunjukkan siapa negara yang paling islami. Akan tetapi perlu menjadi refleksi bersama mengapa negara yang mayoritas penduduknya muslim justru memiliki kesadaran keislaman yang cenderung kurang, terutama dalam ekonomi syariah dan penggunaan istilah syariah itu sendiri. Kita sebagai muslim perlu terus meningkatkan keilmuan mengenai keislaman dan memahami prinsip-prinsip syariah hingga akhir hayat sebagai sarana meraih ridha Allah SWT. Meskipun tidak memahaminya secara mendalam, namun perlu adanya pengetahuan supaya implementasi dari ekonomi syariah dapat berjalan dengan efektif. Selain itu, perlu adanya dukungan pemerintah sebagai pengawas agar pelaksanaan aktivitas syariah dalam kehidupan bermasyarakat tetap berada pada koridor syariah dan memperhatikan prinsip-prinsip syariah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image