Gerakan Mahasiswa Sebagai Gerakan Sosial
Politik | 2023-06-15 14:52:30Gerakan mahasiswa di Indonesia telah menorehkan tinta emas sejarahnya, dalam setiap periode massa, kelompok kelas menengah perkotaan ini, senantiasa menjadi pioner perubahan politik sejak zaman kolonialisme, kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan era reformasi. Mereka menjadi kelompok patah tumbuh hilang berganti, memberikan kontribusi pemikiran mengkoreksi navigasi kehidupan bernegara untuk kembali diluruskan, setelah melenceng jauh dari cita-cita luhur para pendiri bangsa. Mahasiswa senantiasa hadir memenuhi panggilan zamannya.
Gerakan Sosial
Gerakan mahasiswa dalam dispilin ilmu pengetahuan merupakan bentuk dari gerakan sosial. Gerakan sosial menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai tindakan sosial yang dilakukan sekelompok orang dalam memperjuangkan perubahan, kemunculan gerakan sosial sendiri tidak bisa dilepaskan dari dua faktor, yaitu perkumpulan massal dan perilaku kolektif.
Maksud dari perkumpulan massal adalah adanya eskalasi kegelisahan terus meningkat dikalangan mahasiswa, akibat dari ketidakpuasan pada situasi sosial dirasakan atau ketidaksepakatan pada kebijakan diambil oleh pemerintah, mereka mengorganisir diri ke dalam berbagai kelompok, komunitas, atau organisasi pergerakan. Setiap gerakan mahasiswa menjaring konstituen dengan menghimpun para pengikut sebanyak mungkin, karena sebuah gerakan sosial sejatinya sangat ditentukan oleh basis massa yang ikut terlibat. Kemudian secara kontiyu melakukan aksi-aksi protes dalam bentuk unjuk rasa, aksi mogok, membuat petisi, dan pawai aksi.
Sedangkan perilaku kolektif dipahami hadirnya spirit kebersamaan para partisipan untuk beraksi secara kompak, solid, padu, dan berapi-api. Perilaku kolektif ini harus memiliki tingkat kesadaran serta adanya rasionalitas dari para peserta gerakan, sebab gerakan mahasiswa sebagai kekuatan kaum intelektual-cendikia, harus memiliki pertimbangan-pertimbangan bisa diterima akal sehat.
Selain itu perilaku kolektif memerlukan hadirnya faktor pemersatu sebagai solidaritas bersama, faktor pemersatu bisa berupa ideologi, isu-isu, atau tema-tema tertentu seperti keadilan, demokrasi, dan hak asasi manusia, tentunya ideologi serta tema yang diperjuangkan sesuai dengan realitas objektif yang terjadi di dalam masyarakat. Jadi dapat disimpulkan perilaku kolektif harus melibatkan individu atau sekelompok orang yang terorganisir secara baik dan rapih, untuk melakukan perubahan yang menyentuh dimensi moral, sosial, politik maupun ekonomi.
Peran Mahasiswa
Mahasiswa sebagai kelompok kelas menengah memiliki tiga peran sosial sangat penting, yaitu pemikir, pemimpin, dan pelaksana (Sanit, 1999).
Peran pemikir artinya mahasiswa menyusun dan menawarkan gagasan tentang pengembangan masyarakat ke arah lebih baik, fungsi sebagai pemikir tentu tidak mudah, karena konstruksi pemikiran seseorang itu selain dibangun dari interaksi sosial sangat panjang ditengah-tengah masyarakat, juga terpenting keseriusan mahasiswa untuk mendalami berbagai literatur ilmu pengetahuan sebagai referensi utama mengembangkan alur berpikir kritis dan solutif, sehingga ketika menyampaikan gagasan diruang publik ditopang oleh argumentasi kuat dan ilmiah.
Sedangkan aktifitas mahasiswa dalam membangun kesadaran masyarakat bersifat emansipatoris, dengan mendorong serta menggerakan masyarakat merupakan bentuk dari peran sebagai pemimpin. Mahasiswa tampil ke depan memberikan pendidikan pada masyarakat untuk menjelaskan hak-hak politik sebagai warga negara bersifat otonom dan mandiri, yang tidak boleh dilanggar oleh negara.
Peran pelaksana adalah keterlibatan mereka di dalam aksi-aksi sosial, budaya, dan politik. Mereka senantiasa hadir dalam kerja-kerja konkrit menjadi solusi dari berbagai permasalahan kehidupan berbangsa serta bernegara, mereka tidak diam diatas menara gading, tidak mengasingkan diri dibelakang meja sambil mendiskusikan teori-teori melangit, yang terkadang masyarakat awam tidak memahami, tidak terjebak sebagai intelektual salon kaya gagasan dan pemikiran, indah dipandang publik tetapi miskin aplikasi gerakan dilapangan.
Mahasiswa harus menjadi intelektual organik, komunitas cendikia yang lahir serta tumbuh bersama rakyat, berani memberikan wacana alternatif dari hegemoni dan dominasi narasi kuat berasal dari pusat kekuasaan. Mahasiswa memiliki tugas utama menciptakan sejarah dalam mendirikan dan membangun kekuatan civil society kokoh dan tangguh, siap untuk bergumul bersama masyarakat menghirup keringat dan derita mereka, mahasiswa harus bersama mereka merebut ruang serta makna dalam menentukan arah masa depan bangsa (Fakih, 2002).
Peran terpenting dari gerakan mahasiswa harus memiliki komitmen terhadap kondisi masyarakat, dengan memberikan respon kritis pada pengelolaan jalannya kekuasaan. Gerakan moral memiliki makna melakukan koreksi terhadap praktek pengelolaan kekuasaan yang terbukti melahirkan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Gerakan moral mahasiswa berpretensi bukan pada kalah dan menang, maupun kuat dan lemah, tetapi tidak melibatkan diri dalam perebutan jabatan-jabatan politik pemerintahan, harus steril dari keinginan berpolitik praktis, gerakan mereka berdasarkan pada spirit perjuangan moral dalam menegakan keadilan dan kesejahteraan.
Terakhir, mahasiswa tidak lepas dari peran sebagai aktor perubahan, mereka melakukan perubahan menciptakan sistem konstruktif dalam upaya memperbaiki kondisi bangsa dan menegakan nilai bangsa yang telah tercabik-cabik.
Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA), Ketua Bidang Hikmah dan Hubungan Antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah Karawang.
Referensi Artikel
1. Fakih, Mansour. 2002. Jalan Lain Manifesto Intelektual Organik. (Pustaka Pelajar, Yogyakarta).
2. Sanit, Arbi. 1999. Pergolakan Melawan Kekuasaan : Gerakan Mahasiswa Antara Moral dan Politik. (Pustaka Pelajar, Yogyakarta).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.