Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Musyaffa Rafif Naufal

Kisah Romantisme Dalam Novel Hujan Bulan Juni

Sastra | 2023-06-14 12:01:38

Karya romantis dan impresif yang tak akan lekang oleh waktu melalui simbol alam sebagai sesuatu yang hidup sebagaimana dirasakan manusia. Novel hujan bulan juni merupakan salah satu novel karya Sapardi Djoko Damono dan termasuk dalam periodisasi angkatan 70. Seperti kita ketahui, novel Hujan Bulan Juni itu berawal dari puisi yang berjudul sama. Begitu populernya puisi ini, sehingga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Tagalog, Jepang, Arab, Italia, Rusia, Portugis, Korea, Mandarin, Thai, Malaysia, Urdu, Jawa, dan Bali. Lalu dibuat versi novelnya yang terdiri dari 135 halaman pada 2015. Sapardi Djoko Damono merupakan seorang sastrawan Indonesia yang sudah banyak sekali andil dalam bidang sastra di Indonesia dan beliau merupakan sastrawan yang sudah banyak sekali mendapatkan penghargaan dari dalam maupun luar negri. Dalam novel ini menceritakan kisah percintaan antara Sarwono dan Pingkan. Sarwono merupakan keturunan Jawa asli yang berasal dari Solo, ia merupakan dosen muda pada jurusan antropologi Universitas Indonesia, yang gemar sekali membuat puisi. Sarwono ternyata menaruh hati kepada seorang wanita yang bernama Pingkan. Pingkan sejatinya memiliki darah Manado dari ayahnya dan darah jawa dari ibunya, ia merupakan dosen juga pada jurusan bahasa dan sastra jepang, Universitas Indonesia. Kisah asmara mereka berdua menemui banyak sekali perbedaan, halangan dan rintangan, mulai dari perbedaan keyakinan yang mana Sarwono itu beragama Islam dan Pingkan yang beragama Kristen, kemudian perbedaan budaya, dan Pingkan yang mendapatkan beasiswa untuk pergi ke Jepang sehingga mereka berdua harus Long Distance Relationship (LDR). Dan sebenarnya Sarwono dan Pingkan itu tidak mempermasalahkannya, namun hubungan mereka berdua tidak direstui oleh keluarga Pingkan. Malah keluarga Pingkan yang tidak berharap Pingkan melanjutkan hubungannya dengan Sarwono. Singkat cerita mereka berdua sedang duduk di taman kampus, kemudian Sarwono memberitahukan bahwa ia diberi tugas oleh kaprodinya untuk mempresentasikan kesepahaman kerjasama antropologi antara Universitas Indonesia dengan Universitas Samratulangi Manado, dan Sarwono mengajak Pingkan untuk menjadi asistennya selama di Manado. Sarwono ingin menghabiskan waktu berdua bersama Pingkan sebelum pingkan pergi ke Jepang karena mendapatkan beasiswa di sana. Di hari pertama sesampainya dimana Manado, Pingkan menemani Sarwono untuk mempresentasikan nota kesepahaman kerjasama antropologi antara Universitas Indonesia dan Universitas Samratulangi Manado. Di hari kedua sarwono dan Pingkan pergi ke sebuah danau yang indah di Manado, kemudian mereka menaiki perahu dan mengelilingi danau tersebut. Kemudian Pingkan berkata kepada Sarwono “Sar, panas yaa” kemudian Sarwono menjawab “ ya namanya juga bulan juni, ya pasti panas” jawab Sarwono yang dari tadi sibuk menulis puisi untuk Pingkan di atas perahu. Kemudian Pingkan bertanya “Sar, kenapa kamu ga pernah mengirim puisi puisi mu ke koran”, Sarwono kemudian menjawab “puisi puisiku itu hanya untuk kamu Sar”. Di esok harinya di sebuah pantai di Manado sarwono memberi tahu kepada pingkan bahwa ia telah selesai menulis puisi untuknya. Akan tetapi Pingkan tidak mau membaca puisinya tersebut, melainkan menyuruh Sarwono membacakan puisinya tersebut untuknya. Puisi yang dibuat Sarwono untuk Pingkan berjudul “hujan bu

dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya

Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak

dari hujan bulan Juni

dihapusnya jejak-jejak kakinya

yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif

dari hujan bulan Juni

dibiarkannya yang tak terucapkan

diserap akar pohon bunga itu

Nah singkat cerita pingkan pergi ke Jepang untuk melanjutkan pendidikanya, Sarwono merasa kehilangan sosok Pingkan dan Sarwono merasa ragu atas sikap Pingkan yang dekat dengan seseorang yang bernama Katsuo. Katsuo dulu merupakan mahasiswa yang belajar di Universitas Indonesia dan sekarang dia menjadi dosen di Jepang. Dan Sarwono kerap sekali menunjukan rasa tidak senang terhadap pingkan yang dekat dengan Katsuo. Pada akhirnya sepulangnya Pingkan dari Jepang, Pingkan mendengar berita bahwa Sarwono itu di rawat di rumah sakit di Solo. Kemudian terbanglah Pingkan menuju Solo untuk menjenguk Sarwono. Namun setibanya di Solo ia malah bertemu dengan ibu Sarwono, dipeluknya Pingkan sambil dibisiki bahwa dokter melarang siapapun untuk menengok Sarwono sebab masih dalam kondisi kritis. Kemudian ibu pingkan mengeluarkan lipatan koran dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Pingkan. Dan dilihatnya tiga buah sajak pendek di salah satu sudut halaman koran tersebut. Cerita dalam novel ini berhenti ketika pingkan ingin menemui sarwono di rumah sakit dan Sapardi membiarkan cerita dalam novel ini mengambang tanpa ada kelanjutannya bakal seperti apa, dan membiarkan para pembaca berimajinasi seperti apa lanjutan cerita dari novel tersebut. Untuk mengetahui liku cerita secara sempurna, kita perlu menuntaskannya dengan membaca bagian kedua dan ketiga yang telah diterbitkan. Bagian kedua trilogi berjudul “Pingkan Melipat Jarak”, sedangkan bagian ketiga berjudul “Yang Fana Adalah Waktu”. Bagaimana nasib akhir tokoh-tokohnya? Happy ending, sad ending atau ending yang terbuka? Untuk mengetahuinya, Anda perlu membaca ketiga trilogi secara keseluruhan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image