Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rifqi Dhowiy

Menikah di Usia Dini, Solusi Tepat atau Risiko?

Edukasi | Tuesday, 13 Jun 2023, 19:52 WIB
Ilustrasi Pernikahan. Sumber Gambar oleh: https://www.shutterstock.com/id/search/menikah

Pernikahan dini kini menjadi sorotan publik. Sulawesi Barat dan Nusa Tenggara Barat merupakan daerah tempat terjadinya peristiwa tersebut. Tak terkecuali kasus Blitar yang menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Indonesia ketika ratusan anak muda dinikahkan. Kasus pernikahan dini banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan permasalahan yang berbeda-beda. Ini telah menjadi perhatian internasional karena risiko yang terkait dengan pernikahan paksa, yang meliputi seks dini, kehamilan remaja, dan penyakit menular seksual. Kemiskinan bukan satu-satunya faktor utama yang mempengaruhi pernikahan dini. Di Indonesia, pernikahan dini bisa terjadi karena banyak hal, termasuk mencegah seks di luar nikah. Beberapa orang tua menikahkan anak remajanya karena alasan keuangan.

Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa perkawinan anak membuat hidup lebih mudah bagi orang tua karena setelah menikah kehidupan anak menjadi tanggung jawab pasangan. Ada yang menjadikan pernikahan dini sebagai tradisi, salah satunya adalah daerah Madura yang menganggap pernikahan dini sebagai salah satu faktornya.

Memperkuat hubungan keluarga jarak jauh. Pernikahan dini juga lebih banyak terjadi di kalangan masyarakat kelas bawah karena orang tua mereka tidak membiayai pendidikan mereka karena menurut mereka lebih baik menikah daripada menganggur.

Dan juga beberapa pemikiran masyarakat adat yang menganggap kalau punya anak perempuan, ada penawar yang harus diterima, kalau tidak diterima bisa lama tidak laku. Hal inilah yang menjadi alasan para pendukung pernikahan dini. Perlu juga diperhatikan adalah risiko komplikasi akibat kehamilan dan persalinan di usia muda, yang meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Selain itu, pernikahan dini dapat menyebabkan gangguan kepribadian dan menempatkan anak yang lahir pada risiko kekerasan dan penelantaran. Persoalan pernikahan dini adalah hak-hak anak tidak terlindungi. Pernikahan dini sangat rentan terhadap perceraian. Jika kita lihat fakta pasca kehamilan: jumlahnya terus bertambah, dan banyak di antaranya adalah pelajar Sekolah Dasar (SD), pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA). Penulis biasanya berteman. Pasangan dalam pernikahan ini menghadapi masalah sosial ekonomi. Masa depan keluarga (anak dan istri) suram akibat putus sekolah. Dampak Perceraian dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bagi keluarga penjahat (suami), perceraian hanyalah upaya untuk menghindari hukum.

Bagi keluarga korban (perempuan), pernikahan dini merupakan upaya menyembunyikan aib keluarga. Dan 80% kejahatan seksual terhadap anak berakhir di keluarga tanpa penuntutan. Ini menyebabkan gangguan mental pada hingga 41% anak-anak. Beberapa orang tua percaya bahwa anak-anak mereka akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah menikah. Ketika seorang anak meninggalkan sekolah, itu memperpanjang rantai kemiskinan. Pernikahan dini juga lebih banyak terjadi pada kalangan menengah ke bawah. Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menegaskan bahwa usia minimal menikah bagi perempuan adalah 16 tahun. UU No 16 Tahun 2019 lalu mengubah usia minimal menikah menjadi 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki. Mengapa undang-undang itu diubah? Melindungi hak-hak anak dan mewujudkan pernikahan yang sehat dan sejahtera.

Bagaimana dengan masyarakat tradisional dan adat yang masih mengamalkan persoalan-persoalan awal? Penulis berpendapat bahwa implementasi hukum dalam masyarakat yang mengikuti tradisi mereka sendiri masih sulit dicapai melalui legislasi domestik, karena kelebihan dan kekurangannya, keduanya memiliki alasan yang kuat untuk pernikahan dini. Pendidikan memainkan peran penting dalam mencegah kerusakan kesehatan yang disebabkan oleh pernikahan dini. Pernikahan dini bukan satu-satunya solusi karena pernikahan dini justru bisa menimbulkan masalah lain. Kami berharap semua orang yang terlibat, termasuk dokter anak, menyadari akhir dari pernikahan dini.

Pendidikan dapat memperluas wawasan anak-anak dan remaja serta meyakinkan mereka bahwa pernikahan harus terjadi pada waktu dan usia yang tepat. Pernikahan bukanlah suatu paksaan atau jalan keluar dari kemiskinan. Pendidikan dapat memberikan informasi tentang tubuh manusia dan sistem reproduksi pada tahap perkawinan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image