Perang Proxy
Edukasi | 2023-06-13 14:30:39Oleh: Dadang A. Sapardan
(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)
Beberapa waktu yang sempat viral di kanal media sosial tentang perilaku segerombolan anak muda yang mengendarai sepeda motor dengan ugal-ugalan. Mereka menjalankan sepeda motor dengan zig-zag sambil mengacung-acungkan senjata tajam pada setiap orang dan kendaraan yang berpapasan. Berkat kesigapan aparat ke Kepolisian, aksi mereka dapat segera dihentikan dan para pelakunya digelandang ke kantor Kepolisian. Setelah diinterogasi, ternyata keberanian mereka melakukan aksi ugal-ugalan dengan senjata di tangan tersebut tidak lepas dari peran minuman keras dan narkoba yang dikonsumsinya. Sebuah kenyataan yang membuat miris setiap orang.
Saat ini, peredaran dan penyalahgunaan narkoba masih terus berlangsung dan cukup mengkhawatirkan banyak pihak. Peredarannya sudah masuk pada berbagai sendi kehidupan masyarakat dengan tidak mengenal usia dan strata sosial. Hampir setiap waktu muncul berita tentang penangkapan terhadap pengguna atau pengedar narkoba. Kenyataan ini merupakan fenomena yang cukup mencengangkan dan membuat berbagai pihak terperangah.
Peredaran dan penyalahgunaan narkoba, selama ini dipandang sebagai bagian dari usaha dengan motif ekonomi dari setiap pelaku pengedarnya. Namun, beberapa pemerhati pernah mengemukakan, bahwa bangsa Indonesia tengah berada di bawah bayang-bayang ancaman perang proxy dengan pasokan narkoba sebagai alatnya. Peredaran narkoba menjadi alat untuk melumpuhkan sendi-sendi bangsa, sehingga bangsa ini dapat dengan mudah dikuasai
Untuk melawan fenomena demikian, kesadaran seluruh pemangku kepentingan harus terbangun sehingga dapat bersinergi guna menegakkan eksistensi bangsa ini. Upaya pihak tertentu untuk melakukan perang proxy dimungkinkan dilakukan karena bila tidak dihalang-halangi, bangsa ini akan bertransformasi menjadi bangsa besar yang dapat menjadi penguasa dunia. Barangkali, kekhawatiran inilah yang menjadi pemicu melakukan perang proxy.
Perang proxy atau proxy war merupakan perang yang diciptakan ketika lawan atau musuh menggunakan dan memanfaatkan pihak ketiga sebagai mesin perangnya. Pihak ketiga yang menjadi aktor, digunakan untuk memerangi. Entitas ini bisa dalam bentuk lembaga non-negara, organisasi, tentara bayaran, atau kekuatan lainnya yang dipandang memiliki kemampuan untuk menyerang tanpa menyebabkan perang dalam skala penuh. Dalam perang proxy, lembaga atau negara yang memerangi cukup sulit dideteksi. Upaya ini dilakukan dengan maksud untuk menguasai sumber daya negara atau bangsa yang diperanginya. Dengan istilah sederhana, perang proxy bisa disamakan dengan istilah memukul dengan meminjam tangan pihak lain.
Berkenaan dengan fenomena peredaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat, dimungkinkan bahwa fenomena penyebaran narkoba di kalangan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda merupakan bentuk perang proxy yang dilakukan oleh negara atau lembaga tertentu. Kedasaran bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba menjadi bagian dari perang proxy harus terus aktualisasikan sehingga berbagai elemen bangsa ini memberi perhatian serius terhadap fenomena yang terjadi. Upaya menekan peredaran dan penyalahgunaan narkoba bukanlah tanggung jawab pemerintah semata, tetapi menjadi tanggung jawab masyarakat dan seluruh semua elemen bangsa lainnya. Bersama pemerintah, seluruh elemen bangsa harus bersinergi sehingga target yang dipancangkan pihak tertentu melalui perang proxy yang diciptakannya dapat meleset.
Kehati-hatian akan adanya perang proxy harus menjadi perhatian serius dengan bercermin pada sejarah yang pernah dialami Tiongkok semasa perang melawan Inggris pada abad ke-18. Perang di antara kedua negara tersebut terkenal dengan istilah perang candu. Perang candu tidak bisa dilepaskan dari kuatnya motif penguasaan ekonomi oleh negara-negara Eropa, dalam hal ini Inggris, Amerika, dan Perancis terhadap Tiongkok. Perang Candu merupakan strategi yang diterapkan negara-negara Eropa untuk melemahkan kekuatan bangsa Tiongkok. Dengan lemahnya berbagai elemen tersebut, Tiongkok akan dengan mudah ditaklukan dan dikuasai.
Kekalahan Tiongkok atas Inggris merupakan keberhasilan strategi perang proxy yang dijalankan Inggris. Tiongkok harus bertekuk lutut pada Inggris karena banyak prajuritnya yang menjadi pecandu opium. Mereka mengonsumsi opium yang dipasok secara besar-besaran ke Tiongkok oleh pihak ketiga yang menjadi aktor pelaksananya. Sebelumnya, selama beberapa tahun belakangan, Tiongkok dengan kekuatan tentaranya yang militan, sulit ditaklukan oleh tentara Inggris. Ujung dari kekalahan tersebut, Tiongkok harus menandatangani Perjanjian Nanking yang salah satu isinya adalah penguasaan Inggris atas Hongkong selama 100 tahun.
Berkaca pada sejarah Perang Candu yang mengakibatkan kekalahan Tiongkok tersebut, tentunya kita berharap agar kejadian yang demikian tidak teralami oleh bangsa Indonesia. Kecanduan penduduk potensial akan narkoba harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan. Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba harus terus ditekan, sehingga target pelemahan berbagai elemen bangsa dapat dipatahkan.
Terlepas dari apakah motifnya perang proxy atau motif ekonimi, untuk melawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat, diperlukan peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan guna menurunkan prevalensi peredaran dan penyalahgunaan narkoba di masyarakat. Dalam konteks ini, tidak bisa membiarkan lembaga antinarkoba seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk sendirian mengupayakan penurunan prevalensi. Seluruh elemen masyarakat—pemerintah dan non-pemerintah—harus bersinergi bersama lembaga antinarkoba sehingga peredaran dan penyalahgunaan narkoba tidak mengalami peningkatan.
Alhasil, sejarah kelam yang pernah dialami Tiongkok, tentunya tidak teralami oleh bangsa Indonesia. Kecanduan penduduk akan penyalahgunaan narkoba harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan. Angka prevalensi penyalahgunaan narkoba harus terus ditekan, sehingga target pelemahan sendi-sendi kehidupan bangsa dapat disingkirkan jauh-jauh
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.