Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image isdie

Demokrasi Pancasila Apa Demokrasi Liberal?

Info Terkini | Tuesday, 13 Jun 2023, 12:04 WIB

Bulan Juni menjadi sebuah bulan yang bagi kalangan tertentu dikenal dengan bulan Pancasila, dijadikannya tanggal 1 Juni sebagai lahirnya Pancasila meskipun tidak seluruh rakyat Indonesia mengetahui itu yang mungkin diketahui hanyalah tanggal 1 Juni di kalender tanggalnya berwarna merah yang menandakan hari libur.

Dikukuhkannya 1 Juni sebagai hari Pancasila salah satunya untuk mempromosikan dan mensosialisasikan kepada masyarakat Indonesia bahwa Indonesia masih berdasarkan Pancasila sebagai pijakan dalam berbangsa dan bernegara sehingga harus dipahami bagi semua unsur.

Menjadikan Pancasila sebagai dasar negara sudah menjadi kajian dan analisis yang mendalam bagi para pendiri bangsa sehingga Pancasila dijadikan produk paripurna bagi bangsa Indonesia dulu, sekarang dan masa depan. Para perangkat kenegaraan dengan getolnya mengumandangkan Pancasila dimana mana ketika peringatan hari lahir Pancasila serta bulan Pancasila di bulan Juni.

Kumandang Pancasila yang terus-menerus digemakan sebenarnya kalau dicermati dan diteliti secara seksama dapat dikatakan ironis, kenapa dapat dikatakan ironis ? Secara analisis santai Pancasila yang memang sudah tidak bisa digeser oleh apapun menjadi dasar negara seolah hanya menjadi simbol dan lambang serta hanya sebatas koar-koar karena salah satu pelaksanaan dalam sistem kenegaraan agak bergeser dari falsafah dan sila Pancasila itu sendiri.

Dikatakan agak bergeser dari falsafah dan sila Pancasila salah satunya sistem demokrasi di negara Indonesia, dari ditetapkannya negara Indonesia menjadi negara merdeka baik secara de facto maupun de yure Indonesia telah menjalankan Demokrasi Pancasila secara utuh dan konsekuen. Lebih-lebih ketika orde baru Pancasila benar- benar dijalankan sesuai ruh dan falsafahnya meskipun ada beberapa pihak yang memandang sinis dan kurang berkenan, akan tetapi orde baru adalah wujud nyata pelaksanaan Demokrasi Pancasila, berbeda dengab sekarang setelah UUD 1945 diamandemen menjadikan pergeseran arah demokrasi Pancasila.

Pergeseran Demokrasi Pancasila ditandai dengan dibunyikan gong pemilihan presiden secara langsung, pemilihan presiden secara langsung sudah bergeser dari ruh dan falsafah serta Sila Pancasila itu sendiri, sila Pancasila yang menjadi pijakan dasar sudah tidak digunakan dalam menjalankan sistem demokrasi Pancasila yang sebenarnya sudah menjadi pokok dan landasan utama bangsa Indonesia.

Tidak digunakannya sila Pancasila dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila yaitu sila ke 4 yang berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kalau kita cermati bahwa sudah jelas di sila keempat itu menitik beratkan pada permusyawaratan/perwakilan. Jadi kalau sudah memilih wakil rakyat atau legislatif rakyat sepenuhnya mempercayakan segala urusan kenegaraan kepada wakil rakyat salah satunya dalam pemilihan presiden maupun kepala daerah.

Pelaksanaan pemilihan presiden dan Kepala daerah secara langsung merupakan bentuk demokrasi liberal yang sebenarnya salah satu propaganda negara barat dalam mencampuri urusan rumah tangga negara-negara lain yang dinilai akan menjadikan batu sandungan bagi misi yang akan dilaksanakan.

Indonesia sudah menjadi salah satu negara yang tidak mampu memegang konsistensi dan konsekuen terhadap dasar dan pijakan bangsa karena telah mengikuti serta menjalankan demokrasi liberal.

Untuk itu merupakan hal yang mubadir ketika para petinggi bangsa maupun perangkat pemerintahan mendengungkan dengan lantang tentang Pancasila dengan keras dan gagah seakan menjadi corong pancasilaisme tetapi sebenarnya mereka menginjak dan meninggalkan Pancasila itu sendiri sedangkan rakyat dan para penerus bangsa hanya mampu mendengar tanpa menyadari Pancasila itu yang mana dan Pancasila itu apa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image