Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erta Ayuwanda

Fenomena Tutupnya Toko Buku pada Era Milenial di Indonesia

Sastra | Monday, 12 Jun 2023, 20:55 WIB
sumber foto: dokumen pribadi toko buku Togamas

Pengaruh dari perkembangan teknologi benar adanya. Saat ini zaman akan terus berkembang mengikuti perubahan dan modernisasi akan terus mendunia. Masyarakat juga akan dihadapkan dengan adaptasi dari perkembangan teknologi dan zaman itu sendiri. Apabila tertinggal sedikitpun, akses dalam memperoleh informasi dan ilmu terasa lebih sulit. Mengingat bahwasannya kini beralih serba digital dan kecanggihan dari teknologi.

Di era milenial seperti ini untuk mengakses segala informasi memang benar dengan mengakses sistem informasi melalui website. Bahkan untuk mengakses sebuah informasi berbasis website itu sendiri tidak perlu memakan waktu yang lama serta dapat diperoleh darimana saja. Tanpa terbatas oleh biaya, tempat dan waktu. Informasi yang disajikan juga berdasarkan perkembangan waktu dan tidak ketinggalan zaman. Hal ini berlaku pula dengan toko buku yang ada di Indonesia. Mengapa demikian?

Buku tentu akan dijadikan sebagai referensi pembelajaran dan sebagai bentuk dari menghabiskan waktu luang atau hiburan. Dari penerbit kemudian didistribusikan ke toko buku. Buku yang disajikan oleh toko buku juga cukup bervariasi, tidak hanya novel saja, melainkan ada banyak buku ilmu pengetahuan yang disajikannya. Toko buku yang ada tentu saja harus menyesuaikan strategi bisnis nya dengan perilaku konsumen yang berubah di era digital. Yang dimana akses terhadap buku-buku menjadi lebih luas dan mudah dijangkau dari jarak jauh.

Di Indonesia terhitung sudah ada 5 (lima) toko buku yang tutup secara permanen. 5 (lima) toko buku tersebut adalah, Toko Buku Gunung Agung, Books and Beyond, Togamas, Kinokuniya dan Aksara. Hal ini sebagai bentuk penting dari perlunya menyesuaikan di era digital seperti saat ini. Mengingat bahwasannya Indonesia telah dilanda oleh pandemi Covid-19 selama dua tahun silam, sejak saat itu dari masyarakat pun akan menggunakan digital sebagai bentuk akses kemudahan. Dari pandemi yang dibatasi dalam pergerakannya kemudian kecanggihan teknologi sehingga dapat mengakses buku dalam website, lalu minimnya masyarakat Indonesia terhadap literasi termasuk dalam faktor mengapa tutupnya toko buku tersebut.

Penutupan toko buku di beberapa cabang sebagai bentuk upaya dalam mempertahankan dan mengefisiensi cabang, kemudian akan beralih ke penjualanan digital dan tujuan lainnya. Fenomena tutupnya toko buku yang ada di Indonesia sungguh memprihatinkan karena tingkat literasi yang belum baik. Dan saat ini hanya Gramedia menjadi toko buku yang memiliki koneksi dari berbagai kota di Indonesia yang tetap stabil hingga detik ini. Namun dengan begitu tak luput dari Gramedia yang tetap memberikan inovasi baru agar tetap memiliki pelanggannya. Inovasi baru tersebut seperti memberikan kedai makanan dan minuman sebagai pelengkap.

Dengan adanya buku secara digital bukan berarti menggantikan peran buku yang sebenarnya. Buku digital dijadikan sebagai akses alternatif apabila buku tersebut susah dalam jangkauan. Apabila kesadaran dari masyarakat akan minimnya literasi terus menerus terjadi tanpa adanya peningkatan sedikit pun, fenomena tutupnya toko buku akan semakin banyak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image