Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ardelia Rahmadani

Kenali dan Cegah Terjadinya Pelecehan Seksual

Eduaksi | Monday, 12 Jun 2023, 10:17 WIB

Kasus pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja, seperti di jalan, pasar, kendaraan umum, dan di sekolah ataupun kampus. Bahkan sekalipun di dalam rumah yang seharusnya semua anggota keluarga merasa aman, seringkali kita mendengar berita di televisi atau internet kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak, yang tak lain pelakunya adalah orangtua nya sendiri. Di era globalisasi ini, kita semua dapat terhubung dengan orang lain hanya dengan jejaring sosial media.

Dengan kata lain, pelecehan seksual adalah pernyataan lisan atau fisik melakukan atau gerakan menggambarkan perbuatan seksual. Tindakan ini mengakibatkan seseorang merasa tidak nyaman, tersinggung, direndahkan martabatnya bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan fisik maupun mental.

Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual, sebagai berikut:

1. Pelecehan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik atau menatap penuh nafsu.

2. Pelecehan lisan, termasuk ucapan verbal/ komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon dan komentar bernada seksual.

3. Pelecehan isyarat, termasuk bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, isyarat dengan jari, dan menjilat bibir.

4. Pelecehan tertulis atau gambar, termasuk menampilkan bahan pornografi , gambar, screensaver atau poster seksual, atau pelecehan lewat email dan moda komunikasi elektronik lainnya.

5. Pelecehan psikologis/emosional, terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus-menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.

Pelaku pelecehan seksual juga beragam, dari dosen, guru, bahkan hingga pemuka agama juga terseret dalam kasus mengerikan ini. Pelaku mengindentifikasi korban dan lingkungan sekitarnya ditambah dengan hasrat seksual yang muncul dari dalam dirinya. Pelaku kemudian membuat beberapa pilihan tindakan yang akan dia lakukan, berlanjut dengan menimbang baik dan buruk tindakan yang akan dia lakukan. Pelaku memilih tindakan yang dia lakukan dan dalam hal ini adalah melakukan tindakan pelecehan seksual.

Pelecehan seksual yang terjadi pada anak ataupun remaja tentunya meninggalkan luka yang mendalam baik secara fisik maupun psikis. Trauma psikologis yang mendalam dapat dialami korban dan keluarganya. Perasaan malu, rendah diri, tidak berharga, prestasi belajar menurun, menarik diri dari pergaulan sosial, hilang rasa percaya diri, kecurigaan, sulit membangun relasi dengan orang lain, kecemasan, menyalahkan diri sendiri, balas dendam (victim blaming), powerless, helpless hingga depresi bahkan bunuh diri.

Beberapa korban dari pelecehan seksual ada yang berani mengungkapkan tentang pelecehan yang mereka alami saat itu. Namun tidak sedikit dari mereka juga tetap menutupi kejadian itu karena takut untuk bercerita ke orang lain, faktornya seperti tidak ada yang percaya kepada korban, takut malah korban yang disalahkan karena tidak sedikitpun masyarakat masih menyalahkan korban dengan kalimat "kalau ga mau dilecehin ya jangan pakai pakaian yang terbuka lah". Hal ini sangat memprihatinkan padahal pelecehan seksual ini tidak memandang pakaian.

Padahal menurut hasil survei, mayoritas korban pelecehan justru memakai celana atau rok panjang (18%), hijab (17%), dan baju lengan panjang (16%). Hasil survei juga menunjukkan bahwa waktu korban mengalami pelecehan mayoritas terjadi pada siang hari (35%) dan sore hari (25%).

Dengan kata lain, yang sebenarnya harus dikontrol adalah pikiran pelaku pelecehan, bukan pakaian atau waktu korban beraktivitas.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku pelecehan seksual pada anak dan remaja diantaranya adalah:

1. Memberikan pendidikan seks dini kepada anak.

Orang tua berperan aktif mengedukasi anak dan remaja mengenai organ tubuh dan fungsinya. Apa yang boleh disentuh oleh orang lain dan apa yang tidak boleh, siapa yang boleh menyentuhnya dan siapa yang tidak. Ajarkan kepada anak, bila ada yang menyentuh, memperlakukan organ kelaminnya atau berkata cabul kepadanya untuk berani menolak, berteriak, lari, melaporkan kepada orang tua. Edukasi ini juga dapat dilakukan dilingkungan sekolah ataupun dilingkungan kelompok bermain anak.

2. Memberikan pendidikan moral dan agama kepada anak dan remaja.

Mengajarkan anak-anak dan remaja terkait perbuatan baik dan buruk yang menjadi pegangan hidup dimasyarakat. Pengetahuan mengenai imbalan dan hukuman atas perbuatan yang dilakukan. Menekankan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehingga dalam bertindak anak dan remaja selalu terarah.

2. Membangun komunikasi terbuka antara orang tua dan anak.

Ini terkhusus pada remaja. Dimana remaja sudah memiliki pola berpikir yang lebih tinggi dan kompleks bila dibandingkan dengan anak-anak. Jangan ragu mengkomunikasikan hal-hal yang mungkin dianggap tabu. Beri tahu secara mendetail fungsi organ kelamin yang semakin sempurna. Minta remaja untuk menjaganya dengan cara berpakaian yang tertutup, menjaga sikap dan tutur kata. Berdiskusi dengan remaja terkait kejadian-kejadian mengenai pelecehan seksual yang pernah ada atau potensi yang mungkin muncul. Ajarkan remaja untuk memiliki kepribadian tegas, berani menolak dan melawan atas sikap yang tidak sepantasnya ia dapatkan, berani melaporkan bila ia mengetahui ada kejadian pelecehan disekitarnya.

3. Melakukan penegakan hukum yang berkeadilan.

Penting kiranya memberikan tindakan hukum yang sesuai bagi pelaku pelecehan seksual. Tidak memberikan kesempatan kepada pelaku untuk berdalih, menunda-nunda ataupun membalikan fakta yang sesungguhnya. Usut hingga tuntas kasus yang terjadi dan berikan hukuman yang seharusnya ia terima.

4. Memberikan dukungan sosial terhadap korban pelecehan.

Penerimaan tulus, ber-empati, tidak mendiskriminasi, memberikan bantuan materi, bantuan hukum, penanganan pemulihan pasca trauma psikologis terkait kasus yang menimpa korban merupakan hal yang dapat dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Hal ini sangat besar pengaruhnya pada diri korban untuk dapat kembali memaknai diri dan hidupnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image