Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rania Ara

Memahami Islam Kejawen dalam Perspektif Spiritualitas Jawa

Agama | Monday, 12 Jun 2023, 06:55 WIB

MEMAHAMI ISLAM KEJAWEN DALAM PERSPEKTIF

SPIRITUALITAS JAWA

Nama : Rania Ara Adila

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prodi : Sosiologi

NIM : 171221087

Universitas Airlangga

Semester Genap 2023

MEMAHAMI ISLAM KEJAWEN DALAM PERSPEKTIF SPIRITUALITAS JAWA

Oleh : Rania Ara Adila

Universitas Airlangga Surabaya

Email : [email protected]

ABSTRAK

Artikel ini membahas tentang pemahaman dan integrasi antara Islam dan Kejawen dalam konteks spiritualitas Jawa. Islam Kejawen merupakan fenomena yang unik di Indonesia, di mana elemen-elemen spiritualitas Jawa dan keyakinan Islam saling berpadu dan menghasilkan tradisi keagamaan yang khas. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana Islam Kejawen diinterpretasikan dan dipraktikkan dalam perspektif spiritualitas Jawa. Dalam artikel ini, dikemukakan bahwa Islam Kejawen mencerminkan upaya untuk menggabungkan nilai-nilai Islam dengan ajaran-ajaran dan praktik-praktik tradisional Jawa. Pemahaman akan konsep-konsep seperti "tahlilan," "ratiban," dan "ilmu kejawen" menjadi kunci untuk memahami keseluruhan kerangka pemikiran dan praktik spiritualitas Jawa dalam konteks Islam Kejawen. Artikel ini juga mengulas berbagai aspek penting dalam Islam Kejawen, seperti kepercayaan terhadap leluhur, penggunaan simbol-simbol Jawa, praktik ritual, dan pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari. Selain itu, artikel ini menganalisis dampak Islam Kejawen terhadap identitas keagamaan masyarakat Jawa dan hubungan dengan Islam mainstream.

Kata Kunci: Islam Kejawen, spiritualitas Jawa, integrasi agama, tradisi keagamaan, kehidupan sehari-hari

ABSTRACT

This article discusses the understanding and integration between Islam and Kejawen in the context of Javanese spirituality. Kejawen Islam is a unique phenomenon in Indonesia, where elements of Javanese spirituality and Islamic beliefs blend together to produce a distinctive religious tradition. This article aims to provide a deeper understanding of how Kejawen Islam is interpreted and practiced in the perspective of Javanese spirituality. In this article, it is argued that Kejawen Islam reflects an attempt to combine Islamic values with traditional Javanese teachings and practices. An understanding of concepts such as "tahlilan," "ratiban," and "knowledge of kejawen" is key to understanding the overall frame of mind and practice of Javanese spirituality in the context of Kejawen Islam. This article also reviews various important aspects of Kejawen Islam, such as belief in ancestors, use of Javanese symbols, ritual practices, and influences on daily life. In addition, this article analyzes the impact of Kejawen Islam on the religious identity of Javanese people and relations with mainstream Islam.

Keywords: Kejawen Islam, Javanese spirituality, religious integration, religious traditions, daily life

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama. Salah satu fenomena yang menarik adalah keberadaan Islam Kejawen, sebuah aliran Islam yang memiliki hubungan erat dengan tradisi spiritualitas Jawa. Islam Kejawen mencerminkan perpaduan harmonis antara ajaran Islam dengan nilai-nilai lokal Jawa, menciptakan landasan spiritual yang unik dan berbeda dari aliran Islam lainnya. Dalam perspektif spiritualitas Jawa, ada kekayaan pemahaman dan praktik spiritual yang diwariskan secara turun-temurun. Konsep-konsep seperti "Sembahyang Dalem," "Ruwatan," dan "Kawruh Jiwa" menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan umat Islam Kejawen. Melalui praktik-praktik ini, mereka mencari kedekatan dengan Tuhan, keseimbangan dalam kehidupan, dan harmoni dengan alam dan makhluk lainnya.

Namun, pemahaman tentang Islam Kejawen dalam perspektif spiritualitas Jawa masih relatif terbatas di kalangan masyarakat umum, baik di dalam maupun di luar Indonesia. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk memperluas wawasan dan pemahaman tentang Islam Kejawen sebagai manifestasi unik dari keberagaman budaya dan agama di Indonesia. Dalam artikel ini, akan dilakukan eksplorasi mendalam terhadap prinsip-prinsip spiritual yang mendasari Islam Kejawen. Dalam konteks ini, kita akan menggali pemahaman tentang hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, dan makhluk gaib dalam tradisi Jawa. Selain itu, artikel ini juga akan menyoroti pentingnya keseimbangan antara tubuh, jiwa, dan roh dalam pencapaian kebahagiaan dan kedamaian, seperti yang dianut dalam spiritualitas Jawa.

Dalam sejarah penyebaran agama di Jawa, Islam mengalami perkembangan yang cukup unik. Dari segi agama, suku Jawa sebelum menerima pengaruh agama dan kebudayaan Hindu, masih dalam taraf animistis dan dinamistis. Mereka memuja roh nenek moyang dan percaya adanya kekuatan gaib atau daya magisyang terdapat dalam benda, tumbuh-tumbuhan, binatang dan yang dianggap memiliki daya sakti. Sedatangan Islam di Jawa bersamaan dengan goncangan kosmologis sebagaimana bunyi sengkala “sirna ilang ketaning bumi”, yang menyandera tanda-tanda zaman waktu itu, yakni hilangnya kemakmuran di bumi yang terjadi pada tahun-tahun 1400-an. Salah satu penyebab keberhasilan proses Islamisasi di Jawa tidak lain adalah karena para Dai berusaha untuk melebur dengan kultur yang sudah mengakar di dalam masyarakat agar dapat selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat yang akan dimasukinya dalam pengakuan dunia Islam. Proses akulturasi tersebut pada akhirnya melahirkan konsep beragama yang baru sehingga memunculkan tradisi ritual keagamaan yangtidak ditemui dalam tradisi Islam sebelumnya juga dalam tradisi jawa yang telah ada. Pada perkembangannya, proses akulturasi melahirkan banyak aliran baru, diantaranya adalah aliran yang masyhur dengan Islam Kejawen. Salah satu ciri Islam Kejawen adalah ajaran yang didominasi dengan mistisisme Islam dan jarang sekali melibatkan aspek syariat, bahkan sebagian ada yang kurang menghargai syariat. Syariat dalam hal ini adalah aturan-aturan lahir yang terdapat dalam agama Islam.

Sampai hari ini, Islam Kejawen masih bertahan namun hanya menjadi bagian kecil dalam kehidupan masyarakat. Oleh aliran Islam fikih pun, Islam Kejawen masih belum bisa diakui sebagai bagian dari pada Islam walaupun percaya kepada Tuhan yang sama. Dominasi kelompok Islam syariat yang mengklaim sebagai pembawa ajaran murni dengan mengatasnamakan diri sebagai aliran ahlussunnah waljamaah telah menjadikan Islam Kejawen semakin terpojokkan.

Artikel ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang Islam Kejawen dan menghargai kontribusinya terhadap kekayaan budaya dan spiritualitas Indonesia. Dengan memahami Islam Kejawen dalam perspektif spiritualitas Jawa, kita dapat memperkuat toleransi antar agama dan meningkatkan dialog antar budaya, serta menghormati perbedaan dan keunikan dalam praktik keagamaan. Melalui artikel ini, pembaca diharapkan akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai spiritual dalam Islam Kejawen dan bagaimana ajaran ini berperan dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim di Jawa. Semoga artikel ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang tertarik untuk menjelajahi dan mengapresiasi keragaman budaya dan spiritualitas di Indonesia.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan studi literatur yakni merupakan rangkaian kegiatan yang erat kaitannya dengan metode pengumpulan data pustaka, melakukan pembacaan, pencatatan, serta pengolahan bahan penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan data sekunder berkenaan dengan islam kejawen dalam perspektif Spiritualitas Jawa yang diperoleh dari jurnal, penelitian, dan berbagai sumber literasi lainnya.

PEMBAHASAN

Mengenal Islam Kejawen

Islam Kejawen adalah sebuah aliran kepercayaan yang berkembang di Jawa, Indonesia. Aliran ini menggabungkan ajaran Islam dengan tradisi dan kepercayaan lokal Jawa, seperti animisme, dinamisme, dan kebatinan. Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai beberapa aspek penting dari Islam Kejawen dan bagaimana aliran ini memadukan elemen-elemen Islam dengan budaya Jawa.

Islam Kejawen mengakui bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan memegang teguh ajaran-ajaran agama tersebut. Namun, aliran ini juga percaya bahwa budaya dan tradisi Jawa memiliki nilai-nilai yang dapat diintegrasikan dengan Islam. Dalam pandangan Islam Kejawen, keberagaman budaya dan tradisi merupakan karunia dari Tuhan yang harus dihormati dan dijaga.

Salah satu aspek penting dari Islam Kejawen adalah konsep "Kebatinan" atau "Batiniah". Kebatinan merupakan pemahaman tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, dimana manusia berusaha untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan melalui pengalaman spiritual dan introspeksi diri. Dalam Islam Kejawen, kebatinan ini dicapai melalui berbagai praktik seperti meditasi, dzikir, dan wirid.

Penghayatan terhadap nilai-nilai kesederhanaan juga menjadi ciri khas dalam Islam Kejawen. Aliran ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia materi dan spiritual. Kejawen mengajarkan agar manusia tidak terlalu terikat pada kekayaan materi, namun tetap bertanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas dunia dengan baik. Dalam hal ini, Islam Kejawen mengambil inspirasi dari ajaran sufisme yang menekankan pentingnya pengekangan diri dan kehidupan sederhana.

Selain itu, Islam Kejawen juga memiliki tradisi-tradisi keagamaan yang unik, seperti ritual-ritual selamatan, selamatan atau kenduri merupakan suatu tradisi kejawen yang dilakukan untuk memperingati atau merayakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan, seperti kelahiran, kematian, atau pernikahan. Ritual ini melibatkan upacara, doa, dan makan bersama. Begitupun dalam tata cara ibadahnya mereka memiliki keunikan tersendiri.

Dalam hal tata cara ibadah, Islam Kejawen memiliki keunikan tersendiri. Beberapa praktik dalam Islam Kejawen seperti mengadakan ziarah kubur ke makam para wali atau tokoh-tokoh spiritual, dapat dianggap kontroversial dalam pandangan Islam ortodoks. Namun, para penganut Islam Kejawen percaya bahwa melakukan ziarah kubur ini adalah cara untuk menghormati dan memperoleh berkah dari para wali. Meskipun Islam Kejawen telah ada sejak lama, beberapa ulama dan tokoh Islam kontemporer masih mempertanyakan kesesuaian aliran ini dengan ajaran Islam yang lebih ortodoks. Bagi sebagian penganut Islam Kejawen, ajaran-ajaran dalam aliran ini dirasa mampu memberikan pemahaman yang lebih dalam dan koneksi spiritual yang kuat dengan Tuhan.

Kejawen adalah suatu aliran spiritual Jawa yang menggabungkan unsur-unsur Islam, agama-agama tradisional Jawa, dan kepercayaan-kepercayaan lokal. Dalam pembahasan ini, saya akan memberikan gambaran umum tentang kejawen dari sudut pandang beberapa ulama terkemuka dalam Islam.

a. KH. M. Hasyim Asy'ari

KH. M. Hasyim Asy'ari adalah salah satu tokoh ulama Indonesia yang berperan penting dalam mengembangkan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Menurut beliau, Kejawen harus dilihat sebagai suatu bentuk kebudayaan yang diwarnai oleh nilai-nilai Islami. Ia mengajarkan pentingnya menjaga akidah Islam yang murni dan menolak praktik-praktik mistis atau penyimpangan dalam praktik kejawen. KH Hasyim Asy'ari juga mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal Jawa yang sejalan dengan ajaran Islam. Misalnya, konsep "Jinayat Karembong" yang mengajarkan pentingnya sikap saling menghargai, saling tolong-menolong, dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dan alam semesta. Beliau juga menggarisbawahi pentingnya memahami adat-istiadat setempat dan menghormati tradisi-tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, penting untuk dicatat bahwa pendekatan Islam Kejawen menurut KH Hasyim Asy'ari bukanlah sinkretisme atau pencampuran agama-agama yang berbeda. Beliau menegaskan bahwa Islam Kejawen bukanlah agama baru atau ajaran baru, melainkan lebih pada pendekatan spiritual yang menggabungkan ajaran Islam dengan budaya lokal.

b. KH. Abdurrahman Wahid

KH. Abdurrahman Wahid, juga dikenal dengan sebutan Gus Dur, adalah seorang tokoh ulama dan juga mantan Presiden Indonesia. Beliau memiliki pandangan yang lebih toleran terhadap kejawen. Menurutnya, kejawen adalah bagian dari identitas budaya Jawa yang seharusnya dihormati. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga agar praktik kejawen tetap sesuai dengan ajaran Islam yang murni dan tidak bercampur dengan unsur-unsur animisme atau kesyirikan. Abdurrahman Wahid, yang juga dikenal dengan sebutan Gus Dur, adalah tokoh Islam Indonesia yang menjadi Presiden Indonesia ke-4 dan juga seorang ulama. Beliau memiliki pemahaman yang unik tentang Islam Kejawen dan pandangan-pandangan yang berbeda dengan aliran keagamaan yang lebih tradisional. Menurut Abdurrahman Wahid, Islam Kejawen adalah pemahaman Islam yang diintegrasikan dengan kearifan lokal dan budaya Jawa. Beliau percaya bahwa Islam adalah agama universal yang dapat disesuaikan dengan konteks lokal dan budaya masyarakat di Indonesia, termasuk kebudayaan Jawa.

Pendekatan Islam Kejawen yang diusulkan oleh Abdurrahman Wahid bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara Islam tradisional dan budaya Jawa. Beliau menggabungkan nilai-nilai Islam, seperti keyakinan pada Tuhan yang Esa, kitab suci Al-Qur'an, dan praktik ibadah, dengan praktik-praktik keagamaan Jawa yang memiliki akar budaya yang kuat. Salah satu konsep utama dalam Islam Kejawen menurut Abdurrahman Wahid adalah "Nusantara." Konsep ini mengacu pada ide bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan keragaman etnis, agama, dan budaya yang perlu diakui dan dihormati. Nusantara juga menyoroti pentingnya toleransi, inklusi, dan pluralisme dalam masyarakat Indonesia. Abdurrahman Wahid juga menekankan pentingnya kearifan lokal dalam Islam Kejawen. Kearifan lokal, seperti adat istiadat, tradisi, dan nilai-nilai budaya Jawa, dipandang sebagai sumber kebijaksanaan yang dapat dipadukan dengan ajaran Islam. Dalam pandangan beliau, menjaga dan mempraktikkan kearifan lokal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, asalkan tidak melanggar nilai-nilai agama.

Selain itu, Abdurrahman Wahid menekankan pentingnya dialog antaragama dalam konteks Islam Kejawen. Beliau mendorong dialog antara berbagai agama dan keyakinan untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik, toleransi, dan kerjasama antarumat beragama. Pendekatan Abdurrahman Wahid terhadap Islam Kejawen sangat menghargai nilai-nilai budaya Jawa dan mempromosikan harmoni antara Islam dan budaya lokal. Beliau berpendapat bahwa Islam Kejawen tidak hanya menawarkan pemahaman yang inklusif tentang agama, tetapi juga merupakan upaya untuk memperkuat identitas nasional Indonesia yang beragam.

c. KH. Hasyim Muzadi

Kiai Hasyim Muzadi adalah seorang tokoh Muslim Indonesia yang dikenal sebagai seorang intelektual dan ulama yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam. Dia juga memiliki minat yang kuat dalam kejawen, yaitu tradisi spiritual Jawa yang menggabungkan elemen-elemen Islam dengan kepercayaan dan budaya lokal. Pandangan KH Hasyim Muzadi tentang Islam Kejawen mencakup pemahaman bahwa Islam dan Kejawen bukanlah dua entitas yang bertentangan, tetapi dapat dipadukan untuk mencapai keselarasan dan keberagaman dalam kehidupan manusia. Dalam pandangannya, Kejawen adalah warisan budaya Jawa yang berakar dalam nilai-nilai spiritual, dan dapat diselaraskan dengan ajaran Islam.

Pertama-tama, KH Hasyim Muzadi menekankan bahwa dasar dari pemahaman Islam Kejawen adalah kesatuan Tuhan. Islam mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang disembah, yaitu Allah. Dalam Kejawen, konsep tunggalitas Tuhan juga ada, meskipun dengan nama yang berbeda seperti Sang Hyang Tunggal atau Yang Maha Esa. Oleh karena itu, tidak ada konflik antara kedua pandangan ini dalam hal keesaan Tuhan. Selanjutnya, KH Hasyim Muzadi mengajarkan pentingnya etika dan moral dalam Islam Kejawen. Ia menggarisbawahi nilai-nilai seperti kejujuran, kesederhanaan, kasih sayang, dan saling menghormati. Menurutnya, nilai-nilai ini adalah esensi ajaran Islam dan juga terdapat dalam budaya Jawa. Dengan memadukan kedua nilai ini, seseorang dapat mencapai kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Islam Kejawen, KH Hasyim Muzadi juga mengakui pentingnya tradisi dan ritual Jawa dalam memperkuat penghayatan spiritual. Namun, dia menekankan bahwa ritual-ritual ini harus dilakukan dengan pemahaman yang benar dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Misalnya, dalam upacara slametan yang umum di Jawa, ia menekankan bahwa tujuannya haruslah untuk berbagi rezeki dan mencari berkah, bukan sebagai bentuk penyembahan kepada roh-roh atau leluhur. Selain itu, KH Hasyim Muzadi menyoroti pentingnya pendekatan tasawuf dalam Islam Kejawen. Tasawuf adalah dimensi mistik Islam yang berfokus pada pencarian kehadiran Tuhan dan peningkatan spiritual. Ia berpendapat bahwa kejawen memiliki aspek-aspek yang sejalan dengan konsep tasawuf, seperti pentingnya pengendalian diri, introspeksi, dan mengarahkan hati kepada Allah.

Pandangan ulama terhadap kejawen dalam Islam bervariasi tergantung pada sudut pandang masing-masing. Namun, secara umum, ada konsensus bahwa kejawen harus selalu berlandaskan pada ajaran Islam yang murni dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Pada akhirnya, penafsiran dan pemahaman terhadap kejawen dalam konteks Islam menjadi tanggung jawab individu Muslim yang terlibat dalam praktik tersebut. Dalam

kesimpulan, Islam Kejawen adalah sebuah aliran kepercayaan yang menggabungkan ajaran Islam dengan tradisi dan kepercayaan lokal Jawa. Aliran ini menekankan pentingnya penghayatan nilai-nilai Islam dengan cara yang sesuai dengan budaya dan tradisi Jawa. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dan tokoh Islam, Islam Kejawen tetap diakui sebagai bagian dari keberagaman keagamaan di Indonesia.

Islam Kejawen dari Sudut Pandang Ulama

Pembahasan mengenai Islam Kejawen dari sudut pandang ulama dapat menjadi subjek yang rumit dan kontroversial. Dalam pandangan beberapa ulama, terdapat perbedaan pendapat tentang bagaimana Islam dan Kejawen dapat berbaur atau berhubungan satu sama lain. Beberapa ulama melihat Kejawen sebagai sebuah tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam, sedangkan yang lain berpendapat bahwa Kejawen dapat dipahami dan diamalkan secara sejalan dengan Islam.

Pandangan ulama terhadap Islam Kejawen mencakup beragam sudut pandang, dan dalam diskusi ini, kami akan mencoba menyajikan beberapa argumen yang mungkin diperdebatkan oleh ulama tersebut.

Pertama-tama, ulama yang mendukung Islam Kejawen berpendapat bahwa Islam adalah agama universal yang memungkinkan masuknya aspek-aspek budaya lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran agama. Dalam konteks ini, mereka melihat Kejawen sebagai ekspresi budaya dan spiritualitas yang dapat diselaraskan dengan ajaran Islam. Mereka menganggap Kejawen sebagai cara untuk memahami Islam secara lebih dalam melalui lensa budaya Jawa. Ulama yang mendukung pemahaman ini mengemukakan bahwa Kejawen tidak boleh diartikan sebagai kepercayaan animisme atau politeisme, melainkan sebagai tradisi spiritual yang mengandung nilai-nilai yang sejalan dengan Islam. Mereka menekankan bahwa Kejawen bukanlah agama terpisah, tetapi lebih sebagai aspek budaya yang dapat diperkaya melalui pemahaman Islam yang kokoh. Dalam hal ini, para ulama yang mendukung pemahaman Islam Kejawen menekankan perlunya tajdid (pembaruan) dalam kejawen, dengan menghilangkan elemen-elemen yang bertentangan dengan ajaran Islam dan mengkaji ulang praktik-praktik yang tidak sesuai. Mereka berpendapat bahwa dengan melakukan tajdid ini, Kejawen dapat dipahami dan diamalkan secara sejalan dengan prinsip-prinsip Islam.

Selanjutnya, ulama yang mendukung Islam Kejawen menyoroti pentingnya melihat konteks sejarah dan sosial dalam memahami tradisi Kejawen. Mereka mengakui bahwa Kejawen adalah produk dari interaksi antara agama-agama dan budaya yang ada di Jawa, termasuk agama Hindu-Buddha sebelum masuknya Islam. Dalam pandangan ini, mereka berargumen bahwa ajaran-ajaran Islam tidak dapat dipisahkan dari konteks budaya di mana agama itu diterima. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa Kejawen tidak perlu dianggap sebagai praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi sebagai cara untuk menyampaikan pesan Islam yang lebih dekat dengan masyarakat Jawa. Dalam konteks ini, Kejawen dipandang sebagai bahasa budaya yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan nilai-nilai Islam dengan cara yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat setempat. Namun, ada juga ulama yang menolak pemahaman Islam Kejawen. Mereka berpendapat bahwa Kejawen mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Mereka menekankan pentingnya memurnikan ajaran Islam dari pengaruh budaya lokal yang mungkin mengandung aspek-aspek yang tidak Islami.

Ulama yang menolak Islam Kejawen berpendapat bahwa Islam adalah agama yang memiliki ajaran yang lengkap dan jelas, dan tidak memerlukan penambahan dari tradisi atau kepercayaan lokal lainnya. Mereka mendorong umat Muslim untuk fokus pada pemahaman ajaran Islam yang murni dan meninggalkan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Dalam penutup, perlu ditekankan bahwa pandangan ulama tentang Islam Kejawen dapat bervariasi, dan tidak ada konsensus tunggal dalam hal ini. Perdebatan tentang hubungan antara Islam dan Kejawen akan terus berlanjut, dan penting untuk melibatkan berbagai perspektif dan pendapat dalam diskusi ini. Dalam setiap pembahasan, penting untuk menjaga sikap saling menghormati dan memahami bahwa keberagaman pandangan merupakan bagian dari warisan budaya dan intelektualitas Islam di Indonesia.

Ajaran Islam Kejawen

Ajaran Islam Kejawen adalah suatu bentuk sinkretisme agama yang menggabungkan elemen-elemen Islam dengan tradisi dan kepercayaan lokal Jawa. Ajaran ini muncul di wilayah Jawa sebagai hasil interaksi antara Islam dengan kepercayaan tradisional Jawa, serta pengaruh Hindu-Buddha yang masih berpengaruh pada budaya Jawa. Ia mencoba menyatukan ajaran Islam dengan nilai-nilai dan praktik-praktik budaya Jawa, dengan tujuan untuk menciptakan pemahaman agama yang lebih inklusif dan relevan bagi masyarakat Jawa. Hal ini tercermin dalam berbagai aspek, seperti keyakinan, praktik keagamaan, filosofi hidup, dan etika sosial.

Dalam ajaran Islam Kejawen, terdapat penekanan pada aspek spiritualitas dan keberagaman dalam memahami agama. Ada keyakinan bahwa keberagaman agama dapat diakui dan dihormati, dan bahwa nilai-nilai kejawen yang dianggap baik dan positif dapat bersinergi dengan ajaran Islam. Hal ini tercermin dalam adanya penghormatan terhadap leluhur, penjagaan harmoni dengan alam, dan penggunaan simbol-simbol kultural dalam praktik keagamaan. Dalam praktik keagamaan, Islam Kejawen sering menekankan pentingnya doa, dzikir, dan refleksi diri dalam rangka meningkatkan keimanan dan kesejahteraan spiritual. Ritual-ritual dan upacara juga memiliki peran penting dalam kehidupan kejawen, seperti slametan (perjamuan bersama), nyadran (ziarah ke makam leluhur), atau kirab (prosesi religius). Selain itu, dalam Islam Kejawen, terdapat praktik pengobatan alternatif yang berakar dari tradisi Jawa, seperti menggunakan jamu (obat tradisional), ramuan herbal, atau terapi energi. Hal ini menunjukkan adanya pandangan holistik dalam pendekatan kesehatan, di mana aspek fisik, emosional, dan spiritual dianggap saling terkait.

Mukti Ali adalah seorang cendekiawan Islam Indonesia yang memiliki pandangan yang kritis terhadap Islam Kejawen. Ia merupakan salah satu tokoh yang mengkritik praktik-praktik Islam Kejawen yang dianggapnya bertentangan dengan ajaran Islam yang murni. Ia menyatakan bahwa Islam Kejawen merupakan hasil sinkretisme atau percampuran antara Islam dengan kepercayaan-kepercayaan animisme dan Hindu-Buddha yang berkembang di Jawa. Menurutnya, praktik-praktik seperti penghormatan kepada leluhur, penarikan nafas berirama, atau penggunaan amulet tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam dan cenderung bersifat bid'ah atau inovasi dalam agama.

Dalam pandangannya, Mukti Ali menyoroti pentingnya mengembalikan fokus pada nilai-nilai universal Islam, seperti keesaan Allah, keadilan sosial, dan etika yang baik, sebagai landasan dalam menjalankan agama. Ia berpendapat bahwa keberagaman budaya dan tradisi dapat dihormati, tetapi harus dalam batas yang tidak melanggar prinsip-prinsip Islam yang mendasar.

Fokus ajaran kejawen adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi caranya dengan menggunakan unsur-unsur yang tidak semuanya tertulis di dalam kitab suci. Cara tersebut ditempuh dengan penyucian jiwa. Dengan adanya penyucian jiwa, maka dalam perilaku, penganut Islam Kejawen adalah orang-orang yang memiliki akhlak mulia sebab dalam setiap langkahnya selalu merasadiawasi oleh Allah SWT. Pada tindakan praktisnya, para penganut Kejawen melakukan bermacamritual yang diwarnai laku mistik kejawen. Mereka sering melakukan laku tapa seperti tapa ngableng tiga hari dan tapa kungkum di beberapa tempat yang berbagai ritual tersebut menunjukkan konstruksi Islam Kejawen sangat dipengaruhi oleh pertemuan antara ajaran Islam dan ajaran masyarakat Jawa pra-Islam. Keduanya telah menyatu menjadi ajaran baru yang berbeda sama sekali dengan ajaran Islam yang diajarkan oleh kelompok Islam lainnya. Namun demikian harus diakui bahwa Islam Kejawen menunjukkan bahwa manusia membutuhkan spritualitas yang boleh jadi berbeda dengan ajaran Islam yang terdapat dalam fikih. Bahwa di dalam fikih, laku spiritual diatur sedemikian rupa sehingga menjadi shalat wajib lima waktu, Zakat, puasa dan haji.

Perspektif Religi VS Budaya

Pembahasan mengenai perspektif religi versus budaya dalam konteks Islam Kejawen dan spiritualitas Jawa melibatkan pertentangan dan perdebatan yang kompleks. Di satu sisi, perspektif religi cenderung memandang segala sesuatu dari sudut pandang agama dan berfokus pada prinsip-prinsip keagamaan yang ditetapkan dalam Islam. Di sisi lain, perspektif budaya mencakup kepercayaan, praktik, dan tradisi lokal yang dapat mempengaruhi pandangan dan pengalaman keagamaan. Dalam hal ini, spiritualitas Jawa memainkan peran penting sebagai elemen budaya yang melibatkan dimensi rohani dalam pemahaman dan praktik keagamaan.

Perspektif religi cenderung menekankan pentingnya menjaga kesucian dan keseragaman dalam pemahaman dan praktik agama. Dalam konteks ini, beberapa elemen spiritualitas Jawa, seperti praktik kejawen yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, mungkin ditolak atau dikritik sebagai praktik bid'ah (inovasi dalam agama) atau syirik (penyembahan berhala). Perspektif religi menekankan pentingnya mengikuti dan memahami ajaran agama secara murni tanpa bercampur dengan elemen budaya yang dianggap merusak kesucian agama. Namun, dalam perspektif budaya, spiritualitas Jawa dianggap sebagai cara untuk memperkaya pengalaman keagamaan dan memahami Islam melalui lensa budaya lokal. Budaya Jawa memiliki tradisi spiritual yang kaya dan kompleks, termasuk ritus, upacara, dan praktik kejawen yang memainkan peran penting dalam memperkuat ikatan spiritual dengan Tuhan dan dunia rohani. Bagi perspektif budaya, praktik-praktik kejawen merupakan bagian integral dari identitas budaya dan pengejawen yang melibatkan dimensi rohani dan ketuhanan.

Perspektif budaya menekankan pentingnya konteks budaya dan sejarah dalam memahami keagamaan. Dalam spiritualitas Jawa, terdapat pemahaman akan adanya hubungan yang erat antara dunia material dan dunia spiritual. Upacara, doa, ritual, dan penggunaan simbol-simbol tertentu dianggap sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan dunia rohani dan mencapai kedekatan dengan Tuhan. Perspektif budaya memandang praktik-praktik tersebut sebagai ekspresi kepercayaan dan hubungan yang unik dengan Tuhan yang dibentuk oleh budaya dan konteks sosial tertentu. Namun, penting untuk membedakan antara praktik-praktik kejawen yang sesuai dengan ajaran Islam dan yang bertentangan dengannya. Ada praktik-praktik atau kepercayaan dalam kejawen yang mungkin mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, seperti penyembahan kepada leluhur atau roh-roh. Dalam pandangan religi, praktik semacam itu dapat dianggap sebagai bentuk penyimpangan atau syirik yang bertentangan dengan tauhid (keesaan Tuhan).

Dalam konteks ini, ulama dan tokoh agama berperan penting dalam memandu umat Muslim dalam memahami dan menjalankan Islam Kejawen dengan benar. Mereka berupaya menyaring praktik-praktik kejawen yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, sekaligus mempertahankan elemen-elemen yang dapat diterima dan dipahami dalam konteks budaya. Pada akhirnya, penting untuk mencari kesepahaman dan keseimbangan antara perspektif religi dan budaya dalam Islam Kejawen dan spiritualitas Jawa. Hal ini dapat dicapai melalui dialog dan pendekatan yang inklusif. Pendidikan dan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai budaya dan prinsip-prinsip agama dapat membantu memfasilitasi pemahaman yang lebih dalam dan penghargaan terhadap keberagaman dalam konteks keagamaan.

Islam Kejawen dari Lintas Perspektif Religi dan Magi

Pembahasan mengenai Islam Kejawen dari perspektif lintas religi dan magi melibatkan penggabungan elemen-elemen dari berbagai tradisi keagamaan, spiritualitas, dan praktik magis dalam konteks spiritualitas Jawa. Pendekatan ini mencerminkan keragaman budaya dan kepercayaan di masyarakat Jawa, yang mencampurkan pengaruh agama-agama seperti Islam, Hindu-Buddha, dan kepercayaan tradisional dengan unsur-unsur magis.

Dalam perspektif lintas religi, Islam Kejawen dianggap sebagai bentuk sinkretisme agama yang menggabungkan elemen-elemen Islam dengan keyakinan dan praktik dari tradisi-tradisi agama lain. Dalam konteks ini, kepercayaan dan praktik magis seringkali dicampur dengan ajaran-ajaran Islam, seperti penggunaan mantra, simbol-simbol, atau praktik pengobatan alternatif yang dianggap memiliki kekuatan spiritual. Perspektif lintas religi melihat Islam Kejawen sebagai respons terhadap kebutuhan spiritual dan kultural masyarakat Jawa yang ingin menyatukan elemen-elemen agama-agama yang berbeda dalam satu kesatuan yang holistik. Pendekatan ini menekankan bahwa keberagaman agama dan kepercayaan dapat berdampingan dan saling melengkapi dalam perjalanan spiritual seseorang. Namun, perlu dicatat bahwa pandangan ini juga menghadapi kontroversi dan kritik dari sudut pandang agama resmi, yang sering menganggap praktik-praktik magis atau sinkretisme agama sebagai penyimpangan dari ajaran resmi dan sebagai praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid (keesaan Tuhan).

Dalam perspektif magi, Islam Kejawen melibatkan praktik-praktik magis atau spiritual yang dipercaya memiliki kekuatan untuk mencapai tujuan-tujuan spiritual atau material. Elemen-elemen magis, seperti penggunaan amulet, sarana pengobatan alternatif, atau praktik-praktik mistik, dianggap sebagai sarana untuk menghubungi alam gaib atau mendapatkan kekuatan supranatural. Perspektif magi mengakui kekuatan dan energi spiritual yang diyakini dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dalam konteks ini, Islam Kejawen menggabungkan ajaran-ajaran Islam dengan praktik-praktik magis dalam upaya untuk mencapai keberhasilan, perlindungan, atau kesembuhan. Namun, perspektif magi juga menghadapi kritik dan kontroversi dari sudut pandang agama resmi, yang seringkali menolak praktik-praktik magis sebagai bid'ah (inovasi dalam agama) atau syirik (penyembahan berhala).

Penting untuk mencatat bahwa pandangan lintas religi dan magi tentang Islam Kejawen mungkin tidak mewakili pandangan resmi dari agama-agama terkait atau komunitas agama resmi. Perspektif ini merupakan hasil dari penggabungan dan interpretasi pribadi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang terlibat dalam spiritualitas Jawa. Perbedaan pendapat dan penafsiran dalam hal ini adalah hal yang wajar, mengingat keragaman kepercayaan dan budaya yang ada. Dalam menghadapi perdebatan dan perbedaan pendapat ini, penting untuk melakukan dialog dan saling menghormati antara berbagai perspektif yang ada. Penghargaan terhadap keragaman kepercayaan dan budaya dapat membantu mempromosikan pemahaman yang lebih baik dan menghindari konflik antaragama.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis literatur tentang Islam Kejawen dalam Spiritualitas Jawa, dapat diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama. Salah satu fenomena yang menarik adalah keberadaan Islam Kejawen, sebuah aliran Islam yang memiliki hubungan erat dengan tradisi spiritualitas Jawa. Islam Kejawen mencerminkan perpaduan harmonis antara ajaran Islam dengan nilai-nilai lokal Jawa, menciptakan landasan spiritual yang unik dan berbeda dari aliran Islam lainnya. Islam Kejawen adalah sebuah aliran kepercayaan yang menggabungkan ajaran Islam dengan tradisi dan kepercayaan lokal Jawa. Aliran ini menekankan pentingnya penghayatan nilai-nilai Islam dengan cara yang sesuai dengan budaya dan tradisi Jawa. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dan tokoh Islam, Islam Kejawen tetap diakui sebagai bagian dari keberagaman keagamaan di Indonesia.

Dalam sejarah penyebaran agama di Jawa, Islam mengalami perkembangan yang cukup unik. Dari segi agama, suku Jawa sebelum menerima pengaruh agama dan kebudayaan Hindu, masih dalam taraf animistis dan dinamistis. Mereka memuja roh nenek moyang dan percaya adanya kekuatan gaib atau daya magisyang terdapat dalam benda, tumbuh-tumbuhan, binatang dan yang dianggap memiliki daya sakti. Sedatangan Islam di Jawa bersamaan dengan goncangan kosmologis sebagaimana bunyi sengkala sirna ilang ketaning bumi, yang menyandera tanda-tanda zaman waktu itu, yakni hilangnya kemakmuran di bumi yang terjadi pada tahun-tahun 1400-an. Salah satu penyebab keberhasilan proses Islamisasi di Jawa tidak lain adalah karena para Dai berusaha untuk melebur dengan kultur yang sudah mengakar di dalam masyarakat agar dapat selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat yang akan dimasukinya dalam pengakuan dunia Islam.

Islam Kejawen adalah sebuah aliran kepercayaan yang berkembang di Jawa, Indonesia. Aliran ini menggabungkan ajaran Islam dengan tradisi dan kepercayaan lokal Jawa, seperti animisme, dinamisme, dan kebatinan. Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai beberapa aspek penting dari Islam Kejawen dan bagaimana aliran ini memadukan elemen-elemen Islam dengan budaya Jawa. Islam Kejawen mengakui bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan memegang teguh ajaran-ajaran agama tersebut. Namun, aliran ini juga percaya bahwa budaya dan tradisi Jawa memiliki nilai-nilai yang dapat diintegrasikan dengan Islam. Dalam pandangan Islam Kejawen, keberagaman budaya dan tradisi merupakan karunia dari Tuhan yang harus dihormati dan dijaga. Salah satu aspek penting dari Islam Kejawen adalah konsep Kebatinan atau Batiniah. Kebatinan merupakan pemahaman tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, dimana manusia berusaha untuk mencapai kesatuan dengan Tuhan melalui pengalaman spiritual dan introspeksi diri. Dalam Islam Kejawen, kebatinan ini dicapai melalui berbagai praktik seperti meditasi, dzikir, dan wirid. Penghayatan terhadap nilai-nilai kesederhanaan juga menjadi ciri khas dalam Islam Kejawen. Aliran ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia materi dan spiritual. Kejawen mengajarkan agar manusia tidak terlalu terikat pada kekayaan materi, namun tetap bertanggung jawab dalam menjalankan tugas-tugas dunia dengan baik. Dalam hal ini, Islam Kejawen mengambil inspirasi dari ajaran sufisme yang menekankan pentingnya pengekangan diri dan kehidupan sederhana.

DAFTAR PUSTAKA

Naim, Mochtar. Menguak Rahasia Islam Kejawen. Gema Insani, 2011.

Setiawan, I., & Faqih, M. Islam Jawa: Studi Sosiologis terhadap Konstruksi Sosial Keagamaan. Rajagrafindo Persada, 2017.

Zainal Abidin, M. Islam Jawa: Dinamika Agama dan Budaya Jawa dalam Bingkai Multikulturalisme. Mizan, 2015.

Suryadi, T. Islam Jawa dalam Bingkai Budaya Lokal. IAIN Raden Intan Lampung Press, 2016.

Rahmanto, M. H., & Rofa, A. Agama Lokal Islam Jawa dalam Perspektif Sejarah. Pustaka Refleksi, 2014.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image