Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dikha Nadia Hendri

Stop Verbal Abuse pada Anak Usia Dini

Edukasi | Wednesday, 07 Jun 2023, 12:18 WIB

Anak usia dini sangat memerlukan perhatian serius pada saat ini agar potensi yang dimilikinya dapat berkembang secara maksimal. Pada tahap perkembangan anak jika terdapat hambatan dalam stimulasi yang diberikan akan berdampak negatif jangka panjang pada anak yang sulit diperbaiki. Pengalaman yang terjadi pada usia dini akan menjadi penentu kehidupan anak dimasa mendatang. Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti interaksi sosial antara orang tua dan anak.

Dalam berkomunikasi dengan anak orang tua seharusnya menggunakan bahasa yang baik karena anak memerlukan pengasihan dari orang tua. Sehingga dapat memberikan rasa nyaman, menjalin hubungan harmonis dengan anak, dan mengembangkan kemampuan anak. Jika interaksi sosial yang terjalin baik maka akan berpengaruh baik pada pengembangan karakter anak dan sebaliknya jika interaksi sosial tersebut tidak baik akan meberikan pengaruh buruk dalam pengembangan sikap dan perilaku anak.

Dalam kehidupan nyata sering kali ditemukan tindakan orang tua yang memberi ucapan kasar kepada anak mereka. Misalnya pada saat anak merengek ingin dibelikan maianan tapi ada orang tua yang justru memarahi dan membentak anak didepan umum, mengancam anak, dan sebagainya. Tindakan seperti ini disebut sebagai Verbal Abuse (kekerasa verbal).

Kekerasan verbal yang terjadi pada anak di Indonesia masih berada pada angka yang tinggi. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus kekerasan verbal pada anak, yang semula berjumlah berjumlah 32 kasus pada tahun 2019 bertambah menjadi 119 kasus pada tahun 2020. Berdasarkan data hasil survei secara online yang di lakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tanggal 8-14 Juni 2020 dalam (Yustanta, 2022) dengan melibatkan 25.146 anak yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia, anak memperoleh kekerasan psikis atau non fisik seperti di marahi yaitu sebesar (56%), sering di banding-bandingkan dengan anak lain (34%), dibentak (23%), serta di pelototin sebesar (143%). Hasil survei dari KPAI ini diperkuat oleh hasil survey Wahana Visi Indonesia tahun 2020, menunjukkan bahwa 61,5% atau setara dengan 49,2 juta jiwa anak yang mengalami kekerasan verbal. Selanjutnya menurut data kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2021 menyebutkan bahwa 62% atau setara dengan 49,4 juta jiwa anak di Indonesia mengalami kekerasan verbal dari orang tua selama pandemi.

1. Apasih Verbal Abuse itu?

Menurut Lawson dalam (Hanna Qaddura, 2021) Verbal Abuse ialah memberikan kekerasan kepada anak lewat kata-kata yang menyakitkan, memojokkan, menghina, mengancam, seperti “kamu bodoh”, “kamu tidak bisa apa-apa”, kata-kata negatif yang dilontarkan masuk ke alam bawah sadar anak dan akan membangun gambar diri anak tersebut. Selanjutnya kekerasan verbal yaitu kekerasan melalui tutur kata (secara lisan) yang sangat yang menyakitkan. Kata-kata kasar yang diucapkan oleh orang tua seperti merendahkan kemampuan anak, menganggap anak tidak berarti, menganggap anak sebagai pembawa malapetaka, serta memberikan panggilan yang buruk kepada anak. Hal ini dapat dapat mempengaruhi perkembangan dan citra diri anak (Salfina Rahma Agustina1, 2022).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Verbal Abuse ialah kekerasan yang dilakukan secara lisan (menggunakan perkataan). Verbal Abuse merupakan kekerasan terhadap perasaan dengan mengeluarkan kata-kata kasar tanpa menyentuh fisik. Tindakan kekerasan verbal pada anak usia dini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini.

2. Apa saja bentuk-bentuk dari Verbal Abuse ?

Menurut Tower dalam (Nurmalina, 2020) bentuk-bentuk Verbal Abuse (kekerasan verbal) ialah :

a. Membentak ialah mengeluarkan suara keras karena marah, seperti menghardik, menghakimi, dan mengumpat.

b. Memaki ialah mengeluarkan ucapan kotor, keji, dan kasar dalam melampiaskan kemarahan atau kejengkelan. Seperti mencela, menyembur, dan menyumpahi.

c. Memberi label negatif ialah memberikan stigma penilaian negatif melalui kata-kata, seperti penggolongan pada hal buruk atau kelemahan seseorang.

d. Meremehkan anak ialah merendahkan kemampuan yang dimiliki anak dan setiap usaha yang dilakukan oleh anak.

3. Faktor penyebab Verbal Abuse

Menurut Soetjiningsih dalam (Erniwati & Fitriani, 2020) terdapat dua faktor yang menyebabkan orang tua melakukan kekerasan verbal kepada anak, yaitu :

a. Faktor dari dalam

- Tingkat pengetahuan orang tua

Kurangnya pengetahuan orang tua merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan verbal. Orang tua sering kali belum memahami tugas pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sesuai dengan usianya. Misalnya ketika anak belum waktunya dapat berbicara, berjalan, dan sebagainya justru dituntut melakukan hal tersebut namun anak belum mampu melakukannya.

- Pengalaman orang tua

Perlakuan salah yang diterima orang tua sewaktu kecil menjadi pengalaman membekas yang mendorong untuk melakukan hal yang sama pada anaknya.

b. Faktor dari luar

- Faktor ekonomi

Perilaku agresif orang tua dapat dipicu oleh unsur moneter, kemiskinan, dan tekanan hidup. Orang tua meluapkan emosinya kepada orang-orang di sekitarnya disebabkan tuntutan ekonomi. Akibatnya segala kekecewaan dan kemarahannya dilimpahkan pada anak yang akan menyebabkan terjadinya tindakan Verbal Abuse.

- Faktor lingkungan

Lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi terjadinya Verbal Abuse pada anak. Kebiasaan sering mendengar tetangga berkata kotor mengakibatkan akan melakukan hal yang sama.

4. Dampak Verbal Abuse

Tindakan Verbal Abuse ini biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak tetapi dapat merusak mental anak. Dampak psikologi kekerasan verbal pada anak menurut Wicaksana dalam (Wati, 2019) adalah :

a. Gangguan emosi

Kondisi dimana anak sulit untuk mengontrol dirinya seperti berperilaku menyimpang dan diluar batas. Contohnya seperti mudah marah, takut, cemas, sedih, dan senang.

b. Konsep diri rendah

Suatu keadaan dimana anak merasa tidak percaya pada dirinya sendiri. Anak merasa dirinya jelek, tidak disayangi, tidak bahagia, dan sebagainya.

c. Agresif

Anak yang menerima tindakan Verbal Abuse akan lebih agresif terhadap teman sebayanya. Hal ini sebagai pelampiasan dari bentuk tindak kekerasan yang telah diterimanya, menjadikan anak berperilaku menyerang secara verbal maupun fisik.

d. Gangguan hubungan sosial

Tindakan Verbal Abuse ini menyebabkan anak kurang mampu dalam bergaul dengan teman sebayanya maupun orang dewasa. Anak tersebut umumnya memiliki teman yang lebih sedikit dikarenakan memiliki perilaku yang lebih agresif dan suka mengganggu.

e. Gangguan perkembangan kognitif

Anak yang mengalami tindakan Verbal Abuse akan mengalami hambatan dalam perkembangan kognitifnya. Anak menjadi tidak peka terhadap rangsangan yang diterima melalui panca inderanya, sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan anak akan terhambat.

f. Perkembangan otak terlambat

Anak-anak yang mendapatkan tindakan Verbal Abuse karena orang tuanya memberikan ucapan kasar akan menjadikan seorang anak kesulitan dalam berkonsentrasi. Hal ini mengakibatkan terhambatnya proses belajar karena perkembangan otak terlambat.

g. Akibat lain

Tindakan kekerasan verbal yang diterima anak sewaktu kecil akan terekam dalam ingatannya. Pengalaman buruk tersebut akan selalu teringat bahkan sampai ia dewasa. Bahkan saat telah memiliki anak kelak mereka dapat melakukan hal yang sama.

5. Peran Orang Tua Mencegah Verbal Abuse pada Anak Usia Dini

1) Menambah pengetahuan dan wawasan parenting

Orang tua harus memperluas pengetahuan dan wawasannya tentang kebutuhan dan perkembangan anak, seperti mengetahui berbagai macam pola asuh pada anak sehingga orang tua dapat memahami bagaimana cara memberikan pola asuh yang tepat pada anak. Orang tua harus menyadari bahwa kekerasan verbal tersebut ialah suatu perbuatan yang salah..

2) Memperbaiki cara komunikasi antara orang tua dan anak

Orang tua harus dapat mengendalikan emosi pada anak dalam kondisi apapun. Dalam berkomunikasi dengan anak, orang tua harus menggunakan bahasa yang baik dan tepat. Disaat anak melakukan kesalahan jangan terburu-buru mengoreksi atau bahkan langsung menyalahkan anak. Orang tua harus memiliki kesabaran yang lebih dalam berinteraksi dengan anak usia dini. Anak usia dini sejatinya memerlukan bimbingan serta arahan yang lebih dari orang tua (Zuhrudin, 2017).

3) Memperbaiki pola asuh

Jika dalam pengalaman masa lalu orang tua mendapatkan tindakan Verbal Abuse dalam pengasuhan yang diterimanya seharusnya orang tua bisa belajar dari hal tersebut bahwasanya tindakan tersebut salah dan tidak mengulangi hal yang sama kembali kepada anaknya. Orang tua hendaknya menjadi pemutus mata rantai tindakan Verbal Abuse yang pernah diterimanya di masa lalu.

4) Memahami kemampuan yang di miliki anak

Orang tua harus memahami bahwa setiap anak adalah memiliki keunikan tersendiri. Setiap anak lahir ke dunia dengan serangkaian kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda-beda. Orang tua tidak perlu terburu-buru menyalahkan anak atas kegagalannya. Ketika seorang anak menunjukkan ketidakmampuan memenuhi harapan melakukan suatu tugas tertentu di satu bidang. Misalnya jika seorang anak diberi tugas yang menguji kemampuan logika matematikanya dan ternyata anak tersebut tidak mampu menyelesaikannya. Saat anak tidak mampu menyelesaikan hal tersebut sebaiknya orang tua tidak terburu-buru menghina dan memarahi anak. Anak tersebut mungkin belum bisa bernalar secara matematis, tapi ketika diminta menceritakan kembali sebuah cerita, ternyata anak bisa. Hal ini berarti anak memiliki kemampuan dalam bidang bahasa.

Dengan demikian peran orang tua sangat diperlukan dalam upaya pencegahan kekerasan verbal ini kepada anak usia dini. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang positif dalam mengembangkan kemampuan anak. Melalui upaya pencegahan yang dilakukan oleh orang tua diharapkan anak dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang dimilikinya dengan optimal seperti yang diharapkan orang tua. Karena pengasuhan yang diberikan oleh orang tua akan mempengaruhi pembentukan anak usia dini itu sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image