Jelang Pemilu, Waspada Politik Uang
Politik | 2023-06-06 15:34:38Jelang pesta demokrasi 2024, istilah money politics mulai ramai kembali diperbincangkan. Money politics atau politik uang adalah semua tindakan yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan memberi atau dengan menjanjikan uang maupun materi lainnya kepada seseorang atau sekelompok masyarakat agar menggunakan hak pilihnya untuk memilih kandidat tertentu sesuai dengan permintaan si pemberi uang atau materi.
Money Politics bukanlah barang baru dalam dunia politik, khususnya pada negara yang menganut sistem demokrasi. Bahkan dapat dikatakan sebagai rahasia umum yang cenderung ditoleransi oleh semua pihak, baik para kandidat yang berkompetisi memperebutkan suara pemilih, aparat penyelenggara pemilu, penegak hukum, pemantau bahkan para calon pemilih sebagai objek sekaligus sasaran dari proses politik uang tersebut, dengan dalih bahwa semua pihak sama – sama membutuhkannya. Sejauh dilakukan atas dasar suka sama suka dan tidak ada intimidasi maupun paksaan didalamnya.
Fenomena semacam ini tidak hanya terjadi atau dilakukan pada saat kontestasi besar seperti pemilu presiden tapi bahkan sampai ke tingkat akar rumput seperti pemilihan kepala desa atau lurah. Dikutip dari Antara, Selasa (5/10/2021), KPU mengungkapkan bahwa pada pemilu 2019 lalu terdapat kurang lebih 19,4% hingga 33,1% pemilih yang turut terlibat dalam politik uang,
Adanya praktik politik uang ini tentu tidak bisa dianggap remeh, karena menimbulkan dampak yang dapat merusak nilai – nilai murni demokrasi, seperti hilangnya rasionalitas para pemilih dalam menentukan kandidat pilihannya. Para pemilih tidak lagi memilih kandidat berdasarkan visi misi, track record, serta pengalaman kerja para kandidat tapi berfokus pada seberapa banyak uang yang sudah diberikan kandidat kepadanya yang berakibat pada hilangnya kesempatan bagi para kandidat yang berkualitas dan berkompeten.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya politik uang, antara lain : Pertama, kesejahteraan yang rendah. Ini adalah faktor utama yang turut menyuburkan budaya politik uang. Dengan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat ini maka memaksa masyarakat untuk segera mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hadirnya kandidat yang memberikan uang dan materi kepada mereka merupakan sebuah cahaya hidup bagi mereka tanpa memikirkan konsekuensi apa yang akan timbul setelah diterimanya uang dan materi tersebut. Bagi mereka yang terpenting adalah kebutuhan hidup mereka terpenuhi sehingga mereka tetap dapat melanjutkan hidup.
Kedua, tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan seseorang juga berpengaruh pada keterlibatan seseorang tersebut pada politik uang. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tentu juga memiliki intelegensi yang tinggi sehingga dapat membedakan mana kandidat yang layak dan berkompeten untuk dijadikan pemimpin dan mana yang tidak.
Ketiga, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang aktivitas politik. Mungkin semua orang pernah mendengar istilah politik, tapi tidak semua orang mengerti apa saja aktivitas dan agenda politik. Karakter masyarakat yang acuh terhadap politik mengakibatkan ketidatatahuannya akan hal tersebut. Sehingga ketika terjadi money politics masyarakat mengaggap bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar saja dilakukan dan tidak mengerti apa bahaya yang akan timbul dari adanya aktivitas tersebut.
Selain itu untuk menghambat suburnya money politics ini, tentu perlu adanya strategi pencegahan, salah satu bentuk strategi pencegahan yang dapat dilakukan oleh pemeritah maupun penegak hukum adalah melalui kebijakan hukum, seperti :
Pertama, mengkriminalisasikan para pelaku dan pihak - pihak yang turut terlibat dalam praktik politik uang tersebut dengan ancaman yang berat.
Kedua, penerapan hukum yang efektif. Meskipun politik uang sudah terdapat aturan hukumnya (Pasal 523 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum), namun dalam praktiknya masih sedikit sekali pelaku politik uang yang dikriminalisakan, kecuali ketika tertangkap tangan. Ini menunjukkan bukti bahwa tidak adanya penerapan hukum yang efektif sehingga aturan hukum hanya dianggap sebagai aturan belaka yang tidak ada tindakan hukumnya.
Ketiga, efektivitas pelaksanaan eksekusi hukum. Upaya ini dilakukan agar dapat memastikan bahwa putusan – putusan yang dikeluarkan oleh hakim terhadap para pelaku politik uang ini dilaksanakan sesuai dengan apa yang diperintahkan dalam putusan tersebut dengan sebaik – baiknya.
Penulis : Nely Hartati (Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Pamulang)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.