Literasi Ekonomi: Pendorong Pemikiran Hijau Dalam Memandang Tren Fast Fashion
Edukasi | 2023-06-05 20:49:23Pada awal kemunculan liberalisasi ekonomi, manusia hanya berfokus pada produksi dan nilai keuntungan yang didapat. Eksploitasi berlebihan terus dilakukan. Pengabaian terhadap kelestarian lingkungan membuat sumber daya alam terus berkurang tanpa adanya pembaruan. Manusia kemudian mulai menyadari bahwa lingkungan berperan penting pada kelangsungan hidup mereka. Kesadaran tersebut memunculkan anggapan bahwa kelestarian lingkungan merupakan permasalahan bersama. Anggapan tersebut kemudian mendorong tindakan-tindakan kerja sama untuk melakukan pembenahan pada lingkungan. Karena itu, pemikiran yang berorientasi pada lingkungan dinilai harus selalu diutamakan.
Teori Green Perspective merupakan salah satu teori alternatif yang digunakan dalam kajian hubungan internasional. Teori ini berfokus pada permasalahan dan pembenahan pada aspek lingkungan. Teori ini juga banyak digunakan untuk mengkritik praktik-praktik manusia yang dinilai merugikan kehidupan secara jangka panjang dengan merusak lingkungan. Menurut Paterson (2005), teori green perspective menganggap bahwa struktur politik, sosial, serta ekonomi dunia merupakan asal mula adanya krisis lingkungan. Karena itu, teori ini juga menekankan pada perubahan struktur agar menjadi lebih ramah lingkungan.
Teori green perspective ini pada awalnya muncul sebagai respons dari maraknya pandangan antroposentrisme dalam masyarakat. Pandangan antroposentrisme merupakan cara pandang yang menganggap manusia sebagai pusat alam semesta sehingga membuat adanya pengabaian terhadap ketergantungan manusia pada lingkungan (Steans, 2010). Pandangan antroposentris ini mendorong praktik-praktik manusia yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga merusak lingkungan dan menyebabkan krisis lingkungan.
Dalam kaitannya dengan liberalisasi ekonomi saat ini, pasar dagang yang semakin terbuka dapat mempermudah perusahaan untuk menjangkau banyak lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia. Hal ini dapat mendorong perusahaan untuk terus-menerus meningkatkan nilai produksinya. Peningkatan nilai produksi yang masif memang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, tanpa diiringi dengan kepedulian terhadap lingkungan, peningkatan tersebut justru akan menyebabkan kerusakan jangka panjang.
Sebagai contoh, tren fast fashion merupakan pangsa pasar menjanjikan bagi perusahaan yang bergerak di bidang fashion. Masyarakat akan disuguhkan produk baru yang terus-menerus berganti secara cepat. Promosi-promosi yang dilakukan dapat membuat masyarakat tertarik untuk membeli meski sedang tidak membutuhkan. Terlebih, penggunaan istilah FOMO (Fear Of Missing Out) dalam masyarakat turut mendorong mereka untuk membeli produk tersebut. Dengan begitu, permintaan pasar pada produk akan meningkat sehingga kebutuhan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi juga meningkat.
Eksploitasi bahan baku secara berlebihan untuk meningkatkan produksi tersebut dapat secara aktif menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi akan menyebabkan banyak permasalahan sosial dalam jangka panjang seperti misalnya konflik atas sumber daya. Karena itu, teori green perspective menginginkan adanya perubahan pada struktur kekuasaan dan ekonomi global agar dapat mendorong praktik-praktik yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Praktik berkelanjutan yang dimaksud adalah dengan menyeimbangkan kebutuhan dan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini bertujuan agar kebutuhan manusia saat ini tetap terpenuhi tetapi tidak merugikan secara jangka panjang. Dengan begitu, pemahaman mengenai konsep berkelanjutan tersebut perlu untuk terus ditanamkan kepada masyarakat dan pelaku-pelaku ekonomi di seluruh dunia. Jika kita kaitkan dengan contoh di atas, masyarakat dinilai perlu untuk terus-menerus memperbarui pengetahuannya agar tidak mudah terpengaruh iklan promosi dan bersikap FOMO.
Masyarakat diharapkan dapat memperkuat pengetahuan dengan meningkatkan literasi ekonominya. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat mampu mencari alternatif pemenuhan kebutuhan lain. Literasi ekonomi juga dapat meminimalisir pembelian secara impulsif dan mencegah tindakan FOMO pada masyarakat. Konsumen akan mempertanyakan apakah ia benar-benar perlu membeli produk tersebut atau hanya terpengaruh dengan promosi. Dengan begitu, eksploitasi lingkungan untuk meningkatkan nilai produksi akan berkurang sehingga praktik ekonomi yang lebih ramah lingkungan dapat terwujud.
Referensi :
Paterson, M., 2005. Green Politics. Dalam: Theories of International Relations. New York: Palgrave Macmillan, pp. 235-257.
Steans, J., Pettiford, L., Diez, T. & El-anis, I., 2010. An Introduction to International Relations Theory: Perspectives and Themes. 3rd ed. London: Pearson.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.