Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alfiya Rahma Dhia

Five Stages of Grief, Betulkah Merupakan Sebuah Tahapan?

Eduaksi | Monday, 05 Jun 2023, 17:27 WIB

Berduka merupakan suatu pengalaman yang kurang menyenangkan bagi setiap orang. Bahkan, berduka bisa menjadi pengalaman yang sangat traumatis bagi beberapa orang. Namun, hal ini sudah pasti dialami dalam hidup. Berduka tidak hanya berlaku ketika kita kehilangan orang tercinta, tetapi juga ketika putus cinta, kehilangan pekerjaan, dan peristiwa sedih lainnya.

Kübler-Ross, seorang psikiater asal Swiss, menulis dalam bukunya yang berjudul "On Death and Dying" mengenai five stages of grief atau tahapan berduka yang terdiri dari fase denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance.

Five stages of grief pada awalnya dikenalkan oleh Kübler-Ross untuk menormalisasi perasaan berduka. Akan tetapi, terjadi banyak kekeliruan di masyarakat yang menganggap bahwa hal ini adalah sebuah tahapan layaknya garis lurus. Padahal, emosi manusia merupakan sesuatu yang abstrak dan tidak dapat dikotak-kotakkan. Berikut merupakan five stages of grief:

1. Denial

Pada saat kita baru saja mengalami duka, kita mungkin merasa shock dan kesulitan dalam memercayai realita. Kita cenderung berusaha menyangkal rasa sakit itu hingga terlihat bahwa kita tidak merasa berduka sama sekali. Namun, trigger kecil pun mungkin dapat membuat emosi yang pada awalnya dipendam menjadi meledak-ledak.

2. Anger

Ketika kita sudah mulai bersatu dengan realita, kita pada akhirnya menyadari akan peristiwa yang sedang kita hadapi. Emosi yang pada awalnya terpendam lama-kelamaan muncul dalam bentuk rasa marah, agresif, atau tidak terima karena merasa bahwa dunia ini tidak adil. Bahkan, kita mungkin saja memproyeksikan kemarahan kita terhadap Tuhan dengan bertanya, “Di mana Tuhan saat saya mengalami ini?” atau, “Mengapa Tuhan melakukan ini kepada saya?”.

3. Bargaining

Pada fase bargaining, kita akan melakukan segala hal untuk mengembalikan kondisi seperti semula. Hal ini ditandai dengan melakukan negosiasi atau membuat suatu kesepakatan kepada Tuhan. Rasa bersalah dan penyesalan terasa sangat dalam hingga muncul kalimat seperti, “Andai saja dahulu saya memperlakukan dia lebih baik,” dan kalimat berandai-andai lainnya.

4. Depression

Ketika sudah merasa lelah dengan segala hal atas kepergian orang tercinta, kita akan merasa putus asa karena merasa sudah tidak ada lagi harapan, dan mungkin bisa saja mengisolasi diri dari dunia luar. Perasaan hampa lama kelamaan muncul dengan sendirinya. Fase ini merupakan fase terberat hingga kita merasa bahwa perasaan sedih yang sedang dialami akan dirasakan selamanya dan takkan pernah berakhir.

5. Acceptance

Pada akhirnya, seiring berjalannya waktu kita akan mulai dapat menerima kenyataan. Kenyataan bahwa orang tercinta kita sudah tidak dapat kembali lagi merupakan suatu hal yang sangat amat sulit untuk diterima. Namun, pada fase ini kita belajar untuk berdamai dengan hal itu. Kehilangan seseorang memang merupakan suatu mimpi buruk, tetapi kita harus dapat melanjutkan hidup dengan hal itu. Meskipun pada akhirnya kita akan merasakan penerimaan, hal ini bukan berarti bahwa kita menghilangkan rasa sakit yang kita alami.

Kita perlu pahami bahwa perasaan berduka yang dialami setiap orang tidaklah sama. Setiap orang pasti memiliki responsnya masing-masing terhadap peristiwa berduka. Five stages of grief bukanlah sebuah tahapan, melainkan sebuah keadaan. Seseorang bisa saja hanya mengalami dua dari lima keadaan berduka, mengalami fase denial lalu berlanjut ke fase acceptance, atau bisa saja mengalami kelima fase dalam waktu yang bersamaan.

Berduka memang bukan suatu hal yang mudah untuk dilalui. Tetapi, hal ini sangat wajar terjadi apalagi ketika kita kehilangan orang tercinta dalam hidup. Oleh karena itu, ketika mengalami perasaan berduka, biarkanlah diri kita merasakan segala emosi yang mungkin muncul. Memahami, menerima, hingga akhirnya kita dapat senantiasa berdamai dengan hal ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image