Pengkhususan Tempat bagi Perempuan di Transportasi Umum: Mendukung atau Melemahkan Perempuan?
Gaya Hidup | Monday, 05 Jun 2023, 01:17 WIBLatar Belakang Pengkhususan Perempuan dalam Transportasi Umum
Hasil studi audit keamanan di tiga wilayah Jakarta yang dilakukan oleh UN Women menunjukkan bahwa perempuan merasa tidak aman dan rentan menjadi korban pelecehan seksual di tempat umum, salah satunya di transportasi umum. Pemisahan laki-laki dan perempuan dianggap sebagai solusi permasalahan pelecehan seksual di transportasi umum. Oleh karena itu, pada tahun 2011 Transjakarta memulai terobosan untuk memisahkan ruang antara laki-laki dan perempuan. Pada April 2016, Transjakarta juga meluncurkan bus khusus wanita (BKW) dengan menempatkan supir dan kenek bus wanita pula. Tidak hanya Transjakarta, Commuter Line Jabodetabek juga mengadakan gerbong khusus perempuan pada gerbong pertama dan gerbong terakhir. Selain itu, pada Juli 2022 kemarin, muncul wacana singkat oleh Pemerintah Kota DKI untuk memisahkan tempat duduk wanita dan pria di angkot.
Permasalahan Pengkhususan Perempuan dalam Transportasi Umum
· Pengkhususan tempat bagi perempuan justru melanggengkan anggapan bahwa perempuanlah penyebab kasus kekerasan seksual terjadi.
· Pemisahan ini membatasi ruang gerak perempuan sebab siapapun berhak untuk memilih tempat untuk merasa aman, dan seyogyanya, perempuan dapat merasa aman di mana pun ia berada.
· Pemisahan seks dalam transportasi umum memunculkan masalah baru terhadap para laki-laki. Karena ini, tempat di transportasi umum bagi para laki-laki menjadi berkurang.
· Memicu konflik antar perempuan. Alih-alih merasa aman dan nyaman di gerbong yang telah dikhususkan untuk perempuan, nyatanya banyak peerempuan yang mengaku harus mengalami kejadian tidak mengenakkan serupa berebut tempat, saling cibir, hingga bertengkar.
· Memperkuat labelling bahwa perempuan itu lemah. Laura Bates, penggagas Everday Sexism Project dalam program BBC Woman’s Hour menangkap hal implisit bahwa pengadaan ruang khusus perempuan merupakan peneguhan bahwa perempuan tidak berdaya dan pelecehan seksual tidak bisa terelakkan.
· Bates juga mengatakan, pengadaan gerbong khusus perempuan ini malah memperbesar kemungkinan penyalahan korban. “Jika kamu punya gerbong khusus perempuan, lantas seorang perempuan tidak memilih gerbong itu dan mendapat pelecehan seksual, apakah orang-orang akan menyalahkannya atas apa yang terjadi kepada perempuan itu?” tanya Bates. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Middlesex University London, ditemukan bahwa di Jepang, para perempuan yang menempati gerbong campur khawatir dianggap "korban sukarela" dari pelecehan-pelecehan seksual yang marak terjadi di sana.
Kaitan Pengkhususan Tempat untuk Perempuan dengan Kesetaraan Gender ditinjau dari Sudut Pandang Feminisme.
Feminisme merupakan gerakan yang menuntut emansipasi pun kesetaraan, kesamaan dan keadilan hak perempuan dengan laki-laki dalam seluruh aspek kehidupan. Kesetaraan gender berarti semua gender berhak dan harus menerima perlakuan setara secara adil tanpa diskriminasi.
Dengan ini, pengkhususan perempuan dalam transportasi umum menyalahi prinsip kesetaraan gender. Meski ide ini muncul sebagai upaya menangani keresahan akan pelecehan seksual terhadap perempuan, namun penglimentasiannya tetap dinilai kurang tepat. Lagipula, yang berpotensi mengalami pelecehan tidak hanya perempuan. Kerap kali pelecehan juga terjadi terhadap laki-laki, baik oleh perempuan ataupun laki-laki (homosex).
Apa yang seharusnya dilakukan?
Pemisahan tempat duduk di transportasi umum hanyalah solusi sementara atas pencegahan tindak pelecehan seksual yang marak. Untuk upaya kontinu, kita perlu fokus kepada akar persoalannya.
"Tidak sesederhana itu. justru kita cari akar persoalannya yang tadi. Cara pandang menempatkan perempuan sebagai objek seksual, bagaimana hasrat seksual pelaku yang tidak dapat dikendalikan sehingga mencari korban. Itu yang sebenarnya harus disoroti bukan pembatasan dan pemisahan ruang gerak di dalam transportasi publik," ujar Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani.
Penghilangan pelecehan seksual, tidak dapat diwujudkan dengan pembatasan saja, namun memerlukan upaya yang benar-benar komprehensif, serupa edukasi publik guna membangun perspektif baru, yakni untuk tidak menempatkan perempuan sebagai objek seksual, dan tidak hanya memandang perempuan dalam suatu kasus pelecehan,karena bagaimana pun, perilaku pelaku merupakan penyebab tunggal.
Referensi
Azzahra, Tiara Aliya. 2022. Umur Pendek Wacana Pemisahan Kursi Pria dan Wanita di Angkot DKI. Juli 14. Accessed November 20, 2022. https://news.detik.com/berita/d-6178262/umur-pendek- wacana-pemisahan-kursi-pria-dan-wanita-di-angkot-dki/2.
CNN Indonesia. 2022. Komnas Perempuan: Pemisahan Tempat Duduk di Angkot Bukan Solusi. Juli 12. Accessed November 20, 2022. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220712195121-20-820656/komnas-perempuan-pemisahan-tempat-duduk-di-angkot-bukan-solusi.
Kirnandita, Patresia. 2017. Dilema Gerbong Khusus Perempuan. Mei 18. Accessed November 20, 2022. https://tirto.id/dilema-gerbong-khusus-perempuan-coXw.
Wilfrid, dkk. 2018. " PEMISAHAN SEKS PADA TRANSPORTASI UMUM DI INDONESIA; DITINJAU DARI PANDANGAN KESETARAANGENDER DAN FEMINISME." Academia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.