Menilik Teori Kritik Feminisme dalam Lagu The Man Oleh Taylor Swift
Sastra | 2023-06-04 19:07:15Lagu merupakan suatu media untuk menyampaikan pesan ataupun sebagai bentuk ekspresi seseorang. Ekspresi yang dimaksud adalah sesuatu yang pernah dilihat, dirasakan, atau dialami baik oleh penulis lagu itu sendiri maupun terinspirasi cerita orang lain. Para penulis lagu sering menggunakan banyak kata untuk membentuk sebuah syair (lirik) yang unik dan menarik dalam menyampaikan apa yang diinginkan. Sebuah lagu tidak hanya berisi pengalaman saja tetapi dapat berisi harapan, keinginan, kebahagiaan, bahkan kemarahan. Pesan yang terdapat dalam sebuah lagu akan tersampaikan melalui ceritanya. Oleh karena itu, banyak orang menggunakan lagu untuk mengekspresikan dirinya kepada orang lain.
Lagu berjudul ‘The Man’ yang ditulis dan dinyanyikan oleh Taylor Swift merupakan isi utama artikel ini mengenai peran perempuan dan makna sosialnya seperti persepsi perempuan dalam masyarakat, posisi perempuan di antara laki-laki, dan diskriminasi yang perempuan hadapi setiap harinya. Hal tersebut berhubungan dengan teori kritik feminis.
Feminisme dikembangkan untuk membela hak dan peran perempuan dalam masyarakat. Ini adalah produk dari perkembangan budayadan struktur sosial di mana peran perempuan dan laki-laki semakin terdiferensiasi. Perbedaan antara perempuan dan laki-laki menyebabkan diskriminasi dan mengarah pada pelecehan. Itu karena persamaan gender masih menjadi problem utama dalam era modern. Menurut Bhasin dan Khan (1995, hal. 5) feminisme merupakan kesadaran bahwa perempuan ditindas dengan berbagai cara oleh laki-laki dan berencana untuk memerangi penindasan itu. Sedangkan menurut Linda Gordan (2002, hal. 6) feminisme merupakan sebuah studi tentang subordinasi perempuan untuk menemukan cara mengubahnya. Gordan menyatakan bahwa feminisme termasuk meningkatkan pengaruh perempuan di rumah, komunitas, dan masyarakat. Pada kesempatan lain, ia mendefinisikan feminisme sebagai sebuah kritik atas superioritas laki-laki.
Banyak selebriti yang menggambarkan feminisme dalam karya-karya mereka, tidak terkecuali Taylor Swift. Melalui karyanya dalam album ‘Lover’ yang rilis pada 23 Agustus 2019, Swift menyertakan ‘The Man’ sebagai salah satu single dalam album tersebut yang menceritakan perspektif seorang laki-laki atau pria yang membahas keprihatinan Taylor Swift mengenai diskriminasi gender. Lirik dalam ‘The Man’ terinspirasi oleh kisah pribadinya, bagaimana orang-orang selalu menyangkal tindakan asertifnya hanya karena gender yang dimilikinya. Taylor memainkan konsep laki-laki yang selalu diterima oleh masyarakat, yang tidak berlaku dengan perempuan yang bersusah payah memperjuangkan kebebasannya.
I would be complex, I would be cool
They'd say I played the field before I found someone to commit to
And that would be okay for me to do
Every conquest I had made would make me more of a boss to you
Lagu dimulai dengan Taylor menceritakan kisah cintanya yang selalu menarik perhatian banyak orang. Taylor juga menyertakan standar ganda yang ia terima ketika orang-orang menyatakan bahwa dia terlalu sering bergonta-ganti pasangan, sedangkan ketika itu dialami oleh laki-laki maka itu akan dianggap wajar dan tidak dipermasalahkan.
I'd be a fearless leader, I'd be an alpha type
When everyone believes ya, what’s that like?
Bait selanjutnya menjelaskan bahwa posisi laki-laki sangat mudah diterima oleh masyarakat dengan berpredikat “fearless reader” dan “alpha type” kemudian laki-laki juga mudah dipercaya oleh orang-orang. Namun, ketika itu terjadi pada perempuan, maka masyarakat akan menjustifikasi bahwa itu adalah tindakan tidak baik.
I'm so sick of running as fast as I can
Wondering if I'd get there quicker if I was a man
And I'm so sick of them coming at me again
Cause if I was a man, then I'd be the man I'd be the man, I'd be the man
Dalam bait ini, Taylor menceritakan ketidak-beruntungan menjadi seorang perempuan yang hadir di tengah-tengah masyarakat yang mana perempuan harus bekerja secara ekstra agar mendapatkan yang mereka inginkan dibandingkan dengan laki-laki disebabkan karena norma sosial yang berkembang dalam masyarakat. Hal ini merupakan hal umum yang menjadi pembahasan ketidaksetaraan gender dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan berpikir untuk menjadi laki-laki, maka Taylor (perempuan) akan mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cepat tanpa harus berusaha ekstra.
Lagu ‘The Man’ milik Taylor Swift merupakan satu dari sekian banyak lagu yang menceritakan tentang feminisme, ketidaksetaraan gender, dan penindasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh masyarakat umum. Menurutnya, menjadi seorang perempuan bukanlah hal yang mudah. Lagu ini tidak dibuat untuk membenci laki-laki, melainkan untuk meningkatkan kesadaran mengenai ketidaksetaraan gender, stereotip, dan standar ganda. Melalui lagu ini, diharapkan bahwa semua orang akan lebih mempelajari mengenai ketidaksetaraan gender dan diskriminasi gender yang setiap perempuan masih alami hingga saat ini sehingga sangat penting bagi semua orang untuk menghormati dan tidak mendiskriminasi gender apapun itu, baik laki-laki maupun perempuan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.