Tinjauan Aksiologi Pengaruh Penggunaan ChatGPT dalam Dunia Pendidikan Internasional
Edukasi | 2023-06-04 01:41:45Globalisasi dan Pengaruhnya di Bidang Pendidikan
Ritzer (2015) mengungkapkan bahwa globalisasi merupakan sebuah fenomena dimana segala sesuatu seperti manusia, objek atau benda, informasi, dan sebagainya semakin likuid atau semakin mudah berpindah dan menyebar ke seluruh dunia. Sementara itu, Held et al. (1999) mengungkapkan bahwa globalisasi adalah fenomena yang menghubungkan antar tempat berbeda di seluruh dunia. Fenomena globalisasi telah terjadi pada berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari kegiatan sosial, ekonomi, politik, teknologi, dll. Oleh karenanya, tidak heran jika globalisasi memberikan dampak bagi kehidupan manusia. Mulai dari peningkatan intensitas kegiatan perdagangan, investasi, keuangan, migrasi, hingga pertukaran budaya yang semakin masif. Selain itu, globalisasi juga memperefisien kehidupan manusia dalam bidang teknologi transportasi dan informasi yaitu dengan terciptanya penemuan baru seperti penemuan pesawat terbang modern, telepon seluler, televisi, dsb. Penemuan tersebut tentu mempersingkat waktu tempuh perjalanan seseorang dan mempersingkat waktu seseorang untuk menerima infornasi. Hal tersebut tentu membuktikan bahwa globalisasi sejatinya memberikan perubahan besar bagi kehidupan manusia.
Perubahan yang dibawa globalisasi juga dirasakan di bidang pendidikan. Globalisasi di bidang pendidikan sendiri dimaknai sebagai sebuah proses penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan dengan menembus batas negara melalui jaringan kerjasama, pembukaan cabang lembaga pendidikan di berbagai negara yang didukung dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (Wayong, 2017). Globalisasi di bidang pendidikan mendorong terjadinya internasionalisasi pendidikan yaitu penyebaran ilmu secara internasional dengan melewati batas-batas antarnegara. Hal tersebut tentu menjadikan ilmu pengetahuan terus berkembang dan dapat didapatkan oleh berbagai orang di seluruh dunia tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Kemudian, globalisasi juga mendorong terjadinya digitalisasi pendidikan yang melibatkan teknologi dalam ranah pendidikan. Teknologi yang dibawa oleh arus globalisasi menjadikan bidang pendidikan lebih modern.Media pembelajaran yang sebelumnya hanya menggunakan papan tulis dan dilaksanakan secara tatap muka berubah menjadi pembelajaran yang menggunakan layar proyektor dan dapat dilaksanakan secara daring melalui smartphone, komputer, ataupun laptop . Tidak hanya itu, sumber referensi ilmu pengetahuan yang semula hanya berasal dari buku, media cetak, ataupun pengalaman empiris yang didapatkan dari pengajaran di sekolah atau universitas, semakin beragam dengan terjadinya digitalisasi pendidikan. Adanya e-book, e-journal, Youtube, platform atau aplikasi belajar secara online, search engine hingga artificial intelligence (AI) menjadi sumber referensi pengetahuan baru karena adanya digitalisasi pendidikan. Bahkan, generasi muda saat ini cenderung lebih suka menggunakan sumber pengetahuan digital daripada sumber pengetahuan konvensional (Sinaga 2015).
Penggunaan ChatGPT dalam Bidang Pendidikan dan Pro-Kontra yang Terjadi di Dunia Internasional
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) menjadi salah satu sumber pengetahuan digital yang sedang hangat diperbincangkan dan banyak digunakan orang di bidang pendidikan. Hal tersebut dikarenakan AI mampu memberikan berbagai pengetahuan pada penggunanya secara instan. Salah satu AI yang banyak digunakan saat ini yaitu bernama ChatGPT. ChatGPT adalah sebuah robot mengobrol berbasis teknologi AI yang dikembangkan oleh perusahaan asal Amerika Serikat, yaitu OpenAI (Fachrizal 2022). ChatGPT dapat melakukan interaksi percakapan dengan penggunanya secara canggih, dimana robot tersebut mampu memberikan jawaban yang hampir sesuai dengan perintah atau keinginan pengguna. Selain itu, ChatGPT juga dapat melakukan hal lain berbasis teks, seperti menjelaskan cara kerja sebuah benda, mendeskripsikan suatu hal, menulis esai, dll. Namun, ChatGPT masih bisa dikatakan belum sempurna. Jawaban yang diberikan oleh ChatGPT masih cenderung bias dan kurang relevan. Oleh karenanya, Open AI perlu untuk terus mengembangkan berbagai fitur ChatGPT di masa depan menyesuaikan kebutuhan manusia. Mengingat, ChatGPT telah menjadi salah satu pilihan favorit para pelajar dan pendidik saat ini untuk mencari ilmu pengetahuan.
Kelebihan dan kemudahan yang terdapat pada ChatGPT rupanya menimbulkan pro-kontra di bidang pendidikan internasional. Beberapa negara seperti Kanada, Inggris, dan Singapura menyambut baik penggunaan ChatGPT di negaranya. Bahkan, di Singapura pemerintahnya berencana untuk mengajarkan penggunaan ChatGPT pada siswa dan guru (Nurhapy 2023). Negara yang menerima adanya ChatGPT tersebut dikarenakan mereka percaya keberadaan ChatGPT akan membantu proses belajar para siswanya. Sementara itu, penggunaan ChatGPT untuk pendidikan dibatasi oleh beberapa institusi pendidikan di Amerika Serikat, Australia, dan Perancis. Pembatasan penggunaan ChatGPT tersebut diberlakukan bagi para siswa dalam mengerjakan atau menciptakan karya yang harus sepengetahuan guru atau dosen. Sanksi bagi yang melanggar pun cukup berat, bahkan siswa bisa dikeluarkan dari institusi pendidikan tempat ia belajar. Lebih lanjut, penggunaan ChatGPT dilarang digunakan oleh negara-negara seperti China, Rusia, Korea Utara, dan Iran. Penggunaan ChatGPT terkhususnya di bidang pendidikan ditakutkan dapat menimbulkan kesesatan informasi yang didapat oleh para siswa. China sendiri tidak mempercayai hasil keakuratan jawaban ChatGPT karena jawaban yang dihasilkan berasal dari robot yang tidak mampu mencegah perintah dan jawaban buruk bermuatan politis, rasial, dan sebagainya dihasilkan.Bahkan, ChatGPT dikhawatirkan akan memberikan pengaruh buruk seperti ketidak pahaman siswa akan etika dan nilai penting yang harus diterapkan dalam menuntut ilmu, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan karakter siswa.
Tinjauan Aksiologi Fenomena Penggunaan ChatGPT dalam Dunia Pendidikan Internasional
Berbicara mengenai etika dan nilai, terdapat suatu ilmu yang berbicara tentang orientasi atau nilai kehidupan, yaitu aksiologi. Kata aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “aksios” yang berarti nilai dan “logos” berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan cabang filsafat yang yang menyoroti masalah nilai dan ilmu pengetahuan (Adib 2010). Secara moral, aksiologi mempertanyakan apakah suatu nilai dan ilmu dapat memajukan dan mensejahterahkan manusia atau justru ilmu tersebut dapat membawa kemunduran bagi umat manusia. Dalam kata lain, objek kajian dari aksiologi sendiri yaitu menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu yang harus disesuaikan dengan nilai-nilai moral dan kebudayaan masyarakat. Oleh karenanya, aksiologi sering disebut sebagai ilmu dengan nilai-nilai yang dijadikan sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral dalam melandasi proses pencarian. penggalian, dan penerapan ilmu secara normatif. Menurut Nuzulul et al. (2017), aksiologi disebut sebagai teori yang menilai sesuatu tersebut baik atau buruk, benar atau salah, serta tata cara dan tujuan.
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa penggunaan ChatGPT sebagai sumber referensi pengetahuan baru bagi para siswa dan pendidik menimbulkan pro-kontra. Pihak pro berpendapat bahwa penggunaan ChatGPT merupakan bentuk modernitas pendidikan yang dapat membawa kemajuan bagi bidang pendidikan dan sejalan dengan nilai-nilai yang ada. Sementara itu, pihak kontra berpendapat penggunaan ChatGPT dalam dunia pendidikan tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam dunia pendidikan atau dalam kata lain penggunaan teknologi yang tidak etis. Padahal, nilai-nilai tersebut penting dalam pendidikan karakter siswa. Berikut tinjauan aksiologi terhadap nilai-nilai penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ChatGPT secara etis di dunia pendidikan:
1. Nilai Kejujuran, Kedisiplinan, dan Tanggung Jawab
Dalam dunia pendidikan, nilai kejujuran dan kedisiplinan dapat diterapkan melalui jujur dan taat terhadap aturan pendidikan. Namun, penggunaan ChatGPT dapat disalahgunakan untuk melanggar kedua nilai tersebut, seperti digunakan dalam menjawab soal ujian. Begitupun dalam pengerjaan tugas, jawaban yang dijiplak atau plagiat dari ChatGPT merupakan bentuk ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan. Penggunaan ChatGPT dalam pengerjaan tugas dibenarkan hanya jika jawaban atau ilmu yang didapat dari ChatGPT merupakan pemantik awal dari tugas yang akan dikerjakan. Selain itu, ilmu atau jawaban yang didapatkan dari ChatGPT juga harus bisa dipertanggungjawabkan karena bukan berasal dari sumber yang kredibel dan akurat. Oleh karenanya, perlu adanya langkah pencegahan dan rasa kesadaran bagi siswa dan pendidik untuk selalu menerapkan nilai kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab dalam penggunaan ChatGPT.
2. Nilai Kreativitas
Penggunaan ChatGPT dalam dunia pendidikan dapat meningkatkan aksesibilitas informasi bagi siswa dan pendidik di seluruh dunia. Hal tersebut, menjadikan siswa dan pendidik dapat memperoleh informasi yang tidak terbatas. Perolehan informasi tersebut dapat menambah ilmu dan meningkatkan kreativitas siswa dan pendidik, terutama dalam proses belajar dan mengajar. Hal tersebut, secara aksiologi bahwa mengindikasikan penggunaan ChatGPT membawa kemajuan bagi umat manusia dan telah sesuai dengan nilai kreativitas di bidang pendidikan. Namun, hal tersebut dapat berubah menjadi buruk apabila kreativitas tersebut digunakan tanpa mengenal batas-batas moral.
3. Nilai Kerja Keras dan Mandiri
Penggunaan ChatGPT dalam bidang pendidikan hanya diperkenankan sebagai alat bantu. Keinstanan yang ditawarkan ChatGPT harus dihadapi dengan kerja keras dan kemampuan dalam berpikir kritis. Kerja keras yang dimaksud yaitu dengan mengembangkan keterampilan literasi digital yang meliputi kemampuan dalam mengevaluasi, memilah, dan memverifikasi informasi secara mandiri. Secara aksiologi, penggunaan ChatGPT dapat dikatakan membawa pengaruh baik di bidang pendidikan apabila hal tersebut mendorong siswa dan pendidik untuk selalu mandiri, berkeja keras, dan berpikir kritis, bukan justru bergantung pada keinstanan yang ditawarkan ChatGPT.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa globalisasi yang terjadi tidak dapat terhindarkan. Penggunaan ChatGPT oleh para siswa dan pendidik menunjukkan bahwa telah adanya digitalisasi yang dibawa oleh arus globalisasi ke dalam dunia pendidikan. Namun, terdapat pro-kontra penggunaan ChatGPT dalam dunia pendidikan. Pihak pro mengklaim chatGPT dapat meningkatkan kesadaran literasi digital siswa, sementara pihak kontra mengklain ChatGPT membawa dampak buruk bagi intelektual siswa.Pro-kontra yang terjadi di beberapa negara tentang penggunaan ChatGPT ini sejatinya menunjukkan bahwa manusia masih peduli akan nilai-nilai dan etika yang harus ditegakkan dalam dunia pendidikan, mengingat dunia pendidikan merupakan dunia yang krusial bagi pembentukan karakter individu nantinya. Aksiologi sebagai cabang dari filsafat yang menyoroti tentang nilai dan etika dalam penggunaan ilmu bagi kesejahteraan manusia, turut ikut andil dalam menentukan batas-batas antara baik atau buruk, benar atau salah, serta cara dan tujuan penggunaan ChatGPT dalam dunia pendidikan. Setidaknya, terdapat tiga komponen nilai penting yang menentukan kebermanfaatan ChatGPT dalam dunia pendidikan, yaitu nilai kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab; nilai kreativitas; nilai kerja keras dan madiri. Namun, bagaimanapun kebermanfaatan penggunaan ChatGPT kembali pada pengguna itu sendiri. ChatGPT akan bermanfaat bagi dunia pendidikan apabila digunakan secara bijak, begitupun sebaliknya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyalahguaan ChatGPT adalah membentuk regulasi yang membatasi penggunaan ChatGPT serta menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk selalu menerapkan nilai-nilai bajik baik dalam dunia pendidikan maupun dunia universal.
REFERENSI
Adib, M. (2010). Filsafat Ilmu:Ontologi, Epistemologi,Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Fachrizal, R. (2022). Lagi Viral, Apa Itu ChatGPT dan Bagaimana Cara Menggunakannya?, InfoKomputer. Tersedia di: https://infokomputer.grid.id/read/123611218/lagi-viral-apa-itu-chatgpt-dan-bagaimana-cara-menggunakannya?page=all (Diakses pada 2 Juni 2023).
Held et al. (1999). ‘Globalization’, Global Governance, 5(4), pp. 483-96.
Nurhapy, M. (2023). Pemerintah Singapura Akan Ajarkan Siswa dan Guru Menggunakan ChatGPT, Kompas. Tersedia di: https://tekno.kompas.com/read/2023/02/24/19300007/pemerintah-singapura-akan-ajarkan-siswa-dan-guru-menggunakan-chatgpt?page=all (Diakses pada 3 Juni 2023).
Nuzulah et al. (2017). AKSIOLOGI PENDIDIKAN MENURUT MACAM-MACAM FILSAFAT DUNIA (IDEALISME, REALISME, PRAGMATISME, EKSISTENSIALISME), Umsida. Tersedia di: http://eprints.umsida.ac.id/573/ (Diakses pada 3 Juni 2023).
Ritzer, G., & Dean, P. (2015). Globalization: A Basic Text. Sussex: Wiley Blackwell.
Sinaga, D. (2015). Membaca Buku Versus Internet, Lebih Suka Mana?, CNN Indonesia. Tersedia di: https://www.cnnindonesia.com/inspirasi/20151101093252-327-88664/membaca-buku-versus-internet-lebih-suka-mana (Diakses pada 2 Juni 2023).
Wayong, M. (2017). ‘MENUJU ERA GLOBALISASI PENDIDIKAN: Tantangan dan Harapan bagi Perguruan Tinggi di Tanah Air’, Inspiratif Pendidikan, 6(2), pp. 219-33.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.