Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Maratus Sholihah

Mengenal Hakikat Cinta Sebagai Kunci untuk Kehidupan yang Bahagia

Agama | Saturday, 03 Jun 2023, 23:55 WIB

Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang mengajarkan tentang cara menyucikan jiwa dan menjernihkan akhlak serta membangun lahir dan batin untuk mencapai ketenangan abadi. Dalam Ilmu Tasawuf,Ketenangan adalah keadaan yang dialami oleh jiwa yang telah suci dari kotornya duniawi. Ketenangan merupakan kebahagiaan yang hakiki dimana hati merasakan kedamaian dalam menjalani kehidupan di dunia. Tidak ada satupun hal di dunia ini yang bisa membuat kita merasakan ketenangan kecuali dengan mendekatkan diri kepada Allah. Mendekatkan diri kepada Allah bisa kita mulai dengan belajar Mencintai-Nya.

Untuk belajar mencintai Allah, kita bisa belajar melalui kisah para ulama sufi terdahulu seperti Imam Al-Ghazali yang merupakan ulama, filosof dan sufi besar, beliau juga mendapatkan julukan sebagai hujjatul islam, julukan ini diperoleh beliau karena kecerdasannya dalam merumuskan dalil-dalil (hujjah) keagamaan. Sebagai tokoh tasawuf, Imam Al-Ghazali juga mengembangkan konsep pemikiran tasawuf yang mana konsep-konsep tersebut diambil dari kisah sufi terdahulu dari zaman para nabi.

Pada hakikatnya untuk menuju satu puncak tertinggi dari seluruh perjalanan sufistik adalah dengan cinta (mahabbah). Cinta disini tiada lain adalah cinta kepada Allah, sebab melalui cinta Allah inilah awal mula kebahagiaan. Menurut Imam Al-Ghazali, Tujuan utama manusia secara individual adalah mencapai kebahagiaan, dan kebahagiaan yang sejati sesungguhnya tidak bisa didapatkan manusia di dunia ini, melainkan saat di akhirat nanti, karena pada hakikatnya dunia ini diciptakan sebagai tempat di ujinya keimanan manusia.

Imam Al-Ghazali menjelaskan mengenai riwayat-riwayat dari nabi Daud a,s bahwa sesungguhnya Allah menurunkan wahyu kepada nabi Daud tentang cinta, yang berbunyi;

“ Kau mengaku bahwa kau mencintai-Ku. Maka, jika kau betul-betul mencintai-Ku, keluarkanlah cinta dunia dari relung hatimu. Sungguh, cinta kepada-Ku dengan cinta pada dunia tidak akan bisa berkumpul dalam satu hati. Hai Daud, sucikanlah cinta kalian pada-Ku dengan sesuci-sucinya.

“ Hai Daud, cintailah Aku dengan memusuhi hawa nafsumu, Lindungilah dirimu dari berbagai keinginan duniawi, maka Aku pun memandangmu dan tersingkaplah tabir antara Diri-Ku dan dirimu.

“Aku memperbolehkan hawa nafsu hanya bagi makhluk-makhluk yang lemah. Bagaimana mungkin orang-orang kuat akan tunduk kepada hawa nafsu? Hawa nafsu hanya akan mengurangi kenikmatan munajat dengan-Ku. Sungguh, Aku tidak akan merelakan dunia untuk para kekasih-Ku. Maka, Aku pun menyucikan mereka dari godaan dunia.

“Andai orang-orang yang menjauhi-Ku mengetahui bagaimana penantian-Ku kepada mereka, kasih sayang-Ku kepada mereka, dan kerinduan-Ku agar mereka meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat, niscaya mereka mati karena rindu kepada-Ku dan anggota badan mereka bercerai-berai karena cinta kepada-Ku. Hai Daud, inilah kehendak-Ku terhadap orang-orang yang menjauhi-Ku. Maka, bagaimanakah kehendak-Ku terhadap orang-orang yang menghadap mendekatiku? Hai Daud, hamba-Ku sangat membutuhkan-Ku ketika ia telah berpaling dari sisi-Ku. Dan perbuatan yang paling mulia dari hamba-Ku adalah ketika ia kembali ke pangkuan-Ku.”

Itulah rindu dalam pemaparan Al-Ghazali sebagai buah dari cinta. Masih dari sumber yang sama, bahwa Al-Ghazali menyatakan bahwa cinta merupakan kecenderungan nafsu/jiwa pada hal yang mempunyai kesesuaian atau kecocokan dengannya.

Menurut pandangan Imam Al-Ghazali mengenai Riwayat-riwayat Nabi Daud tersebut, sebenarnya juga diungkapkan bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada nabi Daud, “Hai Daud, kau sudah berkali-kali menyebut surga dan tidak memohon kerinduan kepada-Ku”

Nabi Daud menyahut, “Ya Tuhanku, siapa orang-orang yang rindu kepada-Mu itu?”

Allah pun menjawab, “ Orang-orang yang rindu kepada-Ku adalah orang-orang yang telah Ku sucikan diri mereka dari setiap noda. Ku peringatkan mereka untuk mawas diri, dan Kukoyakan hati mereka sedemikian sehingga mereka memandang-Ku. Kubawa hati mereka dengan kedua tangan-Ku, lalu Ku letakan di atas langit-Ku. Lantas Kupanggil malaikat-malaikat-Ku yang cerdik. Ketika mereka sudah berkumpul, merekapun bersujud kepada-Ku. Aku pun berkata kepada para malaikat itu, “Aku tidak memanggil kalian untuk bersujud kepada-Ku, tapi aku memanggil kalian untuk menunjukan hati orang-orang yang rindu kepada-Ku. Aku membanggakan orang-orang yang rindu kepada-Ku di hadapan kalian. “Dilangit-Ku, hati mereka menyinari para malaikat-Ku sebagaimana matahari menyinari penghuni bumi. Hai Daud, Kuciptakan hati orang-orang yang merindukan-Ku dari surga-Ku, Ku curahkan nikmat-Ku didalamnya dengan cahaya wajah-Ku. Aku angkat mereka sebagai teman bicara-Ku, Kujadikan tubuh mereka sebagai alat penglihatan-Ku dibumi, Aku ciptakan dalam relung kalbu mereka suatu cara tertentu agar mereka bisa memandang-Ku, sehingga setiap hari mereka semakin bertambah rindu kepada-Ku”.

Seperti yang sudah disinggung diatas bahwa buah dari cinta adalah kerinduan (syauq), Dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin bab Al-Mahabbah wa Asy-Syauq wa Al-Uns wa Ar-Ridla, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa kerinduan itu bisa muncul melalui penyaksian langsung terhadap Allah (musyahadah) maupun melalui penampakan objek-objek ciptaan-Nya ( Tajali), bahwa wajah Allah juga bisa hadir melalui ciptaan-Nya.

Seseorang yang sudah berhasil dalam mencintai Allah ia akan dengan mudah menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan Allah dengan senang hati dan penuh kerelaan, dan dengan hal itulah Allah memberikannya cahaya kebahagiaan dalam menerima setiap kehendak-Nya. Ia bukan hanya Bahagia di dunia, namun kebahagiaannya akan di abadikan Allah sampai ia bisa berjumpa dengan Allah disurga-Nya kelak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image