Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Jumhatta

Pendidikan Gratis Negara Progresif

Pendidikan dan Literasi | 2023-05-31 20:11:27
https://pixabay.com/id/photos/sekolah-pendidikan-langit-biru-2808383/

Membahas tentang pendidikan di Indonesia sendiri memang tak pernah ada habisnya. Di zaman yang sudah serba digital dan menuntut kita untuk serba cepat ini, sebagian dari masyarakat kita ternyata masih banyak yang belum dapat mengenyam pendidikan yang layak. Faktor ekonomi mungkin adalah yang paling sering dijadikan alasan mengapa sebagian masyarakat Indonesia tidak dapat mengejar pendidikan yang seharusnya. Padahal untuk membangun negara yang lebih baik agar dapat bersaing dalam situasi global saat ini, Sumber Daya Manusia yang cemerlang adalah hal yang paling dibutuhkan untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang sering terjadi di dalam negara ini, seperti permasalahan politik, permasalahan ekonomi, sosial budaya serta permasalahan lainnya.

Telah dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat (2) yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Jika kita telaah kalimat yang tertera pada peraturan tersebut, “Setiap warga wajib mendapatkan pendidikan dasar” ,yang dimaksud kalimat tersebut artinya setiap warga negara wajib memiliki pendidikan dari jenjang SD, SMP dan SMA atau sederajatnya, padahal yang terjadi saat ini banyak anak-anak yang putus sekolah bahkan tidak bisa memulai untuk mengenyam bangku sekolah. Kemudian pada kalimat “Pemerintah wajib membiayainya”, fakta di lapangan berbicara bahwa masih banyak sekolah yang bahkan berbasis negeri yang pada dasarnya seharusnya dibiayai oleh pemerintah itu sendiri, masih belum terbebas dari biaya pendidikan.

Pendidikan gratis di Indonesia, apakah sudah terlaksanakan? Jika harus menjawab maka jawabannya sepertinya belum terlaksanakan dengan sempurna. Tidak di pungkiri di Indonesia sendiri beberapa daerah sudah menerapkan sistem pendidikan gratis, tapi hanya di “beberapa” daerah . Bagaimana dengan daerah lain yang belum menerapkan sistem pendidikan gratis tersebut? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah yang memberikan kebijakan pelimpahan manajemen pendidikan menengah dari kabupaten/kota ke provinsi. Artinya kebijakan ini yang membuat terbentuknya sistem Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau SPP, karena tata kelolanya termasuk dibawah pertanggung jawaban gubernur.

Kita ambil sampel dari provinsi Jawa Barat. Berdasarkan situs Pemerintah Jawa Barat, diketahui Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan DPRD Jawa Barat sendiri telah menyetujui bersama perihal Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang mencapai Rp. 34, 39 Triliun pada tahun 2023. Jika kita bagi APBD Jawa Barat berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat (4) yang berbunyi “Negara memprioritaskan biaya pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi anggaran biaya pendidikan nasional”. Berdasarkan pasal tersebut di tarik kesimpulan bahasannya sekurang-kurangnya dua puluh persen APBD di alirkan untuk kebutuhan pendidikan, yang berarti minimal anggaran untuk pendidikan di Provinsi Jawa Barat sendiri yaitu kurang lebih Rp. 7 Triliun. Nominal yang sangat besar untuk anggaran pendidikan, tapi mengapa sekolah gratis belum menyeluruh di Provinsi Jawa Barat?

Selain masalah biaya pendidikan, biaya seperti keperluan seragam sekolah, buku dan juga alat tulis menjadi masalah lainnya dalam penyelenggaraan pendidikan kita. Bagi kalangan masyarakat menengah kebawah mungkin ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan banyak anak-anak mereka yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Seragam, sepatu, buku dan alat tulis yang harus di untuk keperluan sekolah menjadi beban biaya tambahan bagi mereka. Pemerintah memang mengeluarkan kebijakan dana BOS yang tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2022, tapi apakah penetapan pemberian dan BOS tersebut sudah tepat? Permasalahan penyalahgunaan dana bos masih membayangi kebijakan ini, karena jika pemberian sejumlah uang tersebut sudah sampai ke masing-masing penerima, uang tersebut menjadi fleksibel. Tidak hanya digunakan sebagai alat untuk keperluan sekolah, bisa jadi disalahgunakan untuk keperluan membeli kebutuhan sehari-hari seperti sembako oleh orang tua siswa yang menerima. Hal ini tidak dibenarkan karena untuk sembako adalah kewenangan Menteri Sosial.

Jika kita membandingkan dengan negara lain, sudah banyak negara yang membuat kebijakan tentang pendidikan gratis. Bahkan beberapa negara di eropa menggratiskan pendidikan tinggi seperti Finlandia, Norwegia, Jerman dan beberapa lainnya yang tentunya memberikan timbal balik yang sangat baik bagi negara tersebut. Sangat disayangkan jika Indonesia tidak melakukan hal serupa, karena sejatinya sangat banyak potensi hebat dari sumber daya manusia di negeri ini yang belum digali.

Sebagai penutup, penulis ingin menyampaikan bahwasannya pendidikan harus dirasakan semua kalangan masyarakat di berbagai kondisi, tak terkecuali masyarakat yang kurang mampu. Karena sejatinya semua sudah di atur perihal hak dan kewajiban berpendidikan dalam konstitusi negara. Sumber daya manusia yang baik dan terdidik mampu membuat negara lebih progresif.

Referensi

1. Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah

3. Pemerintah Provinsi Jawa Barat

4. https://psbhfhunila.org/2022/08/25/regulasi-pendidikan-gratis-di-setiap-jenjang-apakah-dapat-diterapkan-di-indonesia/

Muhammad Jumhatta, 41183506210015, Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam 45 Bekasi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image